Pidato Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Pada Wisuda Periode IV Tahun Ajaran 2019/2020
Assalamualaikum wr wb.
UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa, UIN Sunan Kalijaga mendunia.
Mari bersyukur kita masih diberi aman, selamat, dan sehat.Kita doakan semoga semua kita selamat, yang di majelis ini atau tidak, semua manusia, semua makhluk bumi. Dunia kita doakan kebahagiaannya.
Yang kami hormati dan muliakan Ketua dan Sekretaris Senat, para Wakil Rektor, Direktur Pascasarjana, Dekan dan semua pejabat.
Yang berbahagia para wisudawan dan wisudawati, selamat Anda telah menyelesaikan etape penting dalam kehidupan Anda. Semoga Anda bahagia, sehat, dan selamat.
Yang berbahagia para wali wisudawan-wisudawati, saya kembalikan putra-putri Anda kembali ke pangkuan, apakah mereka kembali ke rumah atau mencari udara segar terbang mengangkasa. Manusia terbang dengan cita-citanya, burung dengan sayapnya. Anak burung yang lepas dari sarang tidak pernah kembali, selalu mencari sarang baru. Begitu kira-kira nasehat dari para cerdik pandai, bahkan Kahlil Gibran menyebut bak anak panah, yang terus melaju ke sasaran, tak pernah kembali ke busur.
Ayat yang saya kutip adalah kisah Nuh, yang mengalami banjir dan membangun bahtera atau kapal. Tuhan mengirim banjir, lalu Nuh mendapatkan perintah untuk membangun bahtera dan mengumpulkan manusia dan sepasang-sepasang hewan untuk diselamatkan. Kehidupan setelah banjir berjalan kembali.
Kisah ini tua dan tidak hanya dalam Al-Quran, tetapi dalam Perjanjian Lama Kitab Kejadian (Genesis), 6. Kisah Nuh dan perahunya diterangkan secara jelas dalam Kitab Suci kuno itu.
Dalam buku saya Keragaman dan Perbedaankisah kuno banjir menjadi bahasan utama saya, bahwa kisah itu sudah ada dalam Tablet Sebelas Gilgamesh, 5000 tahun yang lalu dalam peradaban Babilonia. Begitu juga dalam tradisi Yunani Atrahasis, 2500 tahun yang lalu.
Untnapisthi berkata kepada Gilgamesh:
Aku akan ungkap, wahai Gilgamesh, sesuatu yang sifatnya rahasia,
Kepadamu, akan aku ceritakan rahasia para tuhan,
Kota Shurrupak, kota yang engkau tahu,
Yang berada di tepi sungai Eufrat,
Kota ini tua, dulu para tuhan bersemayam di sini
Ketika para tuhan memutuskan mengirim banjir (Makin, Keragaman dan Perbedaan hlm. 82)
Kisah tentang bencana, malapetaka, dan penyakit sudah lama diceritakan oleh berbagai sastra, Kitab Suci, dan catatan-catatan, tablet, manuskrip, dan kidung-kidung.
Kita menghadapi covid-19, atau corona. Jauh-jauh hari, sudah ada kelaparan, peperangan, diare, penyakit-penyakit menular di sepanjang serajah manusia. Corona bukan satu-satunya. Mari kita lihat bagaimana bangsa terdahulu, kebudayaan dan peradaban terdahulu mengatasi itu.
Konon Kaisar Romawi Marcus Aerelius (r. 161-180 M), juga seorang filosof, ketika memegang tapuk kekuasaan menghadapi hal yang sama. Dia tenang, melaksanakan semua yang bisa, mengendalikan yang bisa dikendalikan, dan memasrahkan yang dia tak bisa tangani. Kata Epictetus (60-138 M) filosof lain, nahkoda kapal layar hanya mengendalikan stir atau talinya, sedangkan angin, hujan, badai tidak bisa dikendalikan. Kendalikan yang bisa dikendalikan, biarkan alam yang menyelesaikan yang diluar jangkauan kita.
Hadapi corona dengan hati dan badan yang bisa kita kendalikan, pasrahkan sisanya.
Para wisudawan-wisudawati yang berbahagia.
Wisuda bukan akhir dari pendidikan Anda. Setelah Anda meninggalkan kampus, pendidikan berlanjut terus. Pendidikan bukan menghafal materi. Hafalan model lama telah lama dikritik dalam pendidikan dan tidak menyelesaikan persoalan. Pendidikan itu pencarian, dan pencarian itu tak terbatas. Pencarian itu praktek dalam kehidupan. Anda baru saja memulai pendidikan yang sebenarnya, setelah wisuda ini usai.
Pendidikan itu membangun network, pertemanan, bekerjasama, dan menghargai link-link yang Anda bangun. Jangan remehkan persahabatan, pertemanan, dan belajar dengan para teman dalam bergurau, saling mendorong, saling bertengkar, saling cemooh. Itu semua pendidikan penting.
Berkompetisi dalam kelas, untuk meraih nilai A atau B, itu bukan yang sebenarnya, itu hanya angka formal. Itu penting juga. Nilai dan lulus penting untuk mendapatkan ijazah dengan tandatangan saya sebagai Rektor. Tidak punya ijazah, Anda tidak bisa melamar PNS. Lebih penting lagi, pendidikan itu mendidik Anda untuk menghargai pertemanan, kerjasama, perluasan cakrawala.
Di IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga pertemanan telah melahirkan LKIS (Lembaga Kajian Islam) yang melahirkan banyak aktivis, penulis, penerbit, kyai, dan pemikiran. Dulu ada kelompok limited circle: Mukti Ali, Djohan Effendi, Ahmad Wahib yang mewarnai pemikiran dan gerakan Indonesia. Ada juga kelompok Al-Djamiah di Yogyakarta, berupa kelompok diskusi yang melahirkan Taufiq Adnan Amal, Syamsu Rizal Panggabean, dan lain-lain. Kampus ini juga melahirkan Koperasi Mahasiswa yang terkenal itu, tokohnya Dr. Yayan Suryana dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Majalah Arena. Sukarno juga sepermainan dengan Kartosuwiryo di kos-kosan Tjokroaminoto di Surabaya. Satu memerdekakan Indonesia, sayangnya satunya memberontaknya.
Anda semua mungkin juga mempunyai pertemanan yang sudah merintis usaha start-up, toko buku, usaha online, atau cita-cita bersama. Sirami dan semailah. Pupuklah biar subur dan mempengaruhi dunia.
Coba Anda amati orang-orang sukses, pengusaha atau pejabat di Indonesia. Mereka meraih jabatan di politik dan ekonomi bukan karena mereka hafal pelajaran dan ujian,atau mendapatkan nilai A semua, tetapi pasti ada faktor lain. Anda tetap manusia berapapun nilai Anda, cumlaude atau tidak cumlaude. Anda akan bangga dan puas kalau nilai Anda A semua. Jika tidak A semua yang jangan kecewa. Kalau A ya berbahagialah, selamat Anda cumlaude. Saya sebagai Rektor juga bangga. Tetapi akan lebih kecewa lagi, jika Anda sakiti teman, tidak membangun persahabatan dan menjalani masa sulit sendirian.
Para orang sukses rata-rata karena mereka punya teman, jaringan, misalnya menjadi menteri dipilih presiden, kebetulan temannya itu dekat dengan yang menentukan. Lalu secara bahu membahu, getok tular membisikkan nama itu jadi menteri. Para pengusaha juga begitu modalnya juga trust, kepercayaan.
Jadi Intinya penddikan tidak hanya karena ijazah, prestisius, nilai formal, tetapi network untuk persiapan apapun yang Anda cita-citakan. Anda akan raih dengan kebersamaan, pertemanan, dan jaringan.
Maka, saya kurang setuju jika pendidikan hanya online, daring saja, saya lebih menyukai pendidikan tatap muka, dengan begitu bisa membangun pertemananan dan jaringan. Pendidikan adalah soal persahabatan dan pertemanan. Jagalah teman-teman Anda, suatu saat akan bermanfaat.
Menghormati guru dalam pendidikan itu penting. Dalam buku Meditation Marcus Aerelius Kaisar Romawi kuno di bagian pertamanya dia terangkan sanad keilmuan, dari Bapak, Bapak Angkat, kakek nenek, guru, belajar tentang apa saja.
Ini sama dengan ilmu hadits dan fiqh dalam Islam. Dari siapapun kita belajar harus diingat. Ingat-ingatlah siapa guru Anda, dan belajar apa saja. Kalau ingin menjadi orang besar, berhati mulia, seperti Marcus Aerilius Anda harus mengingat darimana Anda belajar: tidak hanya guru formal, tetapi teman, organisasi, ekstra, teater, senat, kelompok belajar: HMI, PMII, IMM, KAMMI, Malapaska, tenis meja, bulutangkis dan lain-lain.
Inilah guru dari Marcus Aerelius (buku satu), Meditation (buku harian ini ditulis 2000 tahun yang lalu ketika sang kaisar menghadapi perang melawan suku Germania).
Dari kakek Verus: saya belajar akhlak dan kendali diri
Dari Ayah (sekedar ingatan dan reputasi karena telah meninggal): tentang integritas dan kemanusiaan
Dari Ibu: Tentang penghormatan dan kemurahan hati
Dari guru pertama: tidak memihak, tidak menuntut banyak, dan mengerjakan kewajiban.
Diognetus: Tidak membuang waktu percuma.
Rusticus: Disiplin
Apollonius: Kemandirian dan kepercayaan.
Sextus: Kebaikan hati
Maximus: Kendali diri (Anda menonton film Gladiator dengan bintang Russel Crow yang menjadi jendral Maximus kan?)
Coba di buku harian Anda, tulis baik-baik, atau di HP Anda, teman-teman, dosen, pacar, orangtua, saudara, apa yang Anda pelajari. Ungkapkan dan ucapkan terimakasih. Itulah belajar. Begitu juga dalam hadits, sanad dan rawi selalu jelas diucapkan.
Anda sudah bertemu para dosen di kelas, nanti dalam kehidupan nyata Anda akan bertemu guru-guru yang lain, dan Anda harus mengingatnya. Berbuatlah baik, kirim al-fatihah sering-sering, doakan guru-guru Anda, teman, saudara, dan sahabat. Mereka guru semua.
Saya yakin masa depan Anda cerah, Anda siap menjadi alumni UIN Sunan Kalijaga, Anda akan berkontribusi untuk bangsa, keluarga, dunia.
Bagi yang bericita-cita mandiri sebagai pengusaha jangan ragu-ragu, banyak alumni UIN yang telah menjalaninya. Bagi yang bercita-cita menjadi politisi silakan kejar dan jalani. Bagi yang melanjutkan studi S2 dan S3 pelajarinlah bahasa Inggris dengan baik. Apalagi yang ingin mengarungi dunia, dunia ini luas, batas barat dunia bukan Kulonprogro, batas timur dunia bukan Klaten. Masih banyak negara dan bangsa yang bisa kita kenal. Mungkin sekali-sekali Anda perlu mencari pacar bule, atau mediteranian biar tidak berpacaran dengan tetangganya terus-menerus.
Saya tutup dengan syair Ikan Tongkol karya Hamzah Fansuri, sastrawan Tapanuli, Barus, abad 16 tentang mencari ilmu:
ikan achmaq bersuku-suku
mencari air ke dalam batu
olehmu taqshir mencari guru
tiada ia tahu akan jalan mutu
jalan mutu terlalu ali
itulah ilmu ikan sultani
jangan kau ghafil jauh mencari
washilnya da'im di laut shafi
Kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih pada istri saya Ro’fah, Ph.D. berkat ketabahan dan kekuatannya saya jalani hidup dengan damai dan bahagia, doakan untuk kebaikan istri saya dan dua anak saya: Nabiyya dan Dei.
Dalam suasana covid-19 mari kita tetap berdoa, semoga kita semua selamat, bahagia, sehat, seperti ummat Nuh dalam Al-Quran atau Perjanjian Baru atau Utnapishti dalam Gilgamesh. Jaga diri, sehat dan bahagia.
UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa, UIN Sunan Kalijaga mendunia.
Wassalamualaikum wr wb.
Disusun olehRektor UIN Sunan Kalijaga YogyakartaProf. Dr.phil. Al Makin, S.Ag., M.A.