WhatsApp Image 2025-11-27 at 16.41.10.jpeg

Kamis, 27 November 2025 17:48:00 WIB

0

Momentum Kebangkitan Pesantren: Sinergi UIN Sunan Kalijaga & Kemenag RI Menuju Dirjen Pesantren

Yogyakarta — UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi tuan rumah Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren Kementerian Agama RI pada Kamis (27/11/2025). Forum ini menghadirkan para kiai, nyai, akademisi, dan pemangku kebijakan untuk merumuskan arah baru penguatan pesantren di Indonesia, seiring proses pembentukan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pesantren yang kini memasuki tahap akhir.

Sesi awal diisi dengan sambutan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, yang menegaskan kembali posisi strategis pesantren dalam perjalanan pendidikan Islam di Nusantara. Setelah sambutan tersebut, acara dibuka secara resmi oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A., yang hadir mewakili Menteri Agama.


Dalam sambutannya, Prof. Noorhaidi menegaskan bahwa pesantren memiliki hubungan historis yang erat dengan kelahiran pendidikan tinggi Islam di Indonesia. “Pesantren telah menjadi pelopor literasi keislaman dan pembentuk karakter bangsa jauh sebelum PTAIN—cikal bakal UIN—berdiri,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kontribusi pesantren terhadap perjalanan bangsa begitu nyata, mulai dari perjuangan para kiai pendiri republik hingga penguatan moderasi beragama. “Heroisme para kiai dalam mempertahankan kemerdekaan adalah warisan besar. Pesantren, para santri, dan para kiai akan terus mengawal keutuhan NKRI,” tegasnya.

Menghadapi perubahan zaman, Prof. Noorhaidi juga menyoroti tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan di era kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). “Kompetitor terbesar perguruan tinggi hari ini adalah artificial intelligence. Jika kita masih bertahan pada pola lama berbasis hafalan, kita akan tertinggal,” ujarnya. Ia mendorong terciptanya kolaborasi kuat antara pesantren dan UIN Sunan Kalijaga agar sama-sama adaptif terhadap perkembangan teknologi tanpa meninggalkan tradisi keilmuan klasik.

Dalam keynote speech bertema “Pesantren Ramah Anak dan Ramah Lingkungan”, Prof. Sahiron menyampaikan kabar penting mengenai pendirian Direktorat Jenderal Pesantren. “Pemerintah telah menyetujui secara substansial pendirian Direktorat Jenderal Pesantren. Kurang lebih 99 persen proses ini telah disetujui Presiden,” ungkapnya. Ia menjelaskan bahwa kehadiran Dirjen Pesantren akan menempatkan lembaga pesantren pada struktur kelembagaan yang lebih kuat dan strategis di bawah Kementerian Agama.

Prof. Sahiron menegaskan bahwa halaqah ini menjadi ruang penting untuk menyerap masukan langsung dari para kiai dan nyai terkait kebijakan apa yang perlu menjadi prioritas setelah Dirjen Pesantren diresmikan. “Kami ingin mendengar langsung pandangan panjenengan semua: jika Dirjen Pesantren berdiri, apa yang paling penting dilakukan? Masukan para kiai dan nyai akan menentukan arah kebijakan,” ujarnya.


Ia juga menyoroti perkembangan teknologi dan perubahan pola produksi pengetahuan akibat AI. Dalam pandangannya, pesantren perlu hadir di ruang digital agar narasi Islam moderat tetap menjadi arus utama. “AI belajar dari apa yang kita unggah. Jika ruang digital dipenuhi pandangan ekstrem, maka itulah yang dipelajari mesin. Karena itu para kiai dan ustaz harus hadir dengan konten-konten keislaman yang ramah dan beradab,” jelasnya. Meski demikian, ia menegaskan bahwa teknologi tidak akan pernah menggantikan peran manusia, terutama dalam hal empati dan spiritualitas. “Robot bisa membantu tugas teknis, tetapi tidak bisa menggantikan santri dan kiai. Ia tidak memiliki rasa dan dimensi ruhani,” tambahnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Sahiron juga menegaskan pentingnya kurikulum berbasis cinta yang kini menjadi perhatian Kementerian Agama. Menurutnya, pendekatan ini sejatinya telah lama hidup di pesantren. “Kurikulum berbasis cinta bertumpu pada mahabbah lillah yang melahirkan mahabbah linnas, mahabbah lil-bi’ah, dan mahabbah lil-bilad. Inilah yang sejak lama menjadi nafas pesantren,” ujarnya. Ia menilai bahwa karakter khas pesantren—mulai dari adab, kesederhanaan, hingga penghormatan pada manusia—adalah modal penting dalam melahirkan pemimpin yang bermoral.

Di tengah dinamika modern, Prof. Noorhaidi menegaskan kesiapan UIN Sunan Kalijaga untuk bersinergi dalam penguatan pesantren melalui riset, penyediaan SDM, dan inovasi akademik. “UIN Sunan Kalijaga mendukung penuh pendirian Direktorat Jenderal Pesantren dan siap bersinergi untuk memajukan pendidikan Islam Indonesia,” tegasnya. Ia juga memaparkan berbagai langkah penguatan internal kampus, mulai dari peningkatan akreditasi, pembukaan program S3 keagamaan, hingga rencana pendirian Fakultas Kedokteran.

Halaqah ini menandai momentum penting bagi dunia pesantren untuk memperluas peran strategisnya, sekaligus memperkuat kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga pesantren. Dengan dukungan penuh Kementerian Agama serta komitmen UIN Sunan Kalijaga, pesantren diharapkan semakin siap menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar tradisi yang menjadi kekuatan utamanya selama berabad-abad. (humassk)