Bagi sebagian orang, arsip kerap dipahami sebatas tumpukan kertas, surat, atau map yang memenuhi ruang kerja. Padahal dalam kajian kearsipan, arsip merupakan rekaman informasi yang tercipta dari aktivitas lembaga maupun individu, terlepas dari bentuk dan medianya. Ia dapat berwujud dokumen fisik, foto, peta, rekaman audio-visual, hingga data digital di server. Sebagai memori organisasi, arsip berfungsi memastikan keberlanjutan administrasi, akuntabilitas publik, serta menjadi sumber pengetahuan bagi generasi berikutnya.
Karena itu, seluruh arsip, apa pun bentuk dan mediumnya harus ditata, dikelompokkan, dan dikelola sesuai kaidah dan peraturan kearsipan yang berlaku, agar dapat ditelusuri dengan mudah, dilindungi nilai gunanya, dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan lembaga maupun masyarakat.
Pemahaman fundamental inilah yang kembali ditegaskan dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kependidikan Bidang Kearsipan Perguruan Tinggi yang digelar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Selasa (2/12/2025) di Hotel Grand Keisha Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh para arsiparis dan pengelola kearsipan dari berbagai unit serta fakultas di lingkungan kampus.
Dalam kesempatan tersebut, Arsiparis Ahli Muda Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sleman, Herawati Dian Elvandari, S.S.T.Ars., M.I.P., hadir sebagai narasumber dan menyampaikan materi mengenai “Pengelolaan Arsip Inaktif”. Ia menegaskan bahwa berbagai persoalan kearsipan di instansi pemerintah maupun perguruan tinggi sering bermula dari hal yang tampak sederhana, arsip yang tidak tertata sejak awal.
“Arsip sering kita jumpai menumpuk begitu saja, bahkan kadang dijadikan bungkus makanan. Ini terjadi karena tidak adanya prosedur tetap dalam pengelolaan arsip, didukung anggaran dan sarana prasarana yang terbatas serta terbatasnya sumber daya manusia,” ujarnya.
Herawati mengingatkan bahwa perkembangan teknologi tidak mengubah prinsip dasar kearsipan. Medium arsip boleh berubah, dari kertas menjadi digital, namun kaidah pengelolaannya tetap sama, mulai dari penataan, penyimpanan, penelusuran, hingga penyusutannya.
Dalam pemaparannya, Herawati menjelaskan kerangka dasar pengelolaan arsip yang wajib dipahami setiap pengelola kearsipan. Arsip dinamis merupakan arsip yang masih digunakan dalam proses administrasi sehari-hari. Di dalamnya terdapat arsip aktif yang idealnya disimpan rapi dalam file cabinet menggunakan folder-folder agar mudah ditelusuri. “Ketika tingkat penggunaannya menurun, arsip tersebut berubah menjadi arsip inaktif dan perlu dipindahkan ke depo atau record center agar ruang penyimpanan tidak penuh dan dapat digunakan untuk arsip-arsip baru yang lebih sering diakses,” ujarnya.
Di sisi lain, terdapat arsip vital, yakni arsip yang memiliki nilai sangat penting bagi keberlangsungan institusi, misalnya SK pendirian, sehingga tidak boleh dimusnahkan dan harus disimpan dengan perlakuan khusus, seperti dalam lemari tahan api atau vaulting. Sementara itu, arsip statis adalah arsip yang telah habis nilai gunanya bagi administrasi namun memiliki nilai kesejarahan yang tinggi, sehingga pengelolaannya menjadi kewenangan Lembaga.
Arsip inaktif, kata Herawati, memiliki retensi pemusnahan yang diatur dalam Jadwal Retensi Arsip (JRA). Hanya arsip yang tidak memiliki nilai guna lanjutan yang dapat dimusnahkan. Sementara arsip yang mengandung nilai kesejarahan harus dialihkan menjadi arsip statis. “Salah satu ugas arsiparis adalah menyusutkan arsip sesuai JRA agar record center tidak penuh,” jelasnya.
Ia juga menyinggung pentingnya penataan record center. Arsip inaktif dapat berupa arsip teratur maupun tidak teratur. Untuk arsip yang tidak rapi, diperlukan proses rekonstruksi yang memerlukan waktu, tenaga, dan biaya tidak sedikit. Selain itu, setiap peminjaman arsip, terutama yang inaktif, harus disertai berita acara sebagai bentuk akuntabilitas.
Pada sesi penutupan, Kasubag Tata Usaha dan Rumah Tangga UIN Sunan Kalijaga, Suswini, mengapresiasi partisipasi peserta dan menekankan pentingnya bekerja dengan dedikasi dan niat ibadah dalam membangun institusi.
Ia mengajak peserta memulai langkah kecil yang penuh makna, mengembangkan kearsipan dengan kesadaran, kreativitas, dan inovasi. “Ini waktu yang tepat untuk menghimpun energi, berkreasi, berinovasi, dan berimajinasi dalam mengembangkan arsip, terutama di UIN Sunan Kalijaga, sehingga arsiparis mampu menjelma sembagai penjaga ruh peradaban,” pungkasnya.(humassk)