Siang hari ini saya ditanya seorang anggota pengurus MTT PP. Ustaz, apakah khutbah shalat gerhana itu sekali atau dua kali? Saya jawab satu kali. Ternyata Ustaz yang mulia ini membaca tulisan yang masih berada di lingkungan Muhammadiyah atau membaca tulisan yang tampak berdalil dan tulisan itu tegaskan khutbah shalat gerhana itu dua kali.
Padahal jika saya secara pribadi ditanya saya berpendapat bahwa shalat gerhana itu tidak perlu khutbah. Argumentasi saya didasarkan pada kenyataan bahwa kalimat-kalimat yang muncul dalam khutbah Nabi Saw itu merujuk pada peristiwa yang menjadi alasan Nabi Saw sampaikan khutbah. Berkembang gosip di kalangan non Muslim bahwa putra Muhammad yang bernama Ibrahim itu meninggal lalu terjadilah gerhana sebagai tanda sesuatu. Jadi khutbah Nabi Saw saat itu diperlukan karena ada suasana yang mengharuskan koreksi terhadap pandangan di tengah masyarakat itu perlu dilakukan. Dalam teori hukum Islam itu disebut al ahkaamu mu'allalatun atau kadang disebut dengan ta'lilul ahkam. Bahwa keberlakuan sesuatu hukum itu didasarkan pada sebabnya. Dalam kalimat lebih deklaratif kaedahnya berbunyi:
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
Hukum itu diberlakukan berdasarkan sebab yang menyertai. Jika sebab yang menjadi pemuncul adanya hukum ada maka hukum diberlakukan. Jika sebabnya tidak ada maka ketentuan hukum tidak diberlakukan.
Dengan alur logika itu saya berpendapat bahwa peristiwa gerhana itu merupakan peristiwa ilmiah yang berulang kali terjadi di depan kita. Kita yakin dan mengimani ada kekuasaan Tuhan disitu. Karena itu keperluan untuk lakukan khutbah dalam shalat gerhana tidak ada lagi. Karena alasan untuk selenggarakan khutbah sudah jadi pengetahuan bersama (common sense) ummat Islam.
Wallahu a'lam. Wassalamu'alaikum.