IMG-20250812-WA0165.jpg

Selasa, 12 Agustus 2025 08:15:00 WIB

0

FUPI UIN Sunan Kalijaga Tuan Rumah Konferensi Internasional Hadis: Menjembatani Turats dan Teknologi

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi tuan rumah Annual Meeting & International Conference Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) bertajuk “From Manuscripts to Artificial Intelligence: Preserving the Hadith Legacy in The Digital Transformation”. Pembukaan berlangsung di Aula Convention Hall Lantai 1 (11/8/2025), menghadirkan para tokoh akademik dan praktisi ilmu hadis dari berbagai perguruan tinggi dalam dan luar negeri.

Hadir dalam pembukaan antara lain Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi Hasan; Ketua ASILHA periode 2025–2029, Prof. Dr. Saifuddin Zuhri, S.Th.I., M.A.; Ketua ASILHA periode 2021–2025, Prof. Dr. Muhammad Anton Athoillah, M.M.; serta para dosen ilmu hadis dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di seluruh Indonesia yang tergabung dalam ASILHA.


Konferensi ini juga menghadirkan sejumlah pakar hadis terkemuka sebagai narasumber, di antaranya Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin; Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag, Prof. Dr. Phil. Sahiron; dosen Universitas Kebangsaan Malaysia, Dr. Najah Hadiah Amran; dosen University Malaysia, Dr. Burhan Che Daud; serta dosen UIN Siber Cirebon yang juga penggagas tafsir mubadalah, Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, dan tokoh-tokoh lainnya.

Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, dalam sambutannya mengungkapkan rasa hormat dan apresiasi yang mendalam atas inisiatif ASILHA menyelenggarakan forum berskala internasional ini. Menurutnya, sebagai salah satu PTKIN tertua di Indonesia, UIN Sunan Kalijaga memiliki komitmen panjang dalam pengembangan kajian ilmu hadis dan khazanah keislaman klasik (turats).

Menurut Noorhaidi, ilmu hadis bukanlah bidang asing dalam tradisi akademik dunia. Ia mencontohkan, di Leiden University terdapat mata kuliah yang fokus secara mendalam pada studi hadis, diajarkan langsung oleh para orientalis terkemuka. Sejak lama, para orientalis mengembangkan kajian hadis, termasuk menyoal keotentikan sanad, apakah benar-benar bersambung atau justru pernah direkayasa demi kepentingan politik, teologi, maupun hukum sekelompok orang.

Rektor juga mengungkapkan bahwa di negara mayoritas Muslim, studi hadis kerap dilandasi dorongan keimanan. Namun sebagai ilmuwan modern, kajian harus melampaui hal itu. Pandangan orientalis, menurutnya, memberi wawasan untuk meninjau ulang hal-hal yang selama ini diterima sebagai kebenaran mutlak. Termasuk di dalamnya, pengaruh perbedaan mazhab seperti pertentangan Sunni-Syiah terhadap klaim atas hadis.

Figur yang pernah menjabat sebagai Direktur Pascasarjana ini,  juga menggarisbawahi kontribusi tokoh seperti Mustafa al-Aʿẓami, Guru Besar di King Saud University, Riyadh, yang meneliti sanad hadis dan berupaya menunjukkan autentisitas rantai periwayatan, sekaligus membantah sejumlah klaim orientalis. “Kita harus berani menawarkan perspektif baru tidak apologis, tidak juga terjebak dalam paradigma orientalis, tetapi berdiri di tengan membangun kiblat keilmuan baru dari Indonesia,” katanya.

Untuk itu, Prof. Noorhaidi mendorong ASILHA menginisiasi riset kolaboratif lintas negara dan lintas jenjang, mulai dari mahasiswa doktoral hingga guru besar, dengan luaran berupa artikel ilmiah bereputasi dengan menyuguhkan metodologi kajian hadis yang segar dan ide yang inovatif.


Dalam kesempatan yang sama, Ketua ASILHA periode 2021–2025, Prof. Muhammad Anton Athoillah, menyampaikan bahwa forum tahun ini berhasil menghimpun 112 penulis dari berbagai negara, termasuk Jerman, Malaysia, Pakistan, dan Turki, dengan 65 makalah terpilih untuk dipresentasikan. Tema kajian mencakup kritik sanad dan autentifikasi riwayat, metodologi hadis klasik, digitalisasi dan kecerdasan buatan, kritik matan, hingga living hadis dalam konteks budaya.

“Riset tidak pernah berhenti pada satu tafsir tunggal. Satu penelitian akan melahirkan rekomendasi untuk penelitian berikutnya,” kata Prof. Anton, sembari mengajak peserta mengembangkan pendekatan multidisipliner, interdisipliner, dan transdisipliner dalam studi hadis tanpa meninggalkan kajian hadis yang sudah ada.


Sementara itu, keynote speech disampaikan Prof. Muhajirin, M.A., Guru Besar FUPI UIN Raden Fatah Palembang, dengan tema “Menjembatani Warisan Klasik Ilmu Hadis dan Teknologi Modern untuk Masa Depan Digital yang Berkelanjutan”. Ia mengingatkan bahwa teknologi, termasuk kecerdasan buatan, bukanlah ideologi apalagi pengganti otoritas ulama.

“Tantangan kita adalah menjaga kalam suci Nabi Muhammad sebagai pedoman absolut, sekaligus mentransformasikannya untuk generasi mendatang. AI dapat menjadi alat, tetapi verifikasi tetap di tangan ahli hadis,” ujarnya.

Prof. Muhajirin mendorong kolaborasi lintas disiplin, mengembangkan kecerdasan buatan khusus hadis yang dilengkapi sistem verifikasi akademik. “Harapan ke depan adalah memaksimalkan kolaborasi akademik dengan ahli teknologi dan peneliti kecerdasan buatan, sehingga lahir AI khusus hadis. Para penggiat hadis harus menjadi verifikator, sekaligus bekerja sama dengan kementerian lain agar dapat menjadi bagian dari tim ‘anti-virus’ bagi disinformasi keagamaan,” ujarnya.

Konferensi ini diharapkan menjadi pijakan lahirnya arah baru kajian hadis global, dengan Indonesia sebagai salah satu pusatnya, mengkombinasikan kedalaman turats dan ketajaman teknologi modern untuk menjawab tantangan zaman.(humassk)