Rencana pendirian Fakultas Kedokteran di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bukan lagi sebatas wacana. Sejumlah langkah strategis telah ditempuh, mulai dari kunjungan akademik ke lima Fakultas Kedokteran. Yang pertama dilakukan ke Fakultas Kedokteran UIN Maliki Malang pada tanggal 20 Desember 2025, disusul Calon Fakultas Kedokteran UIN Walisongo Semarang, dilanjutkan ke Fakultas Kedokteran UNDIP, ke tetangga dekat Fakultas Kedokteran UNY, dan terakhir ke Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada. Dari berbagai petualangan akademik tersebut, maka terpilihlah Fakultas Kedokteran UNDIP sebagai Pendamping Pendirian Fakultas Kedokteran UIN Sunan Kalijaga. Penandatanganan kerja sama strategis dengan Universitas Diponegoro dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2025 oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi, S.Ag., M.A., M.Phil., Ph.D. dengan Dekan Fakultas Kedokteran UNDIP Prof. Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes., Sp.B.SubSp.-onk(K).
Penjajakan kemitraan Pendirian Fakultas Kedokteran juga dilakukan dengan berbagai Rumah Sakit, mulai dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY, Rumah Sakit Islam PDHI Sleman, Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara (RSPAU) dr. S. Hardjolukito, dan Rumah Sakit Soeradji Tirtonegoro (RSST) Klaten sebagai calon rumah sakit pendidikan dan rumah sakit pendidikan utama.
Terbaru, Tim Pendirian FK UIN Sunan Kalijaga juga melakukan kunjungan intensif ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dan Dinas Kesehatan Provinsi DIY. Kunjungan ini bukan sekadar menjalin komunikasi formal, tetapi juga memperkuat dukungan dari pemerintah daerah, terutama untuk sinkronisasi kebijakan dan pemetaan kebutuhan layanan kesehatan berbasis wilayah, serta penguatan wahana pendidikan bagi para mahasiswa nantinya.
Langkah-langkah konkret ini merupakan indikator kuat bahwa UIN Sunan Kalijaga tengah mempersiapkan diri secara serius untuk memasuki dunia pendidikan medis. Namun demikian, satu pertanyaan krusial tetap harus diajukan: ke mana arah sesungguhnya dari pendirian Fakultas Kedokteran ini?
Antara Kebutuhan dan Keunikan
Laporan tempo menyebutkan di Indonesia sudah ada 131 fakultas kedokteran (FK) dengan program studi dokter yang telah berdiri di Indonesia. Sebanyak 87 di antaranya, kata dia, sudah meluluskan lebih dari 10 ribu dokter setiap tahunnya (https://www.tempo.co/politik/kemendiktisaintek-anggap-indonesia-bukan-kekurangan-dokter-cuma-distribusinya-tidak-merata-1195965 diakases tanggal 21 Maret 2025). Fakta ini menunjukkan bahwa dari segi kuantitas, Indonesia tidak kekurangan lulusan dokter. Justru tantangan utama terletak pada distribusi tenaga medis yang timpang antar wilayah serta relevansi pendidikan dengan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat.
Dengan realitas ini, pendirian fakultas kedokteran baru harus didasarkan pada visi yang kuat. Ia tidak boleh sekadar menjadi penambah angka, tetapi harus menjawab kebutuhan strategis bangsa sekaligus menghadirkan diferensiasi yang bermakna. Jika UIN Sunan Kalijaga ingin mengusung pendekatan pendidikan kedokteran berbasis nilai Islam, pertanyaan lanjutannya adalah: bagaimana nilai-nilai tersebut akan diintegrasikan dalam kurikulum, praktik klinis, dan atmosfer akademik?
Kolaborasi dengan RSPAU Hardjolukito—rumah sakit tipe B dan Rumah Sakit Soeradji Tirtonegoro (RSST) Klaten---rumah sakit tipe A memiliki potensi besar sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit pendidikan utama —merupakan langkah penting dalam memenuhi persyaratan pendirian FK sesuai regulasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Namun, lebih dari sekadar kerja sama teknis, dibutuhkan sinergi nilai. Dunia rumah sakit seringkali bergerak dalam logika efisiensi dan profit. Apakah nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin yang diusung UIN bisa beradaptasi dan bahkan memberi warna baru dalam sistem pelayanan medis yang pragmatis?
Kerja sama dengan UNDIP, seperti yang tertuang dalam Memorandum of Agreement antara Rektor UIN Sunan Kalijaga dan Dekan FK UNDIP, menegaskan niat serius UIN untuk membangun fakultas kedokteran yang berkualitas tinggi. Kolaborasi ini diharapkan mampu menghadirkan kurikulum dan sistem pengajaran yang selaras dengan standar nasional, tanpa kehilangan ruh keislaman yang membedakan.
Jika UIN Sunan Kalijaga benar-benar ingin membentuk dokter-dokter yang tidak hanya ahli dalam bidang medis tetapi juga berkarakter, maka desain kelembagaan dan pendekatan pedagogisnya harus mencerminkan visi tersebut. Pendidikan kedokteran berbasis Islam tidak boleh hanya menjadi label. Ia harus termanifestasi dalam sistem pembelajaran yang memupuk empati, memperkuat etika, dan menghadirkan keadilan sosial dalam layanan kesehatan.
UIN memiliki sejarah panjang dalam mengintegrasikan ilmu dan agama. Kini, tantangannya adalah mentransformasikan warisan itu menjadi bentuk yang lebih operasional dalam dunia medis. Ini berarti kurikulum kedokteran harus mampu memadukan pendekatan saintifik dengan kebijaksanaan spiritual, serta menghasilkan lulusan yang tidak hanya menyembuhkan penyakit, tetapi juga merawat kemanusiaan.
Pendirian Fakultas Kedokteran adalah langkah besar. Tapi ia harus dimulai dari refleksi yang jernih dan dilanjutkan dengan komitmen manajerial yang konsisten. Integritas kelembagaan, kesiapan sumber daya, dan visi etik yang membumi menjadi tiga fondasi utama.
UIN Sunan Kalijaga memiliki potensi besar. Jika arah besar ini dijalankan dengan sungguh-sungguh, universitas ini bukan hanya akan memiliki fakultas kedokteran, tetapi akan menjadi pelopor pendidikan medis Islam yang unggul, humanis, dan berkelas dunia.
Karena pada akhirnya, pertanyaannya bukan lagi bisa atau tidak bisa mendirikan Fakultas Kedokteran, melainkan untuk apa Fakultas Kedokteran itu didirikan.