Assalamu’alaikum wr. wb., Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan, Rahayu.
Yang saya hormati.
● Rektor dan Para Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
● Para Dekan dan Jajaran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
● Para Guru Besar dan Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
● Serta seluruh undangan yang berbahagia.
Ibu dan bapak serta hadirin sekalian,
● Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena pada hari ini kita
dapat berkumpul dalam suasana penuh semangat, dalam
momentum penting, yaitu “Dies Natalis ke-74 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bagi
saya, UIN Sunan Kalijaga adalah kawah candradimuka yang telah dan terus
menggembleng generasi terbaik bangsa. UIN Sunan Kalijaga senantiasa memberikan
lingkungan pendidikan terbaik dalam mempersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan
dan terus berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Ibu dan bapak serta hadirin sekalian
● Sesungguhnya masa depan berkelindan erat dengan bumi yang kita pijak, manusia yang kita lihat, dan tradisi-tradisi yang membentuk cara kita memahami hubungan kita dengan alam. Ecotheology mengajak kita membentang jembatan antara iman, akal, dan praktik keseharian untuk meresapi bahwa kemanusiaan hanya mampu bergerak maju jika bumi tidak dikesampingkan. Di UIN Sunan Kalijaga ini, di antara diskusi ilmiah dan kajian keagamaan, kita meneguhkan komitmen bahwa kebijakan publik tidak cukup hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga adil secara ekologis dan spiritual.
● Tradisi-tradisi lokal kita, termasuk nilai-nilai hierarki keharmonisan antara manusia dengan alam, tidak sesaat hilang ketika kita menakar inovasi teknologi. Justru, ia memberi kita landasan etis untuk mengatur inovasi agar tidak menimbulkan ketimpangan, mengurangi risiko kerusakan ekologi, dan menjaga hak-hak generasi mendatang. Ecotheology menantang kita untuk melihat sumbu moral lebih dulu sebelum sumbu aksi teknis, sehingga setiap langkah kebijakan dapat dipertanggungjawabkan secara teologis dan ilmiah.
● Data
dalam kerangka ini, penelitian ilmiah tidak sekadar menghasilkan temuan teknis,
tetapi juga mengolah makna moral dari temuan-temuan tersebut. Ketika data
menunjukkan dampak ekologis dari program sosial, kita tidak sekadar menilai
manfaat ekonomi, melainkan juga bagaimana program itu merawat hifa-nya bumi dan
martabat manusia. Pembangunan berkelanjutan menjadi semacam perjanjian antara
ilmu pengetahuan, agama, dan politik publik untuk menjaga keseimbangan
ekosistem, budaya, serta hak-hak perempuan dan anak.
Ibu dan bapak serta hadirin sekalian,
● Perempuan dan anak adalah agen perubahan utama dalam ekologi sosial kita. Ecotheology mengakui bahwa pengetahuan yang berbasis keadilan gender membawa dimensi empati yang kuat terhadap makhluk hidup lain dan terhadap komunitas yang paling rentan. Kebijakan kesetaraan gender dan PPPA dirancang agar akses terhadap sumber daya alam, pendidikan lingkungan, dan layanan perlindungan sosial tidak terputus oleh jurang gender, sehingga kita menciptakan masa depan yang inklusif, aman, dan berkelanjutan.
● Di kampus ini, kita melihat potensi kolaborasi lintas disiplin: teologi, filsafat, ekologi, kebijakan publik, dan sains lingkungan. Kolaborasi semacam ini menguatkan kemampuan kita untuk memetakan paradoks kemajuan: bagaimana inovasi, jika tidak terikat etika, bisa memperlebar kesenjangan sosial; tetapi jika diikat oleh komitmen ecotheology, inovasi justru bisa menjadi alat perlindungan hak asasi, budaya, dan alam. Maka, kebijakan publik harus menjadi wadah di mana pengetahuan bergerak dari laboratorium hingga lapangan, dari teori ke praktik yang berdampak.
● Kebijakan Kesetaraan Gender dan PPPA memiliki peran penting dalam membentuk tata kelola lingkungan yang responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak. Ini termasuk perlindungan terhadap kerentanan lingkungan yang secara tidak proporsional mempengaruhi mereka, program-program literasi lingkungan yang menyasar keluarga muda, serta dukungan terhadap inovasi yang memberdayakan komunitas adat dan budaya lokal. Ecotheology mengundang kita untuk menilai bagaimana tradisi menjadi sumber kekuatan, bukan beban, dalam meraih pembangunan yang berkelanjutan.
● Seiring
kita mendorong inovasi, kita juga harus mempertanyakan implikasi etis dari
teknologi baru: penggunaan bioteknologi, rekayasa genetik pada tanaman pangan,
hingga urbanisasi yang mengurangi ruang hijau. Ecotheology mengingatkan bahwa
teknologi tidak netral; pilihan desain, akses, dan dampak sosialnya menuntut
pertanggungjawaban moral. Oleh karena itu, kerangka regulasi yang responsif gender,
inklusif budaya, dan akuntabel secara ekologis menjadi sangat penting.
Ibu, Bapak, dan Hadirin yang saya hormati,
· Dalam konteks pendidikan kampus, kita perlu menanamkan literasi ekologi spiritual pada semua jenjang pendidikan, termasuk pendidikan vokasional dan keagamaan. Anak-anak dan remaja perlu belajar bukan hanya bagaimana menghemat energi, tetapi juga bagaimana menghargai makna hubungan manusia dengan makhluk hidup lain. Program magang, penelitian aksi komunitas, serta pelibatan organisasi keagamaan dalam program lingkungan dapat memperdalam kesadaran bahwa keberlanjutan adalah tugas bersama, bukan sekadar tugas negara.
· Khusus bagi UIN Sunan Kalijaga, yang berakar pada tradisi keilmuan Islam Nusantara, kita bisa menelusuri konsep- konsepsi seperti “rahmatan lil alamin” dan “kebijakan berbasis maslahat” sebagai pijakan etis dalam mengelola sumber daya alam. Ecotheology menuntun kita untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya mengurangi dampak negatif, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui regenerasi ekosistem, perlindungan marwah budaya, serta partisipasi publik yang inklusif
Ibu, Bapak, dan Hadirin yang saya hormati,
● Akhirnya, mari kita pandu masa depan dengan keyakinan bahwa tradisi adalah kompas spiritual, inovasi adalah motor kemajuan, dan ecotheology adalah bahasa yang mengikat keduanya dalam kerendahan hati visi bersama: masa depan berkelanjutan untuk semua. Kita tidak sekadar menghindari bencana atau mengejar pertumbuhan ekonomis; kita membangun peradaban yang bernafas bersama alam, meletakkan keadilan sosial sebagai inti kebijakan, dan menghormati hakikat bahwa manusia adalah bagian dari ikatan hidup yang lebih besar daripada dirinya sendiri.
● Demikian yang dapat saya sampaikan. Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Menuju Indonesia Emas 2045.
Wallāhulmūwaffiq ilā aqwamith tharīq, wassalamu’alaikum warahmatullāhi wabarakātuh
Arifah Fauzi