Mendagri Berdialog Akrab Masalah Kebangsaan Dengan 50 BEM Di UIN Suka
Menteri Dalam negeri Tjahyo Kumolo membuka seminar nasional Bela Negara dan Kebangkitan Bangsa
Menteri Dalam negeri, Tjahyo Kumolo mengatakan, Indonesia sampai saat ini masih menghadapi lima permasalahan besar, yang membutuhkan keseriusan Pemerintah untuk menyelesaikannya dengan baik melalui sinergitas dengan semua elemen (lembaga negara, masyarakat, perguruan tinggi, agamawan, praktisi semua bidang, kaum muda, dan lain-lain). Lima permasalahan besar tersebut adalah : Sandang, pangan dan papan, kesenjangan masyarakat, narkoba, korupsi dan radikalisme. Untuk menjalin sinergitas semua elemen dalam rangka menangani lima permasalahan besar tersebut, Pemerintah telah membangunnya melalui konsep Presidensiil yang efektif, dengan program-programnya, terus mengupayakan perbaikan tata kelola pemerintahan dari pusat, propinsi sampai ke tingkat pedesaan dengan Program Nawacitanya, pembangunan infrastruktur secara merata dari Sabang sampai Merauke, dan perbaikan pemilihan kepala daerah seluruh Indonesia.
Dalam pemilihan kepala daerah seluruh Indonesia, Presiden akan memegang erat janji semua kepala daerah untuk melaksanakan Program Nawacita dengan sebaik-baiknya, dengan harapan, seluruh anggaran Pemerintah yang digelontorkan 100% tersalur untuk program-program pembangunan. Hal tersebut disampaikan Tjahyo Kumolo saat menjadi keynote speake Seminar Nasional “Bela Negara dan Kebangkitan bangsa” serta Bedah Buku “Negara Khilafah versus Negara Kesatuan” yang diselenggarakan Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara bekerjasama dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bertempat di Gedung Prof. R.H.A. Soenarjo, kampus setempat, Selasa, 31/10/17. Selain Tjahyo Kumolo dan Rektor UIN Sunan Kalijaga, hadir pula menjadi pembicara lima kepala daerah di lingkup DIY, baik yang hadir sendiri maupun wakilnya.
Lebih lanjut Tjahyo Kumolo mengatakan, Pemerintah tidak main-main dengan masa depan pembangunan untuk kelangsungan NKRI, dengan benar benar memilih semua kepala daerah yang paling berkualitas dalam rangka menegakkan NKRI. Pihaknya mengingatkan, agar semua calon kepala daerah yang dipilih serentak pada pilkada 2018 nanti tidak memainkan isu Sara dan tidak main politik uang. Lebih baik beradu konsep, ide, gagasan, program dalam upaya membangun daerah. Sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kunci sukses pelaksanaan pilkada, pileg dan pilpres hanya satu, yakni partisipasi masyarakat yang terus meningkat dalam yangka memilih calon pemimpin yang terbaik.
Pemerintah juga berkomitmen melahirkan kebijakan-kebijakan yang terbaik untuk seluruh masyarakat Indonesia, serta menjaga stabilitas semua bidang. Keseriusan Pemerintah ini adalah wujud bela negara, demi tetap tegaknya NKRI. Oleh karenanya Tjahyo Kumolo meminta para mahasiswa sebagai kaum muda untuk juga mengimplementasikan wujud bela negara dikalangan mahasiswa sesuai porsi masing-masing. Dengan belajar giat dan melakukan kegiatan-kegiatan positif, serta mendukung pemerintah untuk berbuat yang terbaik untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
Rektor UIN Sunan Kalijaga menambahkan, pihaknya mendukung semua program yang dilakukan Pemerintah, sembari terus berupaya menyebarluaskan Islam Moderat, Islam yang Rahmat. Menurut Yudian, Islam yang Rahmat sangat mendukung Nasionalisme Indonesia. Menurutnya Nasionalisme Indonesia adalah Mukjizat, karena bisa menyatukan semua unsur yang kecil kecil menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan ini dipelopori oleh sumpah pemuda. Melalui sumpah pemuda, lokalitas yang kecil-kecil bisa disatukan menjadi Indonesia. Dan Indonesia lahir berkat Rahmat Allah yang maha Berkuasa, buah dari perjuangan para pejuang Indonesia, bukan hadiah dari penjajah seperti yang dialami oleh negara-negara lain. Ini patut disyukuri oleh generasi sekarang. Wujud syukur itu dengan belajar keras dan berbuat yang terbaik untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, demikian pesan Yudian Wahyudi kepada ratusan mahasiswa yang hadir.
Selaku panitia penyelenggara, Ketua DEMA UIN Sunan Kalijaga, Arta Wijaya menambahkan, pihaknya melihat, persatuan Indonesia saat ini mulai terkikis. Sebagaimana kita lihat masih banyaknya isu perpecahan terjadi, dari konflik agama, etnis, budaya dan lain-lain. Pemuda seakan bingung berjalan di jalur yang mana. Bahkan kebingungan tersebut terlihat dari kurang ikut sertanya pemuda berkontribusi dengan melakukan program-program kegiatan positif. Maka momen sumpah pemuda ini mengingatkan kita, generasi muda, akan semangat persatuan, anti akan pecah belah. Genarasi muda sekarang harus ingat betul, sumpah pemuda adalah tekat kuat, keluar dari ketertindasan bangsa lain. Dengan sumpah pemuda, diharapkan menjadi momentum bagi generasi muda untuk insyaf memperkokoh persatuan dan menjaga NKRI. Melihat pentingnya forum ini, Dema UIN Sunan Kalijaga mengundang BEM seluruh PTKIN di Indonesia dan BEM kampus Yogyakarta, dan kali ini tidak kurang dari 50 BEM kampus bisa hadir, kata Arta.
Pada sesi Bedah Buku “Negara Khilafah versus Negara Kesatuan Republik Indonesia” yang ditulis oleh Dr. Sri Yunanto, menghadirkan 2 pembahas, yaitu; Prof. Dr. Muhammad Chirzin (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga) dan H. Helmi Faishal Zaini (Sekjen PBNU). Menurut kedua pembicara, buku tersebut ditulis berdasarkan isu yang sedang marak yaitu tentang Negara Khilafah yang merupakan gagasan dari kelompok Hizbut Tahrir. Jika sistem khilafah ini ditegakkan maka Indonesia seutuhnya akan hilang, ini karena pengusung berdirinya Negara Khilafah sudah menyiapkan rancangan undang-undangnya sendiri. Sistem khilafah yang mereka sebut-sebut sebagai kedaulatan syar’i, solusi dari nasionalisme yang menghancurkan Islam, sebenarnya juga sama sebagai suatu sistem politik bukan semata-mata solusi satu-satunya menuju kebenaran yang hakiki. Hukum Indonesia (Pancasila dan UUD) sesungguhnya sudah dirancang dengan berlandaskan nilai-nilai Islam oleh para tokoh kemerdekaan kala itu, sehingga dari awal dasar hukum Indonesia tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Solusi negara khilafah malah dirasa memecah apa yang sudah menjadi satu (Weni Hidayati, Royyan-Humas)