Pengajian Kitab Marah Labid li Kasyf Ma’na al-Qur’an al-Majid*, Karya Imam Nawawi al-Bantani Tafsir QS. al-Baqarah ayat 26 [Halaman 13-14] (PP Baitul Hikmah, diasuh oleh Prof. Dr. Phil. K. Sahiron Syamsuddin, M.A.)
Tafsir surat al-baqarah ayat 26
(ان الله لا يستحي ان يضرب مثلا ما بعوضة فما فوقها )
Imam Nawawi menjelaskan bahwa Allah tidak malu membuat perumpamaan sekecil apapun, seperti nyamuk, bahkan yang lebih kecil daripada nyamuk.
Kata فوق dalam ayat tersebut, oleh Imam Nawawi, berarti "di atas" dari segi ukurannya/besarnya. Karena itu, hewan yang lebih besar dari semut itu, a.l., lalat dan laba-laba.
Selain makna di atas, kata fawqa, bila ditinjau dari tujuan perumpamaan di ayat itu, berarti "lebih kecil" daripada nyamuk.
Imam Nawawi menjelaskan, bagaimana mungkin Allah akan merasa malu untuk menyampaikan perumpamaan dengan binatang yang kecil, jika ternyata ketika seluruh makhluk berkumpul untuk menciptakannya, mereka tidak akan mampu melakukannya.
Dari perumpamaan yang digunakan oleh Allah kita dapat mengambil dua pelajaran:
1. Setiap makhluk memiliki kelebihannya masing-masing.
2. Ketika seseorang mau mempelajarinya, maka akan menemukan banyak pelajaran. Fiiksafat kolaboratif, misalnya, dapat ditemukan dari gotong royongnya semut ketika menemukan makanan. Meskipun hal tersebut dapat dibantah, dengan mengatakan bahwa makanan tersebut terlalu besar untuk semut, namun hal ini sebenarnya juga berlaku pada manusia, yakni ketika menemukan masalah yang sangat besar, maka mereka juga akan menyelesaikannya dengan bersama-sama.
Yang dimaksud, menurut Imam Nawawi, dengan "ba'udloh" dalam ayat tersebut adalah "namus" (nyamuk) yang merupakan ciptaan Allah yang menakjubkan, karena "namus", meskipun sangat kecil, namun memiliki 6 kaki, 4 sayap dan juga 'belalai' yang tajam. Meskipun dengan bentuk yang kecil, namun nyatanya belalai namus dapat menembus kulit gajah, kerbau dan unta hingga mencapai titik yang dia tuju. Bahkan nyamuk bisa menyebabkan unta mati karena sengatannya.
Dalam peristiwa penyerangan pasukan gajah Abrahah ke Ka'bah para ulama mengartikan Ababil sebagai burung yang dikirim oleh Allah dengan membawa kerikil dari neraka. Akan tetapi Syekh Muhammad Abduh memiliki penafsiran yang berbeda. Beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil adalah lalat yang membawa bakteri dan virus dan menyebarkannya pada seluruh pasukan bergajah Abrahah.
( فاما الذين امنوا فيعلمون انه الحق من ربهم)
Orang-orang Mukmin mengetahui bahwa perumpamaan tersebut adalah sebuah kebenaran dari Allah, dan karenanya, mereka mengimaninya dan tidak mengingkarinya, karena semua ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia akan tetapi pasti memiliki rahasia dan faedah.
( واما الذين كفروا فيقولون ماذا اراد الله بهذا مثلا )
Imam Nawawi menafsirkan bahwa yang dimaksud "alladzina kafaru" adalah dari golongan Yahudi yang saat itu menyimpang dari ketauhidan, bahkan ketika ada perumpamaan, seperti di atas mereka tetap dalam kekufurannya dan berkata: “Apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan semacam ini?” Namun, yang mereka maksud bukan untuk bertanya, tapi untuk mencemooh Allah.
( يضل به كثيرا ويهدى به كثيرا وما يضل به الا الفاسقين )
Allah menjawab ucapan orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dengan berfirman bahwa dengan perumpamaan tersebut, Allah membiarkan sebagian manusia ( Orang-orang Yahudi) tersesat dari agama yang benar, dan Allah akan memberikan petunjuk kepada banyak orang-orang yang beriman. Dan perumpamaan tersebut tidak akan menyesatkan, kecuali kepada orang-orang fasik.
والله اعلم بالصواب
Diringkas oleh: Afifa Thoyyibah