Pengajian Kitab Marah Labid li Kasyf Ma’na al-Qur’an al-Majid*, Karya Imam Nawawi al-Bantani Tafsir QS. al-Baqarah ayat 29 [Halaman 14] (PP Baitul Hikmah, diasuh oleh Prof. Dr. Phil. K. Sahiron Syamsuddin, M.A.)
Tafsir surat al-baqarah ayat 29
Prof. Sahiron memberikan pengantar bahwa ayat ini memberikan lanjutan argumentasi teologis tentang keharusan umat manusia untuk menyembah Allah SWT.
هو الذي خلق لكم
Imam Nawawi menafsirkan penggalan ayat tersebut dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini agar dapat dimanfaatkan kamu semua (manusia), baik dalam hal agama maupun dunia. Terkait dengan manfaat dalam hal agama, Imam Nawawi menjelaskan bahwa penciptaan bumi seisinya itu meneguhkan adanya Allah Swt (berarti manfaat teologis). Sedangkan manfaat duniaw itu berupa terbentuknya badan yang baik dan sehat (ishlāh al-abdān). Pak Sahiron mencontohkan: Dalam penciptaan sapi, manusia dapat mengkonsumsi dagingnya (duniawi, kesehatan badan), dan dapat digunakan juga untuk ibadah kurban (agama).
Bagi Imam Nawawi, termasuk dalam urusan agama juga adalah bahwa setiap yang ada di muka bumi ini merupakan landasan dalam meng-esa-kan Allah.
ما في الارض جميعا ثم استوى إلى السماء
Imam Nawawi menakwilkan kata istawā ilā al-samā' (yang secara bahasa berarti 'bersemayam ke langit') dengan 'qashada ilā khalq al-sama', yang berarti 'Allah berkehendak untuk menciptakan langit".
Ayat ini menunjukkan bahwa irodah Allah memiliki relasi dengan sesuatu yang baru, dalam hal ini adalah menciptakan langit yang sebelumnya tidak ada. Dengan begitu, hal ini berkaitan pula dengan qudroh (kekuasaan) Allah dalam menciptakan langit.
Catatan: Berdasarkan redaksi ini dapat dikatakan bahwa bisa jadi bumi diciptakan terlebih dahulu sebelum langit, namun hal ini merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak bisa diketahui secara pasti.
فسواهن سبع سموات
Imam Nawawi menfasirkan penggalan ayat tersebut dengan: "Allah menjadikan tujuh langit." Beliau mengatakan: "Secara singkat, ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan bumi secara غير بسط yaitu "tidak terhampar", (dan berarti bulat) dalam waktu dua hari, kemudian Allah menciptakan langit berjumlah 7 tingkatan secara مبسوط atau terhampar selama dua hari. Setelah itu, segala sesuatu yang ada di muka bumi diciptakan.
Catatan: Pak Sahiron menambahkan keterangan bahwa sebagian ilmuaan menjelaskan bahwa yg dimaksud dengan 'tujuh langit' adalah lapisan langit atau tempat beredarnya bintang atau galaksi. Sementara itu, dalam riwayat tentang isra' mi'raj diceritakan secara literal bahwa langit memiliki tujuh tingkatan.
Ibnu Masud meriwayatkan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dari air, ketika Allah menghendaki menciptakan sesuatu, maka Allahb mengeluarlah dari air itu sebuah dukhān atau asap yang membumbung tinggi dan Allah menamainya langit. Setelah itu, air tersebut dikeringkan dan dijadikan Allah sebagai bumi. Setelah terbentuk, bumi dipecah menjadi tujuh bagian dalam dua hari, yaitu pada hari Ahad dan hari Senin. Ibnu Masud menceritakan bahwa bumi tersebut terletak di atas ikan paus raksasa yang berada di perairan di atas batu besar yang halus. Batu tersebut berada di atas kerajaan yang terletak di atas batu besar yang kasar. Batu besar tersebut terletak di atas angin. Ketika ikan tersebut bergerak, maka bumi berguncang dan Allah menciptakan gunung dari guncangan tersebut.
Pak Sahiron mengomentari bahwa cerita tentang penciptaan alam ini merupakan asumsi manusia. Tentang hakikatnya, Allah saja yang mengetahui.
و هو بكل شيء عليم
Imam Nawai mengatakan: "Tidak mungkin Allah menciptakan langit, bumi, dan segala sesuatunya yang penuh keajaiban dan keanehan, kecuali Allah itu mengetahui segala sesuatu di langit dan bumi secara detil dan menyeluruh.
Pak Sahiron menerangkan bahwa menurut Madzhab Suni, Allah mengetahui segala sesuatu secara detail di langit dan bumi. والله اعلم بالصواب
Diringkas oleh: Shil Viina Rohmaniyah