WABAH CORONA

Dalam menghadapi wabah corona muncul berbagai pandangan yang berkembang dan masing-masing memiliki argumentasi dengan pendekatan bayani, burhani, maupun irfani. Kesemuanya sangat dipengaruhi oleh "religious experience" dan literatur yang dipedomani.

Berbagai fatwa bermunculan untuk merespons kegelisahan masyarakat, khususnya berkaitan persoalan ibadah. Para budayawan menghasilkan syair dan puisi yang sangat indah memuji kebesaranNya. Selain itu dari segi kemanusiaan berbagai pihak saling tolong menolong demi menyelesaikan wabah corona. Inilah indahnya keberagamaan dan kebersamaan di negeri tercinta ini.

Sejalan dengan itu ada pernyataan sangat populer yang dapat direnungkan bersama "Likulli syain hikmatun", setiap peristiwa pasti membawa hikmah. Sebelum peristiwa ini terjadi sebetulnya istilah "corona" sudah lama dikenal di Dunia Astronomi Islam. Corona merupakan sesuatu yang diburu para observer seluruh dunia untuk memperoleh keindahannya saat terjadi Gerhana Matahari Total. Kini istilah corona menjadi sesuatu yang ditakuti oleh umat manusia sedunia.

Realitas ini menunjukkan bahwa "corona" baik yang dihindari maupun dicari adalah ciptaan Allah swt. Hal ini menyadarkan bahwa semua ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Semuanya mengajarkan kepada manusia untuk berpikir positif. Selalu ridla terhadap sesuatu yang tidak sesuai keinginan dan selalu bersyukur terhadap sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Pikiran positif akan menghasilkan banyak ide yang konstruktif sebagaimana ketika terjadi Gerhana Matahari Total menjadi peristiwa yang dinanti dan menghasilkan ide-ide cemerlang seperti pembuatan kaca mata gerhana terbesar dan masuk rekor MURI. Begitu pula pada saat ini ditemukan "disinfectant otomatis" dan di dunia kuliner muncul istilah "Sayur Corona" sebagai respons positif untuk penangkal Covid-19. Peristiwa wabah covid-19 ini juga mengajarkan kepada umat manusia, khususnya umat Islam agar tidak terjebak bersih lahir semata tetapi perlu juga memperhatikan kebersihan batin. Para ilmuwan tidak terjebak dengan paradigma monodisiplin dan dikhotomi yang berlebihan. Saatnya para ilmuwan saling menyapa, bergandengan tangan, tidak menyombongkan diri, dan menyadari ilmu yang dimiliki sangat terbatas. Perpaduan natural sains dan sosial sains merupakan sebuah keniscayaan. Otoritas kolaboratif-kolektif lebih utama dibandingkan otoritas individual-personal. Akhirnya marilah memaksimalkan ikhtiar sekaligus bertawakal menghadapi corona yang dihindari maupun dicari sehingga ketika berhasil tidak lupa kepada sang Maha Pencipta.

Ya Rahman Ya Rahim

Ampunilah dosa kami Engkaulah yang menggenggam Isi langit dan bumi Jauhkanlah kami dari wabah corona Dengan sentuhan kasih sayangMu Berikanlah kesempatan kepada kami Melihat indahnya corona Saat Gerhana Matahari Total Pada masa yang akan datang Semata-mata karenaMu Dan untuk melihat kebesaranMu. Wa Allahu A'lam bi as-Swab

Oleh : Prof. Dr. Susiknan Azhari, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler