Bertempat di smart room fakultas Usuluddin dan pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sekolah Lintas Iman (SLI) XVI dengan tema
"Peran Orang Muda Lintas Iman dalam Membangun Budaya dan Keterampilan
Mengelola Sampah di Yogyakarta”, Sabtu 15/2/2025. Adapun pengelola dan
fasilitator SLI adalah Pdt. Dr. Wahyu Nugroho dari Fakultas Teologi Universitas
Kristen Duta Wacana, Rm. Dr. Yohanes B. Prasetyantha, MSF, Fakultas Teologi
Universitas Sanata Dharma, Dr. Ahmad Salehudin, dan Roni Ismail, S.Th.I., M.Si.
dari Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, serta Pdt. Elga J. Sarapung,
Noorhalis Madjid, dan Otto A. Yulianto, dari Institut DIAN/Interfidei.
Pembukaan SLI XVI diawali dengan penandatangan MOU oleh pimpinan empat lembaga penyelenggara, yaitu Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi Hasan, Ph.D., Rektor Universitas Sanata Dharma (USD) Albertus Bagus Laksana, S.J., S.S., Ph.D., Rektor Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta Dr. Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T., dan Sekretaris Badan Pengurus Institut Dialog Antariman di Indonesia (Institut DIAN/Interfidei) Drs. Pande Made Kutanegara, M.Si., Ph.D. Dalam penandatangan MOU tersebut juga hadir Wakil Rektor bidang kemahasiswaan dan kerjasama UIN Sunan Kalijaga Dr. Abdur Rozaki, M.Si., dan Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma (USD) Prof. Dr. C.B. Mulyatno, Pr.
Menurut Rektor UIN Sunan Kalijaga, Penandatanganan MOU SLI Memiliki dua makna strategis. Pertama, MOU tersebut merupakan bentuk kesadaran bersama untuk senantiasa membangun kerja sama antara umat yang berbeda keyakinan. Perbedaan keyakinan tidak menjadi penghalang untuk bekerja sama membangun pengetahuan dan sikap toleransi. Kedua, bagi UIN Sunan Kalijaga MOU ini merupakan bentuk nyata untuk terus berkhidmat ,membangun peradaban lebih baik di tengah efisiensi anggaran yang di canangkan oleh pemerintah. “Saya sangat senang dan menyambut baik MOU ini. Sangat strategis untuk membangun peradaban umat manusia yang toleran untuk hidup bersama, dan berbiaya murah”, ungkapnya.
Sebelumnya direktur Intitute Institut DIAN/Interfidei) Pdt. Elga J.
Sarapung menyampaikan bahwa kurikulum kuliah “Dialog dalam Aksi” SLI terdiri
dari 10 persen orientasi lapangan, 60 persen kunjungan lapangan dan live in,
serta 30 persen refleksi. Kunjungan lapangan dipilih atas dasar interrelasi
antara isu terkait dengan fokus studi dan konteks lapangan yang mendukung.
“Dengan cara tersebut, para peserta SLI diharapkan memiliki pengalaman praksis
berdialog antar agama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi bersama,”
paparnya.
Menurut Ahmad Salahudin, sekolah lintas iman merupakan upaya nyata
untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kita hidup bersama orang lain yang berbeda.
Globalisasi yang terjadi saat ini memungkinkan orang menjadikan pihak lain
sebagai ancaman. Pandangan ini biasanya akan diikuti dengan sikap membangun
tembok-tembok atau menggali jurang-jurang pemisah, maka melalui SLI kita
membangun jembatan-jembatan penghubung. “Jika ada yang membangun tembok dan
menggali jurang pemisah, tugas kita untuk membangun jembatannya,” ungkap Wakil Dekan
bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN
Sunan Kalijaga. (Tim Humas)