Dalam
suasana hangat nan penuh makna di penghujung minggu pertama pada bulan Syawal,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar Hikmah Syawalan pada Selasa (8/4/2025)
di loby Gedung Prof. KH. Saifuddin Zuhri PAU, Lantai I dengan suasana yang berbeda
tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tak sekadar ajang silaturahmi, acara ini
menjelma menjadi ruang kontemplatif bagi sivitas akademika untuk merefleksikan
nilai-nilai ketakwaan, kepemimpinan, dan visi kemanusiaan.
Tampil
sebagai narasumber utama, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Abdullah Rektor Tahun 2001
sd 2010 dan salah satu pemikir terkemuka dalam dunia keislaman
Indonesia—menyuguhkan untaian hikmah yang tidak hanya menyentuh spiritualitas,
namun juga menyentuh jantung kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
“Puasa di
bulan Ramadan bukan sekadar ritual menahan lapar dan dahaga, melainkan sekolah
spiritual untuk membentuk manusia bertakwa,” ujar Prof. Amin mengawali
tausiyahnya. Dalam konteks itu, ia mengajak seluruh pimpinan, dosen, dan staf
untuk menjadikan bulan Syawal sebagai momentum melahirkan karakter-karakter
unggul sebagaimana yang digambarkan dalam Surat Ali Imran ayat 134.
"Orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Ayat
tersebut, menurut Prof. Amin, memuat fondasi etika sosial yang sangat kuat bagi
siapa saja yang memikul tanggung jawab publik: kemurahan hati dalam segala
kondisi, kedewasaan dalam mengelola emosi, dan kelapangan jiwa dalam memaafkan.
Ia
mengurai lebih jauh bahwa “الْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ” atau kemampuan menahan
amarah adalah bentuk pengendalian diri yang tinggi, sebuah karakter penting
dalam organisasi yang plural. Sedangkan “الْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ” atau
memaafkan kesalahan orang lain adalah bentuk kearifan yang lahir dari kekuatan
hati, bukan kelemahan.
Tak hanya
berhenti pada nilai-nilai spiritual, Prof. Amin juga berbagi pelajaran berharga
dari dinamika kepemimpinan lintas periode di kampus UIN Sunan Kalijaga. Salah
satu hikmah yang ia tekankan adalah pentingnya risk awareness dalam
manajemen kelembagaan.
“Pemimpin
yang baik adalah mereka yang mampu mencium risiko dari jauh, bahkan ketika
risiko itu masih berupa bayangan,” tegasnya. Ia menambahkan, bahwa kemampuan
melihat masa depan dari horizon yang lebih luas—looking future from future—adalah
kebutuhan mendasar bagi setiap pemimpin di era yang cepat berubah.
Dengan
semangat itu, ia menyinggung kembali sejarah pembangunan ruang Lobby tempat
berlangsungnya acara. Dulu, tempat ini hanyalah ruangan-ruangan kecil penuh
sekat. Namun jauh sebelum dibutuhkan, ia telah mengusulkan pembongkaran
sekat-sekat tersebut untuk menciptakan ruang luas yang fungsional—dan kini,
bertahun-tahun kemudian, barulah ruang itu menemukan manfaatnya.
“Hari ini
kita duduk bersama di ruang yang dulu dipersiapkan dengan imajinasi masa depan.
Itulah kepemimpinan yang berpikir jauh melampaui hari ini,” pungkas Prof. Amin,
disambut haru dan tepuk tangan hadirin.
Dalam semangat
syawalan yang penuh kehangatan, acara ini tidak hanya menjadi perayaan
silaturahmi, tetapi juga ruang perenungan akan pentingnya membangun karakter,
memelihara ketulusan, dan menanamkan visi kepemimpinan yang bijak dan
antisipatif.
Pesan yang
sangat mendalam kepada semuanya terutama pimpinan dan dosen “haram hukumnya
pimpinan marah” demikian juga dosen marah terhadap mahasiswa maupun siapa saja.
Hal ini penting bagi keberlangsungan menciptakan suasana yang rahmah saling
menyayangi dan mengasihi.
Syawalan
di UIN Sunan Kalijaga kali ini bukan hanya tentang saling memaafkan, tetapi
juga tentang saling menguatkan—agar kampus ini terus menjadi rumah ilmu, ruang
damai, dan cahaya peradaban bagi generasi yang akan datang. (humassk)