WhatsApp Image 2025-04-24 at 16.34.57 (1).jpeg

Kamis, 24 April 2025 16:53:00 WIB

0

ICRS Selenggarakan Unconference Internasional Bahas Polarisasi dan Ketidakpuasan di Negara Selatan Global


Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) menyelenggarakan kegiatan Unconference internasional bertajuk “Polarization and Its Discontent in the Global South: Mitigation Measures, Strategies, and Policies” pada 24–25 April 2025 di Gedung University Club Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kegiatan ini menjadi bagian dari inisiatif global Ford Foundation terkait riset polarisasi dan penguatan demokrasi.

Berbeda dari konferensi konvensional, Unconference merupakan forum berbasis partisipasi yang memberikan ruang kepada peserta untuk menentukan arah diskusi, berbagi pengalaman, serta membangun kolaborasi lintas isu dan negara. Kegiatan ini diikuti oleh akademisi, peneliti, aktivis, dan pembuat kebijakan dari berbagai negara di Global South seperti Indonesia, Kolombia, Brasil, Afrika Selatan, Malaysia, dan Inggris.

Dalam sesi Clusters Introduction dijelaskan tentang empat klaster utama pembahasan:

  • Fatimah Husein membahas Gender dan Keadilan Sosial
  • Dicky Sofjan membahas Agama dan Polarisasi Politik
  • Zainal Abidin Bagir membahas Polarisasi dan Keadilan Lingkungan
  • Leo Chrysostomos Epafras membahas Inklusi Digital dan Komunitas Adat

Sesi pleno diisi oleh tokoh-tokoh internasional seperti Daniel Medina (Institute for Integrated Transitions, Kolombia), Ana Evangelista (Institute of Studies on Religion/ISER, Brasil), Nicholas Adams dan David Cheetham (University of Birmingham, UK), Nurhuda Ramli (IMAN Research, Malaysia), serta sejumlah akademisi dan aktivis lokal.

Salah satu agenda menarik dalam klaster Gender, Polarisasi, dan Keadilan Sosial adalah pemutaran film dokumenter "Three Voices" (2023), yang menampilkan tiga perempuan Muslim Indonesia dari organisasi keagamaan berbeda dalam membahas perjuangan menghadapi ketimpangan gender. Film ini menjadi pemantik diskusi tentang peran narasi keagamaan dalam memperkuat atau mengurangi polarisasi berbasis gender.

Dalam klaster Polarisasi dan Keadilan Lingkungan, ICRS bersama CERAH Foundation dan ISER Brasil memaparkan hasil riset kolaboratif mengenai narasi lingkungan, energi hijau, dan ketimpangan antara kebijakan nasional dan kebutuhan komunitas lokal.

Sementara itu, klaster Inklusi Digital dan Komunitas Penghayat menyoroti temuan riset tiga tahun ICRS yang menunjukkan bahwa komunitas adat dan penghayat kepercayaan menghadapi tantangan besar dalam mengakses dan berpartisipasi dalam ruang digital, baik karena keterbatasan infrastruktur maupun diskriminasi sistemik.


Unconference ini tidak menghasilkan resolusi resmi, namun melahirkan jaringan kolaborasi antar peserta dari berbagai negara yang akan terus berlanjut pasca acara. Seusai sesi terakhir, para peserta tak langsung bubar. Mereka berkerumun, bertukar kartu nama, rencana proyek kolaborasi, atau sekadar bertanya: “Apa yang bisa saya bantu untuk komunitasmu?” Inilah semangat sejati dari forum semacam ini: menjembatani dunia yang tercerai, bukan dengan jargon, tapi dengan empati.“Kami tidak hadir untuk sepakat, tapi untuk saling memahami, tidak ada rekomendasi resmi yang kami keluarkan” ujar Dr. Dicky Sofjan, dosen ICRS dan salah satu penggagas acara ini.

ICRS, sebagai konsorsium interdisipliner dari UGM, UKDW, dan UIN Sunan Kalijaga, berkomitmen untuk mendorong dialog kritis dan penelitian kolaboratif lintas budaya, agama, dan negara demi membangun masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan harmonis. (humasuinsk)