Unit Kegiatan Mahasiswa Mahasiswa Pencinta Alam (MAPALASKA) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bekerja sama dengan DMC Dompet Dhuafa, menggelar “Jogja Njogo Jagad; Dari Jogya untuk Alam, dari Alam untuk Kita” pada Sabtu (3/5/2025). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperingati Hari Bumi ini digelar di Kawasan Omah Noto Plankton Merdikerjo, tempel. Namun lebih dari sekadar peringatan tahunan, kegiatan ini menyuarakan pesan mendalam tentang relasi manusia dengan alam.
Ekoteologi menjadi kunci dalam kegiatan ini. Sebuah gagasan yang menempatkan alam sebagai bagian dari relasi spiritual manusia, tidak hanya habluminallah dan habluminannas, tetapi juga habluminal ‘alam. Hal inilah yang ditekankan oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN Sunan Kalijaga, Dr. Abdur Rozaki.
“Saat ini banyak orang sudah tidak peka terhadap kerusakan lingkungan. Jarang yang menanam pohon atau sekadar peduli pada kondisi sekitar. Alam bukan benda mati yang bisa dieksploitasi sesuka hati,” tegasnya. “Karena itu, mari kita mulai dari langkah kecil, seperti hari ini, menanam pohon, mulai dari diri sendiri.” Pungkasnya.
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber dari Dompet Dhuafa dan tokoh lingkungan, yang memberikan edukasi kepada peserta sebelum aksi lapangan dimulai.
Ketua DMC Dompet Dhuafa, Shofa Qudus dalam pesannya menekankan pentingnya pengurangan risiko bencana sebagai pendekatan preventif yang jauh lebih efektif dari pada respons pasca-bencana.
“Belajar dari tsunami di Jepang, 96% bantuan datang dari diri sendiri. Menunggu bantuan tidak bisa diandalkan. Maka, menjaga alam adalah bentuk kesiapsiagaan terbaik,” ungkapnya. “
Sementara itu, Ketua Trash Ranger Jogja Abdul Malik Lubis mengajak peserta untuk merenungkan spiritualitas ekologis yang sering kali dilupakan. “Masyarakat modern terlalu menyepelekan alam, menjadikannya semata-mata sebagai objek. Padahal, keimanan tidak hanya dibuktikan melalui ibadah ritual, tetapi juga lewat kepedulian terhadap lingkungan.” ujarnya
Upaya untuk peduli terhadap lingkungan tidak harus dimulai dari hal besar. Justru, perubahan bisa diawali dari langkah-langkah kecil yang konsisten, sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Mulai dari memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik, hingga menanam pohon, semua dapat menjadi kontribusi bermakna. "Yang terpenting adalah kemauan untuk memulai dan melibatkan nilai-nilai spiritual dalam setiap aksi nyata menjaga bumi," tambahnya.
Sementara itu, ditemui di tempat yang berbeda, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi Hasan mendukung penuh kegiatan yang diinisiasi oleh Mapalaska tersebut. “Kegiatan ini merupakan wujud nyata kepedulian mahasiswa terhadap pelestarian lingkungan serta komitmen mereka dalam mendukung program-program nasional Asta Cita dan Asta Prioritas Kementerian Agama, khususnya dalam konteks ekoteologi yang telah digagas oleh Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Saya mengapresiasi dan mendukung penuh inisiatif ini dan berharap kegiatan ini menginspirasi organisasi-organisasi mahasiswa lainnya” ungkapnya.
Usai talkshow, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Dengan membawa bibit pohon, mereka menyusuri aliran sungai di sekitar kawasan Omah Noto. Di tiap tepi sungai, lubang-lubang digali, akar-akar baru ditanam. Sebuah upaya untuk menghidupkan kembali harapan, memperkuat daya tahan bumi dari kerusakan yang terus mengancam.
Kegiatan sederhana ini menjadi contoh bahwa merawat bumi tidak selalu butuh anggaran besar atau teknologi canggih. Cukup dengan kesadaran, pengetahuan, dan kemauan untuk bergerak.
Dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, suara itu dikumandangkan. Suara yang menolak diam di tengah kerusakan alam. Suara yang mengingatkan, bahwa menjaga bumi adalah menjaga kehidupan kita sendiri.(humassk)