Yogyakarta, 24 September 2025 –
Peluncuran buku terbaru Prof. Mitsuo Nakamura, seorang profesor emeritus asal
Jepang, di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, bukan sekadar perayaan penerbitan.
Acara ini bertransformasi menjadi forum refleksi mendalam mengenai metodologi
kajian Islam dan identitas Muslim Nusantara. Para penanggap, termasuk Prof.
Siti Syamsiatun, Prof. Mahasin, dan Prof. Nur Ikhwan, sepakat bahwa karya
Nakamura adalah teladan studi Islam yang jujur, komprehensif, dan menolak
pandangan simplistik Barat.
Kesarjanaan
yang Jujur: Menggugurkan Teori Sekularisasi
Prof. Nakamura, yang telah mengamati
Islam di Indonesia selama 52 tahun, dipuji karena integritas dan ketelitiannya.
Ia dinilai sukses menantang narasi akademis Barat yang dominan.
- Menolak Pendekatan Eksternalis: Prof. Nur Ikhwan
menyoroti kritik Nakamura terhadap kecenderungan ilmu sosial yang hanya
mengkaji "aksesori luaran" (simbol dan lembaga) agama, tanpa
memahami "keyakinan hidup personal" (a personal living faith)
yang dihayati oleh penganutnya. Nakamura menegaskan, untuk memahami
komunitas Muslim, Antropologi Muslim harus menjadi Antropologi Islam.
- Menentang Teori Sekularisasi: Prof. Nakamura sendiri
menggarisbawahi kegagalan Teori Sekularisasi Barat, yang memprediksi
menyusutnya peran agama di tengah modernisasi. Realitas di Kota
Gede—dengan suburnya pengajian di era 70-an—justru menunjukkan bahwa
kemajuan material tidak dapat menggantikan eksistensi agama.
Tradisi
Besar dan Kecil: Identitas Islam Melayu yang Mandiri
Kontribusi terbesar Nakamura,
seperti yang dijelaskan oleh Prof. Mahasin, adalah pengakuannya terhadap Islam
di Indonesia sebagai Peradaban Islam Melayu.
- Jati Diri Nusantara: Islam di sini bukanlah salinan,
melainkan perpaduan antara Tradisi Besar (norma Islam universal) dengan Tradisi
Kecil (praktik lokal), menghasilkan "rasa khas" Indonesia.
- Kritik Kultural: Refleksi dari buku ini menyerukan
kemandirian intelektual. Prof. Mahasin menekankan perlunya
mengimplementasikan prinsip “Arab digarap, Londo digowo” (Arab diolah,
Barat dibawa yang baiknya). Ini adalah seruan untuk percaya diri: Muslim
Indonesia tidak perlu meniru Arab untuk menjadi Islami, maupun meniru
Barat secara buta untuk menjadi modern.
"Londo
Jepang" dan Inspirasi Personal di Kota Gede
Prof. Siti Syamsiatun membagikan
kesaksian personal yang humanis. Kehadiran keluarga Nakamura di Kota Gede, yang
dijuluki "Londo Jepang", ternyata menjadi inspirasi sosial:
- Teladan Gaya Hidup: Gaya hidup keluarga Nakamura yang bersih,
rapi, dan tertib—bahkan hingga putra bungsunya, Jiro, memenangkan kontes
Bayi Sehat Aisyiyah—menjadi teladan bagi masyarakat setempat.
- Dampak Institusi: Secara langsung, saran konstruktif
Nakamura menginspirasi Aisyiyah untuk membuat indikator terukur dalam
mencapai tujuan organisasi (misalnya: tujuh karakter perempuan
berkemajuan). Pengakuan Nakamura bahwa Aisyiyah kurang terpublikasi juga
memicu lahirnya inisiatif International Research on Aisyiyah Studies.
Pelajaran
untuk Peneliti Muda
Peluncuran buku ini ditutup dengan
nasihat metodologis bagi generasi peneliti berikutnya. Intinya, penelitian
tidak cukup hanya berbekal teori, tetapi harus didukung integritas dan
kedalaman lapangan:
- Integritas dan Etika: Peneliti harus jujur, teliti, dan
non-judgemental, serta memberikan saran hanya jika diminta.
- Metode Komprehensif: Lakukan etnografi mendalam (participant
observation) yang didukung dengan penelusuran dokumen sejarah lokal
untuk mendapatkan perspektif perubahan sosial yang utuh dan jangka
panjang.
- Hubungan Personal: Transformasi terpenting peneliti
adalah ketika ia berubah dari sekadar pengamat menjadi "bagian dari
keluarga" subjeknya, yang menghasilkan insight yang tak
ternilai harganya.
Buku Prof. Mitsuo Nakamura adalah
pengingat penting bahwa kajian Islam yang otentik harus berani menolak teori
siap pakai, berakar pada realitas lapangan, dan memadukan yang besar dengan
yang kecil, yang klasik dengan yang modern. Karya ini harus menjadi bacaan
wajib di lingkungan akademik Islam di Indonesia. (humassk)