WhatsApp Image 2025-09-25 at 14.20.32.jpeg

Kamis, 25 September 2025 14:21:00 WIB

0

Peluncuran Buku dan Refleksi Kesarjanaan: Mitsuo Nakamura Menggagas Antropologi Islam Nusantara

Yogyakarta, 24 September 2025 – Peluncuran buku terbaru Prof. Mitsuo Nakamura, seorang profesor emeritus asal Jepang, di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, bukan sekadar perayaan penerbitan. Acara ini bertransformasi menjadi forum refleksi mendalam mengenai metodologi kajian Islam dan identitas Muslim Nusantara. Para penanggap, termasuk Prof. Siti Syamsiatun, Prof. Mahasin, dan Prof. Nur Ikhwan, sepakat bahwa karya Nakamura adalah teladan studi Islam yang jujur, komprehensif, dan menolak pandangan simplistik Barat.

Kesarjanaan yang Jujur: Menggugurkan Teori Sekularisasi

Prof. Nakamura, yang telah mengamati Islam di Indonesia selama 52 tahun, dipuji karena integritas dan ketelitiannya. Ia dinilai sukses menantang narasi akademis Barat yang dominan.

  1. Menolak Pendekatan Eksternalis: Prof. Nur Ikhwan menyoroti kritik Nakamura terhadap kecenderungan ilmu sosial yang hanya mengkaji "aksesori luaran" (simbol dan lembaga) agama, tanpa memahami "keyakinan hidup personal" (a personal living faith) yang dihayati oleh penganutnya. Nakamura menegaskan, untuk memahami komunitas Muslim, Antropologi Muslim harus menjadi Antropologi Islam.
  2. Menentang Teori Sekularisasi: Prof. Nakamura sendiri menggarisbawahi kegagalan Teori Sekularisasi Barat, yang memprediksi menyusutnya peran agama di tengah modernisasi. Realitas di Kota Gede—dengan suburnya pengajian di era 70-an—justru menunjukkan bahwa kemajuan material tidak dapat menggantikan eksistensi agama.

Tradisi Besar dan Kecil: Identitas Islam Melayu yang Mandiri

Kontribusi terbesar Nakamura, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Mahasin, adalah pengakuannya terhadap Islam di Indonesia sebagai Peradaban Islam Melayu.

  • Jati Diri Nusantara: Islam di sini bukanlah salinan, melainkan perpaduan antara Tradisi Besar (norma Islam universal) dengan Tradisi Kecil (praktik lokal), menghasilkan "rasa khas" Indonesia.
  • Kritik Kultural: Refleksi dari buku ini menyerukan kemandirian intelektual. Prof. Mahasin menekankan perlunya mengimplementasikan prinsip “Arab digarap, Londo digowo” (Arab diolah, Barat dibawa yang baiknya). Ini adalah seruan untuk percaya diri: Muslim Indonesia tidak perlu meniru Arab untuk menjadi Islami, maupun meniru Barat secara buta untuk menjadi modern.

"Londo Jepang" dan Inspirasi Personal di Kota Gede

Prof. Siti Syamsiatun membagikan kesaksian personal yang humanis. Kehadiran keluarga Nakamura di Kota Gede, yang dijuluki "Londo Jepang", ternyata menjadi inspirasi sosial:

  • Teladan Gaya Hidup: Gaya hidup keluarga Nakamura yang bersih, rapi, dan tertib—bahkan hingga putra bungsunya, Jiro, memenangkan kontes Bayi Sehat Aisyiyah—menjadi teladan bagi masyarakat setempat.
  • Dampak Institusi: Secara langsung, saran konstruktif Nakamura menginspirasi Aisyiyah untuk membuat indikator terukur dalam mencapai tujuan organisasi (misalnya: tujuh karakter perempuan berkemajuan). Pengakuan Nakamura bahwa Aisyiyah kurang terpublikasi juga memicu lahirnya inisiatif International Research on Aisyiyah Studies.

Pelajaran untuk Peneliti Muda


Peluncuran buku ini ditutup dengan nasihat metodologis bagi generasi peneliti berikutnya. Intinya, penelitian tidak cukup hanya berbekal teori, tetapi harus didukung integritas dan kedalaman lapangan:

  1. Integritas dan Etika: Peneliti harus jujur, teliti, dan non-judgemental, serta memberikan saran hanya jika diminta.
  2. Metode Komprehensif: Lakukan etnografi mendalam (participant observation) yang didukung dengan penelusuran dokumen sejarah lokal untuk mendapatkan perspektif perubahan sosial yang utuh dan jangka panjang.
  3. Hubungan Personal: Transformasi terpenting peneliti adalah ketika ia berubah dari sekadar pengamat menjadi "bagian dari keluarga" subjeknya, yang menghasilkan insight yang tak ternilai harganya.

Buku Prof. Mitsuo Nakamura adalah pengingat penting bahwa kajian Islam yang otentik harus berani menolak teori siap pakai, berakar pada realitas lapangan, dan memadukan yang besar dengan yang kecil, yang klasik dengan yang modern. Karya ini harus menjadi bacaan wajib di lingkungan akademik Islam di Indonesia. (humassk)