Jejak kepakaran dan advokasi Prof. Alimatul Qibtiyah dalam isu gender dan inklusi sosial kembali mendapat sorotan dunia. Ia resmi dinobatkan sebagai peraih The 2025 Promoting Women’s Empowerment and Social Inclusion Award dalam ajang bergengsi Australian Alumni Awards yang berlangsung pada Kamis malam, 20 November 2025, di Jakarta.
Penghargaan prestisius yang diberikan oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta tersebut menjadi pengakuan monumental atas kiprah Prof. Alimatul yang konsisten, visioner, dan berpengaruh besar dalam mendorong kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, serta inklusi sosial. Dedikasinya dinilai bukan hanya berdampak signifikan bagi komunitas akademik, tetapi juga memberikan inspirasi luas bagi gerakan sosial dan kebijakan publik di Indonesia.
Dalam pidatonya di malam tersebut, ia membagikan jejak perjalanan hidup yang membentuk tekadnya. "Saya besar dari Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, juga dari Aisyiyah, Muhammadiyah, dan Komnas Perempuan serta KUPI. Saya seorang perempuan anti-korupsi, dan itu yang membuat saya tetap mantap berjuang, meski sering diintimidasi western, liberal dari berbagai arah. Saya tidak peduli terhadap hal itu," ujarnya tegas.
Prof. Alim tak lupa menyinggung peran keluarga yang selalu menjadi fondasi kekuatannya. "Terima kasih kepada keluarga saya, yang menjadi support system luar biasa dalam setiap langkah hidup saya," tambahnya.
Menurutnya penghargaan yang diterimanya, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi bagi semua yang telah berjuang. "Penghargaan ini dipersembahkan bagi individu-individu pemberani yang menjadi agen perubahan sejati, mereka yang terus mendorong kekuatan transformatif dan memastikan setiap karya serta upaya kita berorientasi pada keadilan dan inklusi. Kita telah bergerak dari ego system menuju eco system, dengan hati yang tulus, pikiran yang terbuka, dan tekad yang teguh." Tandasnya.
Kemenangan ini tidak hadir tiba-tiba. Rekam jejak panjang Prof. Alim dalam mendorong perubahan sistemik menjadi salah satu alasan utama ia dipilih. Ia dikenal sebagai pelopor kebijakan, program sosial, dan berbagai intervensi yang memperluas akses, partisipasi, dan perlindungan bagi perempuan, penyandang disabilitas, hingga kelompok rentan lainnya. Komitmen tersebut membuatnya menonjol sebagai figur yang konsisten memperjuangkan keadilan gender, baik di tingkat lokal maupun global.
Sebagai akademisi, Prof. Alim mengabdi sebagai Guru Besar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga serta mengajar di Program S2 Komunikasi dan Penyiaran Islam. Pendidikan doktoralnya di Western Sydney University memperkuat landasan ilmiahnya dalam isu Contemporary Muslim Society, yang kemudian ia kembangkan dalam kajian feminisme muslim. Karya ilmiahnya, termasuk buku terbaru Media, Gender, dan Feminisme di Indonesia, memperlihatkan bagaimana ia membina generasi baru yang peka terhadap isu gender dan media.
Kiprahnya di luar kampus semakin menegaskan pengaruhnya. Ia pernah menjadi Komisioner Komnas Perempuan, memimpin LPPA ‘Aisyiyah Pimpinan Pusat selama bertahun-tahun, serta menjadi bagian dari Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Posisi-posisi ini memberinya ruang untuk memadukan riset akademik, advokasi kebijakan, dan pemberdayaan komunitas, sehingga gagasan yang ia perjuangkan tidak berhenti di ruang wacana, tetapi menjelma menjadi tindakan nyata.
Kontribusinya juga merambah pada pendidikan publik dan pendampingan masyarakat. Ia menjadi reviewer beasiswa LPDP, instruktur nasional program Bimbingan Perkawinan Kementerian Agama, hingga konsultan isu keluarga dan perlindungan perempuan. Semua peran ini membangun portofolio panjang yang memperlihatkan konsistensinya dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan.
Dengan kemenangan ini, kiprah Prof. Alim bukan sekadar diakui, tetapi ditegaskan sebagai kontribusi penting bagi lanskap keadilan gender dan inklusi sosial di Indonesia. Penghargaan tersebut menjadi cermin bahwa perjuangan panjang, konsisten, dan berani benar-benar dapat menggema hingga panggung global.(humassk)