eb176bfb-1143-44b2-94c8-6ad27449c9cd.jpg

Kamis, 27 November 2025 05:41:00 WIB

0

Program Pengimbasan ToT 2025 Bekerja Sama dengan Baznas RI: Terobosan PLD UIN Sunan Kalijaga dalam Literasi Keagamaan Difabel Tunarungu

Prinsip inklusivitas di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terus diuji dalam praktik. Di tengah derasnya tuntutan agar perguruan tinggi memberi ruang setara bagi penyandang disabilitas, kampus ini berupaya menghadirkan model layanan yang tidak berhenti pada slogan. Salah satu bentuk konkritnya tampak pada penyelenggaraan Program Pengimbasan Training of Trainer (ToT) Pengajaran Al-Qur’an Isyarat 2025, Rabu (26/11/2025) di Gedung Rektorat Lama Lt 2. Program yang digelar Pusat Layanan Difabel (PLD) bekerja sama dengan Baznas RI itu menandai langkah penting dalam memperluas akses pengetahuan agama bagi penyandang tunarungu.

Upaya menghadirkan inklusivitas bukan hal baru bagi UIN Sunan Kalijaga. Koordinator PLD UIN Sunan Kalijaga Dr. Asep Jahidin menuturkan, sejak 2013 kampus ini secara konsisten menghadirkan penerjemah bahasa isyarat dalam khutbah Jumat di Masjid kampus. Kebijakan itu menjadi salah satu praktik paling awal di kampus PTKIN, dan menjadi fondasi bagi pengembangan layanan-layanan berikutnya.

Komitmen tersebut terus berkembang seiring meningkatnya jumlah mahasiswa difabel, terutama tuli, yang kini mencapai sekitar 35 orang dan tersebar di berbagai fakultas. Dalam konteks inilah kebutuhan pembelajaran Al-Qur’an yang dapat diakses oleh penyandang tunarungu menjadi semakin mendesak.

“Bagi mahasiswa tuli, hambatan tidak hanya terkait pendengaran. Mereka juga kesulitan mengakses teks Arab yang kompleks. Pedoman Al-Qur’an Isyarat memang telah disusun Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ), tetapi penggunaannya tidak mudah tanpa pelatihan,” ujar Asep.

Selama ini, literasi keagamaan difabel di Indonesia lebih banyak terfokus pada layanan untuk penyandang netra, yang telah memiliki tradisi panjang dalam penggunaan huruf braille. Namun bagi penyandang tuli, kesenjangan akses masih sangat lebar. Mereka tidak dapat mendengar bacaan Al-Qur’an, sementara akses membaca teks Arab juga terbatas.

Padahal, kebutuhan mereka sama besarnya. Dalam perspektif pendidikan agama, kemampuan membaca Al-Qur’an menjadi bagian penting dari perkembangan spiritual seseorang. Namun elemen itu sering kali terhenti bagi difabel tuli karena tidak adanya media dan pengajar yang memadai.

“Jumlah pengajar Al-Qur’an Isyarat masih sangat terbatas. Sistemnya baru dikenal masyarakat sekitar dua tahun terakhir. Kita perlu mempercepat proses ini,” kata Asep.

Sementara itu, Pelatihan tahun 2025 ini diikuti oleh sekitar 32 peserta, mayoritas guru SLB dan beberapa mahasiswa tunarungu UIN Sunan Kalijaga. Program pengimbasan digelar untuk memastikan bahwa kompetensi pembelajaran Al-Qur’an Isyarat tidak terhenti pada pelatihan tahun lalu, tetapi menyebar lebih luas melalui para peserta sebagai agen pendidik di sekolah masing-masing.

Upaya memperluas pembelajaran Al-Qur’an Isyarat ini mendapat dukungan penuh dari Baznas RI. Melalui Divisi Pendidikan dan Dakwah, Baznas telah menggelar program serupa di sekitar 30 titik di seluruh Indonesia. Di titik Yogyakarta, kegiatan dipusatkan di UIN Sunan Kalijaga.

“Ini adalah bagian dari syiar dakwah inklusif. Sejak 2022, LPMQ telah menerbitkan pedoman membaca Al-Qur’an Isyarat, dan Baznas membantu menyosialisasikannya ke masyarakat,” ujar Izzatul Wafa.

Ia mengungkapkan, bahwa peserta pelatihan diperkenalkan pada dua pendekatan utama dalam pembelajaran Al-Qur’an Isyarat. Metode kitabah digunakan untuk mengisyaratkan Al-Qur’an berdasarkan bentuk teks, termasuk huruf hijaiyah, harakat, serta berbagai tanda baca yang menyertai ayat. Pendekatan ini menekankan ketelitian visual agar penyandang tuli dapat memahami struktur teks secara utuh.

Sementara itu, metode tilawah diarahkan untuk mengisyaratkan bacaan Al-Qur’an sesuai kaidah tajwid. Pada metode ini, panjang-pendek bacaan, hukum-hukum tajwid, dan dinamika lantunan ayat diterjemahkan ke dalam gerakan tangan yang terstruktur.

Ia menambahkan bahwa program inklusiv ini sekaligus menjadi bentuk pemanfaatan dana zakat yang secara langsung meningkatkan kualitas spiritual mustahik. Menurutnya, akses setara terhadap ajaran agama merupakan hak dan kebutuhan yang tidak boleh terhalang oleh disabilitas.

Sementara itu, Ketua pelaksana kegiatan, Muhammad Satrio Mufid Mafendi, menilai bahwa banyak guru SLB sebenarnya antusias, tetapi masih mengalami rasa canggung ketika harus mempraktikkan Al-Qur’an Isyarat. Banyak dari mereka baru mengenal konsep ini pada tahun-tahun terakhir.

“Bagi difabel netra sudah ada braille yang mapan. Tetapi bagi tuli, fasilitasnya masih sangat sedikit. Maka yang terpenting saat ini adalah perkenalan dasar agar guru percaya diri mengajarkannya,” kata Mufid.

Ia juga menekankan perlunya dukungan sistematis, baik dari institusi pendidikan, pemerintah daerah, maupun masyarakat luas. Tanpa dukungan tersebut, kesenjangan akses bagi difabel akan sulit ditutup.

Program pengimbasan ToT Al-Qur’an Isyarat 2025 tidak hanya mempersiapkan guru dan mahasiswa tuli untuk mampu membaca Al-Qur’an. Lebih jauh, program ini menjadi upaya konkret mengubah cara pandang masyarakat terhadap akses pendidikan agama bagi difabel.

UIN Sunan Kalijaga, melalui PLD dan kerja sama dengan Baznas, mencoba menempatkan diri sebagai pelopor model pembelajaran keagamaan inklusif. Dalam konteks nasional, langkah ini menambah diskursus penting mengenai bagaimana ajaran agama bisa disampaikan kepada seluruh umat, tanpa ada yang tertinggal oleh hambatan fisik maupun linguistik.

Di tangan para guru SLB dan para pelatih yang lahir dari program ini, inklusivitas yang sering hanya menjadi slogan kini mulai menemukan bentuk nyatanya. (humassk)