Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi, tantangan terbesar dunia pendidikan tinggi bukan lagi sekadar mentransfer pengetahuan, melainkan membentuk mahasiswa yang mampu berpikir ilmiah, bersikap rasional, dan produktif menghasilkan karya. Dari titik itulah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Prof. Dr. Siti Fatonah, M.Pd., memulai pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam dalam Sidang Senat Terbuka UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (17/12/2025).
Dalam pidato bertajuk “Metode dan Sikap Ilmiah serta Pengaruhnya terhadap Produktivitas Mahasiswa”, Prof. Siti Fatonah menegaskan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat ditentukan oleh dua fondasi utama dalam pendidikan tinggi, metode ilmiah dan sikap ilmiah. Keduanya, menurutnya, bukan hanya instrumen akademik, tetapi penentu kualitas cara berpikir dan bertindak mahasiswa, baik di ruang kelas, dunia riset, maupun kehidupan sehari-hari.
Figur yang juga pernah menjabat sebagai Kaprodi PGMI S2 tersebut, menjelaskan bahwa metode ilmiah merupakan prosedur sistematis dalam memecahkan masalah dan menguji kebenaran melalui tahapan yang terstruktur, mulai dari merumuskan masalah, menyusun hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis data, hingga mengomunikasikan hasil penelitian. Metode ini bertumpu pada cara berpikir analitis, logis, objektif, konseptual, dan empiris.
Namun, kata dia, metode ilmiah tidak akan berjalan secara utuh tanpa sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah karakter dan pola pikir yang melekat pada diri seorang ilmuwan maupun akademisi, seperti rasa ingin tahu, kejujuran terhadap data, keterbukaan terhadap kritik, objektivitas, serta keberanian berpikir kritis.
“Sikap ilmiah menjadi pondasi agar metode ilmiah dapat diterapkan dengan benar,” tegasnya. Tanpa sikap ilmiah, metode hanya akan menjadi prosedur teknis yang kehilangan integritas.
Dalam pidatonya, Dosen Prodi PGMI ini juga menyinggung realitas sosial yang kerap dihadapi masyarakat, termasuk di lingkungan akademik. Ia mencontohkan masih ditemukannya cara berpikir tidak rasional dalam menyelesaikan persoalan, seperti kepercayaan pada praktik-praktik irasional yang berujung pada penipuan, bahkan dialami oleh kalangan terdidik.
Fenomena tersebut, menurutnya, menunjukkan pentingnya pembiasaan sikap ilmiah sejak dini. Pendidikan IPA dan riset ilmiah bukan semata-mata untuk melahirkan ilmuwan, tetapi untuk membentuk cara berpikir rasional dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.
Lebih jauh, Prof. Siti Fatonah menempatkan sikap ilmiah sebagai bagian dari soft skills abad ke-21. Sikap ilmiah tidak hanya berhubungan dengan aspek kognitif, tetapi juga afektif dan perilaku, mulai dari kemampuan bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, hingga kejujuran dan kerendahan hati dalam berilmu.
Berbasis riset yang ia lakukan terhadap mahasiswa sarjana (S1) dan pascasarjana (S2 dan S3), Prof. Siti Fatonah menunjukkan bahwa sikap ilmiah memiliki korelasi signifikan terhadap produktivitas mahasiswa. Produktivitas diukur melalui hasil karya ilmiah, baik pada skala nasional maupun internasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada mahasiswa S1, indikator sikap ilmiah yang paling berpengaruh terhadap produktivitas adalah respek terhadap data dan fakta, yakni objektivitas dan kejujuran. Sementara pada mahasiswa S2 dan S3, produktivitas paling kuat dipengaruhi oleh sikap berpikir kritis serta sikap penemuan dan kreativitas.
Temuan ini menegaskan bahwa kualitas sikap ilmiah berbanding lurus dengan produktivitas akademik mahasiswa. Metode ilmiah tidak berhenti pada prosedur penelitian, melainkan menanamkan cara berpikir rasional dan objektif yang membentuk sikap mahasiswa dalam memahami realitas dan bertindak secara bertanggung jawab.
Namun demikian, Prof. Siti Fatonah mengingatkan bahwa produk ilmiah pada hakikatnya tetap merupakan karya manusia yang memiliki keterbatasan. Masih banyak misteri dan peristiwa alam yang hingga kini belum dapat dijelaskan, bahkan dengan metode ilmiah yang paling maju sekalipun. Karena itu, ia menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan berbagai produk ilmiah yang lahir darinya perlu diposisikan sebagai bagian dari nikmat dan karunia Allah Swt. yang patut disyukuri, bukan untuk diagungkan secara berlebihan, apalagi meniadakan kerendahan hati dalam berilmu.(humassk)