Prof. Baidowi Dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Studi Al-Quran

Prof. Dr. Ahmad Baidowi, S.Ag., M.Si. dikukuhkan sebagai Guru Besar oleh Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Prof. Siswanto Masruri, sebagai Guru Besar Bidang Studi Ilmu Al-Quran, berdasarkan SK Kementerian Agama RI nomor 020905/B.11/3/2022. Pengukuhan tersebut dilaksanakan secara daring dan luring pada Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar Selasa (29/11) di Gedung Prof. H.M Amin Abdullah atau Multipurpose UIN Sunan Kalijaga.

Pada pidatonya yang berjudul Urgensi Pengembangan Studi Al-Quran dan Tafsir (di) Indonesia. Prof, Baidowi mengawali penjelasannya dengan menyampaikan mengapa terdapat kurung dalam kata “di”. Dijelaskan bahwa tulisannya tersebut menekankan bahwa dalam konteks kajian Kawasan, Studi Al-Qur'an dan Tafsir di Indonesia merupakan bidang kajian yang sangat penting untuk dikembangkan melihat melimpahnya objek kajian dan tingginya respon di kalangan para akademisi, peneliti dan pemerhati dalam khasanah Studi Al-Qur'an dan Tafsir.

Menurutnya, Studi Al-Qur'an dan Studi Tafsir adalah dua hal yang berbeda, mengingat obyeknya juga berbeda, namun tidak selalu bisa dipisahkan secara ketat. Kajian tentang Al-Qur'an dan Tafsir di Indonesia telah melahirkan ratusan karya tulis, baik berupa makalah, tugas akhir perkuliahan, penelitian maupun artikel dalam jurnal ilmiah. Tulisan-tulisan yang memberikan perhatian pada Kajian Al-Qur'an di Indonesia ini bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Pertama, Kajian yang membahas tentang manuskrip dan atau mushaf Al-Qur'an. Kedua, Kajian yang membahas tentang Ulumul Qur'an. Ketiga, Kajian yang membahas tentang terjemah dan tafsir Al-Qur'an. Keempat, Kajian yang membahas tentang resepsi masyarakat atas Al-Qur'an atau yang sering dikenal dengan istilah Living Qur'an.

Di akhir pidatonya, Prof. Baidowi menegaskan bahwa pandangan Madjid Daneshgar yang menganggap Studi Al-Qur'an non-Barat cenderung sektarian dan apologetik di satu sisi dan gagasan dekolonisasi Studi Al-Qur'an yang diperkenalkan oleh Lumbard, Rizvi dan Asad Dandia di sisi lain menempatkan posisi Studi Al-Qur'an di Indonesia tetap menarik untuk diperbincangkan dan, tentunya, perlu dikembangkan dengan mempertimbangkan perspektif ke-Indonesiaan. Daneshgar cenderung berlebihan dengan menggeneralisir anggapan apologetik terkait kajian Al-Qur'an, padahal kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks kawasan yang khas dan tidak bisa disamakan dengan kondisi di Barat. Sementara pandangan Lumbard tentang Studi Al-Qur'an di Barat cenderung mengabaikan pemikiran-pemikiran Barat yang netral mengingat tidak semua kajian Al-Qur'an di Barat bernuansa "kolonial." Tanpa harus menyepakati semua keberatan terhadap pemikiran Barat mengenai Al-Qur'an, wacana dekolonisasi tetap penting untuk ditindaklanjuti. Fenomena Studi Al-Qur'an yang diperkenalkan dalam kajian kontemporer di Indonesia memperlihatkan bahwa pemikiran Barat bisa "dikawinkan" dengan pemikiran-pemikiran terkait Al-Qur'an yang sudah dikenal umat Islam selama ini.

Walhasil, material yang melimpah dalam bidang Al-Qur'an dan Tafsir, seperti manuskrip mushaf Al-Qur'an dan tafsir, praktik Living Qur'an, karya-karya ulumul Qur'an dan Tafsir, perkembangan media internet dan pemikiran-pemikiran baru dalam dalam kaitannya dengan Studi Al-Qur'an dan Tafsir, kiranya merupakan lahan sekaligus menjadi tantangan dalam pengembangan Studi Al-Qur'an dan Studi Tafsir ke Moderasi beragama yang tidak lain merupakan nilai-nilai Al-Qur'an dan menjadi konsen Kementerian Agama menjadi hal yang perlu terus diperjuangkan di tengah riuhnya arus kontestasi, khususnya di media online yang agak meningkat belakangan ini.

Dalam konteks demikian, pengembangan Studi Al-Qur'an dan Tafsir di Indonesia memiliki urgensi yang tidak bisa dianggap sederhana, sehingga perlu terus dilakukan. Sebagai lembaga yang fokus pada kajian Al-Qur'an dan Tafsir, AIAT se-Indonesia (juga lembaga kajian Al-Qur'an yang lain) memiliki tanggung jawab untuk bisa memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan kajian Al-Qur'an dan Tafsir di Indonesia.

Sementara itu dalam sambutannya usai pengukuhan Guru Besar, Rektor UIN Sunan Kalijaga mengawalinya dengan menyampaikan satu ayat dalam Al Qur’an yakni QS. Al-Isra' Ayat 9 yang artinya, Sesungguhnya Al Qur’an ini memberi petunjuk ke jalan yang yang paling lurus, dan memberi kabar gembira kepada orang orang Mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa bagi mereka ada pahala yang sangat besar. Juga menyampaikan QS. Ibrahim Ayat 1 yang artinya: Alif Lam Ra (ini adalah) kitab (Al Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan pada cahaya (terang benderang) dengan ijin Tuhan mereka (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

Disampaikan, Prof. Baidowi adalah pribadi yang sangat sederhana, dan hidup sangat harmonis dengan istri. Sebagai Dosen hingga mencapai karir tertinggi sebagai Guru Besar, Prof.Baidowi tidak canggung kemanapun bepergian mengendarai sepeda motor boncengan dengan istri. ini betul-betul gaya Umar Bakri. Lagu Iwan Fals. Pegawai Negeri yang sederhana. Tetapi semangat tetap ilmuwan.

Komitmen Prof. Baidowi bisa dilihat dari akhir papernya mengikuti AIAT, Asosiasi Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Menceritakan tentang makalah-makalah yang ada di sana dan siapa saja yang terlibat. Ini perhatian pada keilmuan khas orang yang mempunyai perhatian murni terhadap kajian Tafsir dan Quran.

Prof. Baidowi adalah Guru Besar mazhab Yogya. Pak Baidowi adalah pribadi yang berkomitmen pada kajiannya. Dapat menjadi contoh bahwa UIN Sunan Kalijaga menjadi lingkungan yang kondusif bagi lahirnya orang yang berdedikasi pada kajian. Pak Baidowi adalah pengkaji tafsir Indonesia yang serius. Mempunyai perhatian yang penuh pada kajiannya dan menghafal kolega-koleganya dan karya-karyanya. Inilah mazhab Sapen. penanda mazhab Sapen adalah apresiasi terhadap guru dan sesepuh, pendahulu dan sanad, rowi bersambung, juga memiliki ciri riset yang Multidisiplin, Interdisiplin dan Transdisiplin yang terlahir dari konsep keilmuan Prof. Amin Abdullah. Demikian juga, gagasan mengenai pesantren masa depan yang dicetuskan Prof. Yudian Wahyudi terkait proporsionalitas ilmu agama dan experimental sciences juga tak lepas dari perhatiannya. Pak Baidowi perhatian terhadap kajian Qur’an kontemporer Indonesia.

Prof. Al Makin mengapresiasi ketelitian dan komitmen saling mengutip dan saling memberi tempat pada karya kolega yang dimiliki Prof. Baidowi. “Mental seperti ini harus dilanggengkan,”kata Prof.AlMakin. Prof. Al Makin juga mengajak semua bidang yang berkaitan dengan Islam di Indonesia, dari fiqh, kalam, sastra, sosiologi, antropologi dan kajian-kajian geopolitik secara umum untuk percaya diri bersaing dalam level global. “Ilmuwan kita cenderung seperti kita semua, pulang kampung, membangun karir lokal, dan melupakan kompetisi internasional. Oleh karenanya perlu keberanian perbanyak karya internasional, perlu didorong fellowship, conference, dan co-authorship internasional. “Karir para mahasiswa harus juga didorong supaya internasional,” imbuh Prof.Al Makin. (Weni/Ihza)