FITK UIN Sunan Kalijaga Menjadi Tuan Rumah Workshop Kurikulum OBE PP-PAI-I

Perkumpulan Program Studi Pendidikan Agama Islam Indonesia (PPPAII) menggelar Workshop Kurikulum Outcome-Based Education (OBE) yang berlangsung di Hotel Morazen, pada Rabu (4/09/2024) – Sabtu (7/09/2024). Program Studi PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruanm UIN Sunan Kalijaga menjadi tuan rumah kegiatan pengembangan akademik ini. Agenda yang melibatkan peserta dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta ini menghadirkan narasumber: Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, MA., M.Phil. Ph.D, Prof. Dr. Sukiman, S.Ag., M.Pd., Prof. Dr. Eva Latipah., S.Ag., S.Psi., M.Si., beserta Dr. Mohamad Agung Rokhimawan, M.Pd.

Guru Besar FITK, Prof. Eva Latipah, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PPPAII pada seremonial pembukaan workshop menjelaskan, acara ini menjadi langkah strategis PPPAII dalam merespons perubahan kebijakan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI) yang diatur melalui Permendikbudristekdikti Nomor 53 Tahun 2023. Workshop ini bertujuan untuk membantu perguruan tinggi, khususnya program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), beradaptasi dengan transformasi akreditasi pendidikan tinggi di Indonesia.

Urgensi Workshop Kurikulum OBE

Lebih jauh Prof. Eva menjelaskan, Permendikbudristekdikti No. 53 Tahun 2023 membawa perubahan mendasar dengan mengedepankan pendekatan Outcome-Based Education (OBE) dalam pengembangan kurikulum. Perguruan tinggi kini dituntut untuk berfokus pada capaian pembelajaran yang jelas, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan global. Dalam kerangka ini, PPPAII melihat urgensi untuk segera menyelaraskan kurikulum PAI agar sesuai dengan standar baru.

Dengan terselenggaranya workshop Kurikulum OBE ini pihaknya berharap, dapat memberikan panduan praktis bagi para akademisi, pengelola program studi, dan pemangku kepentingan. Melalui workshop ini, diharapkan juga, para peserta memperoleh wawasan mendalam tentang bagaimana merancang, mengembangkan, serta mengevaluasi kurikulum yang berbasis hasil, sesuai dengan regulasi yang ada.

Kebijakan Baru dalam Pendidikan Tinggi

Menurut Prof. Eva, Permendikbudristekdikti Nomor 53 Tahun 2023 membawa dampak besar pada sistem akreditasi perguruan tinggi, yang kini berorientasi pada pencapaian hasil konkret dari lulusan. Kurikulum harus dirancang untuk mencerminkan kompetensi yang dibutuhkan industri dan masyarakat, sehingga lulusan siap berkontribusi secara nyata. Dalam hal ini, perguruan tinggi juga harus memastikan Dosen memiliki kualifikasi dan metodologi pengajaran yang sesuai dengan standar baru. Proses akreditasi kini tidak hanya menilai input dan proses, tetapi juga hasil nyata yang dicapai. Perguruan tinggi harus menunjukkan bukti implementasi OBE yang efektif dalam meningkatkan relevansi lulusan dengan pasar kerja. Dialog, kerja sama yang terjalin dalam bingkai PPPAII, dan upaya-upaya berbagi pengetahuan dalam workshop ini tentunya akan mempermudah semua Program Studi PAI di Indonesia dalam mengimplementasikan kurikulum berbasis hasil yang memenuhi standar nasional dan internasional, tegas Prof. Eva.

Apresiasi untuk Para Peserta dan Rektor UIN Sunan Kalijaga

PPPAII menyampaikan penghargaan kepada seluruh peserta workshop, khususnya para Ketua Program Studi dan Dosen PAI dari berbagai daerah di Indonesia. Partisipasi aktif mereka menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Penghargaan khusus diberikan kepada Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, Ph.D, atas dukungan dan kontribusinya dalam kesuksesan workshop ini. “Dukungan beliau menunjukkan komitmen terhadap transformasi pendidikan tinggi di Indonesia dan memperkuat kolaborasi antar institusi pendidikan tinggi,” kata Prof. Eva.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi yang ditunjukkan oleh semua peserta workshop, PPPAII optimis bahwa pendidikan tinggi Indonesia akan terus berkembang. Workshop Kurikulum OBE ini menjadi wujud nyata komitmen PPPAII dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, imbuh Prof. Eva.

Sementara itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Noorhaidi dalam sambutannya pada prosesi pembukaan workshop menggarisbawahi tantangan besar dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Ia menyoroti seringnya perubahan kurikulum di Indonesia, mulai dari KTSP, KBK, KKNI, hingga MBKM dan OBE. Prof. Noorhaidi mengutip data yang menunjukkan bahwa sekitar 1,28 juta lulusan perguruan tinggi, atau 13% dari total pengangguran terbuka di Indonesia, masih kesulitan menembus dunia kerja. Pemerintah berupaya mengintervensi dan memperbaiki kondisi ini, dengan memastikan perguruan tinggi tidak hanya mendidik mahasiswa, tetapi juga menghasilkan lulusan yang siap bekerja dan menerapkan ilmu, keterampilan, serta pengetahuan mereka untuk membangun Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Akademisi lulusan Leiden University tersebut juga mengingatkan bahwa perubahan kurikulum tidak boleh hanya berhenti pada aspek administratif dan birokratis. Menurutnya, tujuan dan substansi kurikulum yang lebih penting perlu dikaji lebih dalam, kurikulum yang mampu menciptakan generasi yang kuat, berpengetahuan, dan siap menghadapi tantangan masa depan, Beliau juga menekankan bahwa generasi Z membutuhkan kurikulum yang mampu membangun keterampilan, berpikir kritis, kemampuan berpikir analitis, dan kecakapan dalam menghadapi tantangan kompleks dunia nyata, bukan hanya sekedar menghafal fakta-fakta.

Sosok yang pernah menjabat sebagai Direktur Pascasarjana ini juga menyinggung era digital, yang mana informasi mudah diakses. Menurutnya, kemampuan berpikir kompleks dan pemecahan masalah yang melibatkan banyak variabel sangat diperlukan. Masalah di ruang kelas bukan hanya soal kurikulum atau pendidik, tetapi juga mencakup faktor-faktor pada level mikro dan makro, termasuk peran orang tua dan masyarakat. Jika masalah di kelas dibatasi hanya pada hal-hal lokal, peserta didik tidak akan siap menghadapi kompleksitas dunia yang lebih luas.

Prof. Noorhaidi juga menyinggung terkait Indonesia yang menghadapi tantangan inflasi gelar cumlaude, di mana banyak lulusan meraih predikat cumlaude tanpa diimbangi kompetensi yang memadai. Hal tersebut harapannya mampu dijawab oleh kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE) dengan menghasilkan lulusan yang siap menghadapi dunia kerja. Mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir mandiri, tanggung jawab, serta keterampilan teknis seperti penguasaan teknologi dan analisis data.

Prof. Noorhaidi mengakhiri sambutannya dengan harapan intervensi di bidang administrasi birokrasi, dan manajerial ini diikuti dengan perubahan di tataran substansial. Begitu juga dengan kurikulum OBE sebagai intervensi pemerintah supaya lulusan siap menghadapi dunia kerja dapat tercapai. “Proses OBE ditempuh, yang substansial diperbaiki. Sukses untuk semua. Saya berterima kasih kepada himpunan prodi PAI Indonesia serta semua yang hadir di sini. Kegiatan ini tentu saja luar biasa membantu Perguruan Tinggi di Indonesia. Kegiatan dibuka dengan membaca basmallah, Semoga Allah meridhoi langkah kita, kegiatan berjalan dengan baik, dan produktif.” Pungkasnya. Beliau juga menyampaikan permohonan maaf jika ada yang kurang berkenan. Paparan yang didesain dengan proaktif tersebut menurutnya supaya semua lini dapatbergerak melakukan perubahan pada lingkup masing-masing untuk memberikan karya terbaik demi bangsa dan negara.

Tidak kurang dari 70 peserta, para pengelola dan Dosen Prodi PAI di Indonesia dari Sabang sampai Merauke hadir dalam kegiatan tersebut. (Tim Humas)