4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Trending Topic; Menangkan Gugatan Presidential Threshold di MK
Empat Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, baru saja membuat prestasi gemilang dalam judicial review gugatan terhadap norma presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keempat mahasiswa ini, Rizki Maulana Syafei (Prodi HTN angkatan 2021), Enika Maya Oktavia (Prodi HTN 2021), Tsalis Khoirul Fatna (Prodi HTN 2021), dan Faisal Nasirul Haq (Prodi IH 2021), berhasil memenangkan gugatan tersebut. Prestasi yang mereka catatkan tergolong luar biasa, setelah 32 kali gugatan yang sama ditolak. Dalam putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pasal 222 UU Pemilu yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah inkonstitusional. Keempat mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK) Fakultas Syariah dan Hukum ini mengajukan gugatan tanpa menggunakan kuasa hukum karena keterbatasan dana. Mereka bahkan mengajukan permohonan untuk sidang online di MK, dan hanya sekali sidang offline, yang kemudian diterima, setelah 7 kali persidangan.
Dalam putusan MK, norma presidential threshold tidak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable. Rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden, berapapun besaran atau angka persentasinya, bertentangan dengan pasal 64 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, demikian antara lain ditegaskan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan putusan yang mengabulkan gugatan 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tersebut. Dalam sidang MK itu juga ditegaskan bahwa dikabulkannya gugatan 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga didasarkan pada pertimbangan politik agar dimungkinkan calon presiden dan wakil presidan tidak hanya 2 calon ataupun terjebak pada calon tunggal, serta untuk memberi keleluasaan pada pemilih presiden dan wakil presiden dapat memilih alternatif calon yang lebih memadai.
Dikabulkannya permohonan uji materi yang diajukan 4 mahasiswa ini telah diapresiasi banyak pihak, sebagai prestasi yang luar biasa, karena akan membuat demokrasi Indonesia kembali punya harapan lebih baik dan lebih inklusif. Masyarakat akan lebih punya banyak pilihan, polarisasi tidak akan terjadi lagi, dan itu menjadi momentum untuk partai politik berbenah dan menyiapkan kader-kader terbaiknya. Demikian rangkuman apresiasi dari berbagai pihak, diambil dari berbagai sumber media. Prestasi 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini juga menjadi trending topic di hari-hari ini di seluruh media lokal dan nasional.
Menanggapi prestasi gemilang 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini, dalam siaran persnya Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan menyampaikan, apresiasi yang tinggi atas perjuangan akademik keempat mahasiswa tersebut, yang berhasil menerapkan kompetensi keilmuan dan keterampilan hukum yang diperoleh di kampus untuk beracara di MK, bahkan memenangkan gugatan mereka, demi memperjuangkan terwujudnya demokrasi yang lebih baik dan inklusif di Indonesia.
Sementara itu, dalam jumpa pers yang dihadiri 4 mahasiswa didampingi Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Prof. Dr. Ali Sodiqin dan Kaprodi Hukum Tata Negara, Gugun El Buyanie, S.HI., LL.M, di hadapan puluhan wartawan media lokal dan nasional, Enika Maya oktavia, salah satu mahasiswa yang terlibat menjelaskan bahwa keputusan untuk mengajukan gugatan setelah Pilpres 2024 adalah untuk memastikan kajian yang dilakukan oleh MK bersifat akademis dan tidak terpengaruh oleh tekanan politik. "Kami ingin kajian Mahkamah Konstitusi benar-benar berdasarkan substansi hukum, bukan politik," tegas Enika.
Gugatan ini mengundang sorakan gembira setelah dikabulkan oleh MK, meskipun sempat terkendala beberapa kali selama proses persidangan. "Kami tidak menyangka hasil ini, tetapi kami merasa bahwa ini adalah kemenangan untuk demokrasi Indonesia," ujar Faisal Nasirul Haq, mahasiswa lainnya yang turut serta dalam mengajukan gugatan.
Keberhasilan ini memberikan angin segar bagi sistem demokrasi di Indonesia, dengan menunjukkan bahwa hak untuk mengajukan judicial review tidak hanya dimiliki oleh pihak-pihak tertentu, tetapi juga oleh pemilih seperti mereka yang masih berstatus mahasiswa. MK juga memutuskan bahwa pemilih dapat memiliki legal standing dalam pengajuan gugatan terkait undang-undang pemilu, yang sebelumnya menjadi kendala.
Para mahasiswa ini mengajukan gugatan nomor 62/PUU-XXII/2024 sebagai permohonan personal, dengan harapan agar MK dapat memberikan pertimbangan yang lebih adil dan membuka peluang untuk perubahan yang lebih baik dalam proses demokrasi di Indonesia.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof. Dr. Ali Sodiqin, M.Ag., pada jumpa pers yang sama memberikan apresiasi yang tinggi terhadap langkah yang diambil oleh keempat mahasiswa tersebut. Ia menyatakan bahwa tindakan mereka mencerminkan kepedulian yang besar terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia, serta menunjukkan bahwa generasi muda saat ini memiliki kemampuan untuk menjaga marwah demokrasi di Indonesia. Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa pada prinsipnya fakultas memberi ruang sekaligus memfasilitasi yang merupakan bagian dari kreativitas mahasiswa yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi keilmuan dan berbagai keterampilan pendukung. “Dalam hal ini, mereka tidak didampingi oleh kuasa hukum, karena mereka memiliki pengetahuan memadai melalui tempaan selama perkuliahan ataupun ruang-ruang diskusi yang intensif, sehingga mereka cukup meyakinkan dalam membangun argumen selama persidangan,” pungkasnya. (tim humas)