UIN Sunan Kalijaga Peringati Hari Santri dengan Upacara Bendera berkostum ala Santri
Rektor Berfoto bersama dengan Dosen dan Tendik Usai Upacara Hari Santri Nasional 2019
Sivitas Akademika UIN Sunan Kalijaga mengadakan upacara bendera memperingati Hari Santri yang ke 4, di halaman Gedung Prof. Saifuddin Zuhri, Senin, 22/10/19. Ada yang berbeda dalam pelaksanaan upacara Hari Santri kali ini. Semua peserta upacara berpakaian ala santri, laki laki memakai sarung, baju koko dan peci, perempuan berbaju kurung dan hijab lebar. Sehingga kampus UIN Sunan Kalijaga sejenak kelihatan bernuansa pesantren. Peringatan Hari Santri tahun 2019 kali ini mengangkat tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia.”
Di tengah pelaksanaan upacara, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi selaku pimpinan upacara menyampaikan sambutannya, membacakan sambutan Menteri Agama Republik Indonesia. Disampaikan bahwa tema perdamaian diangkat berdasarkan fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Pesantren menjadi tempat menyemai ajaranmIslam yang Rahmatan Lil Alamain, Islam yang rahmah, dan moderat, ditengah masyarakat yang plural-multikultural. Melalui tauladan sikap satri yang demikian itulah akan terwujud masyarakat Indonesia yang penuh toleransi, dan keadilan akan benar-benar terwujud.
Dengan ajaran dari pesantren seperti itu pulalah akan dapat menginspirasi santri Indonesia untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia. Ada sembilan dasar, mengapa persantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian: 1. Kesadaran harmoni beragama dan berbangsa. 2. Metode mengaji dan mengkaji mendidik para santri menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber yang otentik. 3. Para santri diajarkan untuk khidmah (pengabdian). 4. Pendidikan kemandirian, kerja-sama dan saling membantu di kalangan para santri. 5. Gerakan komunitas dalam berkesenian dan sastra yang tumbuh subur di pesantren. 6. Beragam kelompok yang lahir di pesantren membentuk para santri berkarakter terbuka terhadap hal hal yang berbeda dan baru. 7. Merawat khasanak kearifan lokal. 8. Prinsip maslahat (kepentingan umum) yang dipegang teguh di kalangan pesantren. 9. Penanaman spiritualitas, disamping fikih, dengan zikir dan puasa melatih para santri berpikiran bersih dan bertindak hati-hati. Penanaman sembilan dasar itulah yang dapat menjadikan santri Indonesia menjadi pelopor perdamaian dunia.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Yudian Wahyudi menambahkan, ontentisitas kepribadian santri dapat disimbulkan dengan pakaian sarung dan peci. Simbul pakaian tersebut hendaknya tetap dipertahankan oleh para santri agar santri tidak kehilangan perspektif. Namun di luar simbul pakaian satri, para santri era kini harus mampu keluar batas pesantren, mengaji dan pengkaji ilmu dunia di luar pesantren, agar para santri bisa membuktikan keunggulannya pada dunia dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, lebih dari pengetahuannnya tentang al Qur’an dan Hadis, demikian harap Prof. Yudian Wahyudi. (Weni/Doni)