THE NEW NORMAL DI 4 KOTA BERBEDA BENUA

Sekelompok dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang saat ini sedang menempuh studi di empat benua dengan Beasiswa 5000 Doktor Luar Negeri MORA menyelenggarakan acara *Ngabuburit Online #1* dengan tema 4 Benua Menyapa: "Pengalaman Studi di Masa Pandemi Covid-19". Acara yang diselenggarakan pada Kamis, 21/5/2020 pukul 15.30 WIB s/d 17.30 WIB via Zoom meeting dan youtube live. Acara ini menghadirkan narasumber Lela Susilawati, M.Si* (PhD Candidate, Tokyo University of Agriculture & Technology, Jepang), Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.Si* (PhD Candidate, Flinders University, Australia), Asih Widi Wisudawati, M.Pd* (PhD Candidate WWU-Münster, Jerman) dan M. Izzul Haq, M.Sc* (PhD Candidate, McGill University, Kanada). Acara yang dipandu oleh Asih Melati, M.Sc* (PhD Candidate, INSA Rouen, Prancis) ini berusaha menjawab pertanyaan tentang bagaimana keadaan "The New Normal" akan terbentuk setelah krisis Covid 19 outbreak ini mereda.

Dalam sambutannya Wakil Rektor I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Sutrisno, M. Ag., menyatakan rasa syukurnya dapat bertemu dengan awardee beasiswa 5000 Doktor yang telah berjuang luar biasa dalam masa pandemi Covid 19 ini. Prof. Sutrisno mengapresiasi para awardee yang walaupun dengan beasiswa yang kadang telat namun tetap bisa belajar dengan baik. Pihaknya berharap pada dosen lain yang ada di UIN Sunan Kalijaga agar dapat mengikuti jejak para awardee untuk melanjutkan S3 di luar negeri dan mulai mempersiapkan diri. Pandemi Covid 19 saat ini memaksa perguruan tinggi untuk melakukan perkuliahan jarak jauh. Salah satu hikmah dari pandemi Covid 19 adalah mempercepat proses perpindahan metode mengajar dari kuliah konvensional menjadi perkuliahan online. Perguruan tinggi perlu segera melakukan konsolidasi agar prodi yang marketable dapat dipromosikan dan menyesuaikan kurikulum dengan konsep merdeka belajar sehingga dapat diterapkan pada bulan september 2020. Prof. Dr. Sutrisno, M. Ag. berharap agar dosen yang kuliah di luar negeri dapat menjadi dosen yang up to date dan dapat selesai tepat waktu dengan keunggulan yang dibawa dari Universitasnya masing-masing.

M. Izzul Haq, M.Sc. yang menempuh studi di Kanada memaparkan bahwa Kanada memiliki 6 zona waktu dan McGill University sendiri ada di Montreal Quebec. Quebec termasuk dalam episentrum pandemic Covid 19 karena disinyalir adanya budaya suku asli yang menjadi import case covid 19. Sebagian warganya tidak disiplin dan banyak warga lanjut usia yang meninggal di panti jompo. Seluruh penduduk terutama mahasiswa di montreal harus mulai menyesuaikan keadaan belajar sejak maret. M. Izzul Haq, M.Sc. sendiri kebetulan sudah tidak lagi mengambil mata kuliah sehingga dapat fokus melaksanakan penelitian dan bekerja. Banyak hal baru yang harus diadaptasi dalam menghadapi kebingungan terhadap ketidakpastian akibat pandemic Covid 19. Pihak kampus McGill terus memberikan update via email kepada mahasiswa yang berisi ajakan untuk mengarungi ketidakpastian dan info-info yang bernilai positif. Saat awal pendemi perkuliahan tidak serta merta diubah ke online namun ada jeda waktu 2 minggu kepada mahasiswa untuk tidak kuliah. Dalam rentang waktu itu dosen diberi waktu untuk belajar dan beradaptasi dalam mengajar online. Perhatian pemerintah via KBRI kepada mahasiswa Indonesia dianggap cukup baik karena memberikan bantuan dalam bentuk bingkisan dan makanan serta finansial.

Sebaliknya di Australia, Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.Si. memaparkan bahwa kurva penyebaran Covid 19 secara umum di australia sudah mulai landai dan wilayah South Australia sendiri umumnya sudah banyak yang zero case kurang lebih sebulan lalu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kepatuhan warga yang sangat tinggi pada protokol kesehatan yang diberikan pemerintah. Saat ini, pemerintah Australia sendiri sudah melonggarkan karantina wilayah. Roadmap dan step yang dilakukan pemerintah dalam menangani Covid 19 sangat jelas dan pelanggaran pada masa karantina juga jelas sanksinya. Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.Si. menjelaskan keadaannya dalam bentuk Trilogy cinta. Jamil sendiri berperan dalam posisinya sebagai mahasiswa yang sedang belajar, orang tua bagi anak berumur 2 tahun dan ibu rumah tangga dengan aktifitas domestiknya. Manajemen waktu sangat perlu dibuat dengan baik karena Jamil hanya dapat belajar ketika anak sedang tidur. Kebetulan dengan adanya pandemik Covid 19 ini justru menyebabkan supervisor menjadi lebih perhatian dalam membimbing. Kegiatan Work from Home dan Studi from Home tidak terlalu menjadi masalah karena kebanyakan referensi sudah banyak dalam bentuk digital. Buku yang tidak digital dapat dipinjam dan diantarkan oleh perpustakaan. Saat ini tidak ada perkuliahan tatap muka yang dilakukannya dan mahasiswa dapat langsung membuat proposal dan melaksanakan semacam ujian komprehensif untuk dilanjutkan ke penelitian. Sebagai Ibu, Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.Si. harus pula memperhatikan anak karena childcare amat mahal di Australia, sehingga mau tidak mau harus mengatur sendiri. Komitmen Jamil Suprihatiningrum, M.Pd.Si. dengan suami adalah bahwa kebutuhan anak merupakan prioritas. Kegiatan domestik benar-benar harus dikerjakan sendiri karena tenaga manusia dihargai sangat tinggi di Australia. Akibatnya harus ada kesetaraan dan kompromi antara suami istri.

Sementara itu, Lela Susilawati, M.Si. menjelaskan bahwa di Tokyo Jepang, ia melaksanakan studi berbasis research, namun ada kuliahnya juga. Warga Jepang terkenal dengan budaya workaholic dan biasa bekerja dari pagi sampai jam 1 malam. Jepang sendiri termasuk dalam Negara yang sangat rendah penyebaran dan kematian akibat Covid 19. Perhatian pemerintah Jepang dirasa sangat baik dalam bentuk pemberian masker dan semacam bantuan langsung tunai (BLT) bagi warga dan mahasiswa. Namun berhubung Lela Susilawati, M.Si. merupakan mahasiswa yang telah mendapatkan beasiswa maka tidak mendapat fasilitas ini. Warga asing mendapat bantuan sebesar 100.000 yen per orang. Saat ini, kegiatan di kampus sama sekali tidak boleh dilaksanakan kecuali penting sekali. Kegiatan di kampus hanya dilakukan setelah mendapat izin dari supervisor dan tidak boleh terlalu lama. Penelitian di laboratorium berhenti sama sekali dan progress report penelitian dilakukan secara virtual.

Berbeda dengan di Tokyo, Jepang, Asih Widi Wisudawati, M.Pd. menyatakan bahwa Jerman termasuk dalam Negara dengan outbreak Covid 19 yang cepat tanggap menghadapi outbreak, dari pengumuman WHO selang 10 hari setelahnya, Jerman langsung memutuskan untuk lockdown. Awal penyebaran Covid 19 sendiri disinyalir karena orang Jerman banyak yang suka plesir ke Austria dan Italia. Angka kematian yang sedikit dimungkinkan karena ketaatan mahasiswa Jerman terhadap aturan negara sangat tinggi sehingga banyak diantara mereka tetap di rumah untuk belajar. Tingkat kematian akibat Covid di Jerman kecil karena orang yang terpapar covid dalam rentang usia muda dan cepat recovery dan juga disebabkan fasilitas keseahatan yang sangat baik dan kecepatan melakukan tes dengan PCR untuk orang yang terindikasi sangat tinggi. Warga Jerman juga memiliki sikap disiplin yang sangat tinggi. Efek politik tidak terlalu besar terhadap penanganan penyebaran Covid 19, disebabkan karena dalam satu komando dari kanselir Markel. Oposisi yang selalu berseberangan dengan pemerintah tetap selalu mendukung apapun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Saat ini sekolah-sekolah sudah mulai masuk dan semua berharap mudah-mudahan tidak ada second outbreak. Suasana belajar di universitas dan sekolah semua berubah. Asih Widi Wisudawati, M.Pd. saat ini bekerja sebagai research assistant sekaligus studi S3. Tugasnya menyiapkan perkuliahan Profesor dan mengatur jadwal kuliah yang dilaksanakan secara online. Selain itu, Asih aktif pula terlibat dalam kelompok research Indonesia, meskipun banyak rencana perjalanan untuk penelitian pendidikan di Negara-negara berkembang gagal dilakukan. Interaksi di kampus sangat terbatas dan semua harus dilakukan secara online. Masyarakat Jernan cenderung disiplin dan taat asas. Meskipun sama-sama di benua eropa, pengalaman lain diceritakan oleh Asih Melati, M.Sc. yang menempuh studi di Perancis. Saat ini sekolah sebagian mulai sudah dibuka dan ia mendapatkan bantuan juga dari pemerintah Perancis.

Kegiatan daring ini diikuti 85 partisipan dari seluruh wilayah tanah air. Bagi yang ingin siaran ulangnya bisa dilihat di kanal youtube https://www.youtube.com/c/PhDParentStories. (Endaruji Sedyadi, S.Si., M.Sc./Weni)