Wakil Dekan III Febi UIN Suka, Dr. KH. Shofiyullah Mensikapi: Masjid Dibuka, Silakan Asal Keselamatan Jiwa Terjaga
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama (Wadek III) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3i), Dr KH Sofiyullah Muzammil mengatakan bahwa penutupan masjid selama pandemic covid-19 bukan berarti melarang orang ke masjid. “Pada prinsipnya dibuka dan ditutupnya masjid untuk pelaksanaan shalat berjamaah selama masa pandemic bukan berarti melarang orang ke masjid dan melarang orang shalat berjamaah,” kata Dr KH Sofiyullah Muzammil, Kamis, (4/6/2020).
Dr. Shofiyullah menyatakan itu ketika dimintai pendapat terkait dibukanya kembali Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya sejak akhir bulan suci Ramadan lalu.
“Ke masjid boleh. Salat berjamaah baik. Kalau keselamatan jiwa terjaga silakan semuanya dilaksanakan. Tapi kalau keselamatan jiwa yang jadi ancaman, maka mengutamakan keselamatan jiwa itu wajib ain yang harus didahulukan dibanding mengejar keutamaan pahala salat berjamaah di masjid,” kata pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashifa Sleman Yogyakarta itu.
“Ibarat demi salat tahajud tapi salat subuh jadi korban kesiangan. Kalau dengan tahajud dipastikan menyebabkan Subuh kesiangan, maka salat tahajud hukumnya jadi haram baginya. Demikian pula salat berjamaah di masjid. Kalau menurut pemerintah atau ahli kesehatan dianggap berbahaya atas indikator kesehatan yang nyata, maka salat berjamaah di rumah adalah pilihan terbaik untuk dilakukan,” tegas Dr. Sofiyullah.
Seperti diberitakan, setelah sekian bulan ditutup masjid – masjid di Indonesia, termasuk Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya akhirnya dibuka kembali untuk menggelar Jumatan. “Sejak Jumat akhir Ramadan lalu. Jumatan yang akan datang berarti jumatan yang keempat,” kata Dr. KH. M. Sudjak, Ketua Dewan Pelaksana Pengelola Masjid Nasional Al-Akbar Kota Surabaya, dikutip dari bangsaonline.com, Selasa (2/6/2020).
Dr. Sofiyullah menambahkan, dibukanya masjid –masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah harus mematuhi persyaratan keprotokolan kesehatan yang ketat demi keselamatan jemaahnya. Seperti yang dilakukan oleh Pengelola Masjid Nasional Al-Akbar Kota Surabaya. Antara lain: Jarak antara makmum dan makmum lainnya dua meter baik ke samping-ke muka dan ke belakang, menyediakan air pencuci tangan dan sabun atau hand satitizer di beranda masjid, jemaah harus memakai masker, membawa sajadah sendiri yang bersih, dan seterusnya. Aturan aturan tersebut dipasang di beranda masjid, yang mudah terbaca oleh jemaah.
Terutaman masjid-masjid yang strategis dikunjungan banyak orang, seperti Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya ini sangat strategis baik dalam dakwah maupun penyelenggaraan ritual keagamaan. Masjid ini terletak di dekat pintu tol Surabaya-Porong - Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan Surabaya. Otomatis akses jalan dari luar kota sangat mudah.
Bahkan di masjid nasional inilah banyak sekali para muallaf mengikrarkan dua kalimat syahadat. Masjid Al-Akbar ini dibangun atas gagasan walikota Surabaya Soenarto Soemoprawiro. Sedang peletakan batu pertamanya dilakukan Wakil Presiden Try Sutrisno.
Masjid Nasional Al-Akbar yang luas bangunan dan fasilitas penunjangnya 22.300 meter persegi itu diresmikan Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 10 Nopember 2000, demikian jelas Dr. Sofiyullah.(Weni)