KHGT : TRANSFORMASI MATLAK LOKAL MENUJU MATLAK GLOBAL

Oleh :
Susiknan Azhari

Kehadiran Kalender Hijrial Global Tunggal (KHGT) menjadi bahan diskusi yang sangat menarik dan membuka ruang untuk dijadikan bahan riset ke depan. Secara konsep KHGT memang menarik. Apalagi dikaji dengan beragam pendekatan. Bagi pihak yang belum bisa menerima tentu saja perlu dihargai dan sebaiknya tetap membuka diri untuk mewujudkan unifikasi. Jangan terulang lagi kasus tahun yang lalu dalam menyikapi perbedaan sehingga berurusan dengan aparat hukum. Mari tebarkan energi positif agar umat tidak bercerai-berai. Keengganan menerima konsep KGHT lebih didominasi kuatnya paham rukyat literal dan matlak lokal. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Nidhal Guessoum dalam SARAS (Southeast Asia-Regional Astronomy Seminar) tahun 1442/2021 di Malaysia.

Jika ditelusuri berbagai kitab turats (khazanah Islam) konsep KHGT terutama prinsip, syarat, dan paramater yang digunakan memiliki basis epistemologi yang kokoh terutama konsep Ittihadu al-Matali'. Berbagai literatur fikih banyak yang mendukung ittihadu al-Matali (matlak global) sebagaimana dikutip Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, seperti Radd al-Mukhtar ala Dur al-Mukhtar karya Ibn 'Abidin, Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid karya Ibn Rusyd, dan Tanwir al-Absar wa Jami' al-Bihar karya Muhammad bin Abdillah at-Turmurtasyi.

Begitu pula Abdullah bin Baz, salah seorang Mufti Saudi Arabia menyatakan: "...Kesatuan umat Islam dalam puasa dan hari raya adalah hal baik dan disenangi, merupakan tuntunan syariat, selama memungkinkan. Hal itu terealisasikan dengan berpegang kepada ketetapan rukyat di negeri Islam mana saja, yang menjalankan syariat Allah dan ketentuannya. Maka tatkala hilal telah terlihat/ditetapkan dengan bukti syar'i yang kuat maka itu harus diikuti, berdasarkan hadis nabi saw...".

Pernyataan Abdullah bin Baz juga sejalan dengan pandangan Hasbi ash-Shiddieqy dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tertanggal 27 Juli 1980 yang menyebutkan bahwa menentukan awal Ramadan dan Syawal berpedoman pada pendapat jumhur yaitu matlak global dengan cara membentuk “Qadi Internasional” yang dipatuhi oleh seluruh negara Islam. Sebelum itu, berlakulah ketetapan negara masing-masing. Dengan kata lain fatwa MUI ini mendukung kehadiran KHGT dengan melakukan transformasi dari Ikhtilaful Matali (Matlak Lokal) menuju Ittihadu al-Matali' (Matlak Global) . Konsep Kalender Hijriah Global Tunggal merupakan gagasan besar untuk mewujudkan persatuan, persaudaraan, dan rahmat bagi alam semesta.

Perdebatan seputar hisab rukyat perlu diakhiri menuju integrasi antara keduanya. Untuk itu kemaslahatan umum perlu diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi dan organisasi. Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar di dunia perlu menjadi teladan mengimplementasikan Kalender Hijriah Global Tunggal dengan prinsip satu hari satu tanggal untuk seluruh dunia. Perlu disadari bersama bahwa Kalender Hijriah Global Tunggal merupakan sebuah produk ijtihad yang tidak lepas dari kekurangan.

Namun sampai saat ini, sepanjang pembacaan penulis konsep KHGT merupakan konsep yang "terbaik dan solutif". Adapun kriteria yang digunakan tetap terbuka untuk diperbaiki. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam rekomendasi Istanbul 1437/2016. Disinilah kegiatan rukyat tetap diberikan ruang untuk dilakukan secara profesional, berkelanjutan, dan bertanggungjawab. Semua ini dilakukan untuk memadukan pesan nas dan sains. Dengan demikian ke depan akan diperoleh krteria yang lebih autentik.

Unifikasi merupakan proses panjang. Kehadiran KGHT tidak serta merta seperti membalikkan tangan. Perbedaan tentu masih akan terjadi. Hal itu juga terjadi dalam unifikasi kalender miladiah yang memerlukan waktu berabad-abad. Lalu mengapa KHGT yang dipilih? Saat ini Umat Islam sudah menyebar di seluruh penjuru dunia. Mereka yang hidup dalam kondisi minoritas sangat memerlukan kehadiran kalender hijriah yang mapan untuk memberi kepastian. Hal ini dilakukan karena ketika terjadi perbedaan dalam memulai Idul Fitri negara hanya memberi cuti satu hari kepada kaum muslimin. Tentu saja menyulitkan mereka melaksanakan salat Id dan lain sebagainya.

Kehadiran KHGT melalui proses panjang untuk mewujudkan solidaritas tingkat global sesuai pesan al-Qur'an dan as-Sunah. Sekaligus upaya membangun peradaban Islam yang lebih baik dan memberi contoh akan pentingnya sistem waktu yang lama terlupakan. Oleh karena itu memahami KHGT tidak cukup dengan satu pendekatan semata. Apalagi hanya melihat dengan mempertimbangkan aspek pengguna rukyat saja. KHGT harus dilihat dengan berbagai pendekatan untuk kepentingan bersama dengan memahami Prinsip, Syarat, dan Parameter (PSP) sehingga akan nampak nilai kemaslahatannya bagi kehidupan umat Islam sedunia.

Saat ini Islam berkembang pesat di Amerika dan Eropa sehingga secara tidak langsung keberadaan KHGT menjadi jembatan mengenalkan Islam di tingkat global. Wajah Islam yang ramah dan sangat menghargai ilmu pengetahuan tergambar dalam konsep KHGT. Disinilah peluang para mubalig tingkat nasional, regional, bahkan internasional menjelaskan pentingnya KHGT. Sejarah mencatat Islam berkontribusi positif dalam pengembangan sains modern sebagaimana dikemukakan oleh para pengkaji sains Islam, seperti Mehdi Nakosteen, Abdel Hamid Sabra, dan Raghib as-Sirjani. Bahkan menurut penelitian Agus Purwanto dalam al-Qur'an ayat-ayat bernuansa sains lebih banyak dibandingkan ayat-ayat yang bernuansa hukum. Dengan demikian penerimaan terhadap konsep KHGT merupakan langkah strategis untuk mewujudķan tatanan kehidupan dunia yang lebih baik dan berwawasan ke depan.