Kampanye Yang Mencerdaskan
Kampanye politik sejatinya adalah bagian dari pesta demokrasi yang menggembirakan dan menghibur bagi rakyat. Setiap warga negara yang berhak memilih diberi kebebasan untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Uang negara yang begitu besar digunakan untuk pesta demokrasi ini hendaknya bisa mencerdaskan rakyat. Karena esensi dari kampenya sesungguhnya merupakan pendidikan politik bagi rakyat, sehinga mereka memiliki wawasan yang luas tentang politik. Namun kampanye politik akan ternoda manakala diisi dengan ujaran kebencian, fitnah dan kebohongan. Kampanye yang seharusnya mencerdaskan rakyat, justru bisa menyesatkan dan menjadi pembodohan manakala kebohongan dan fitnah merajalela.
Aktor-aktor politik dalam pesan kampanye yang disampaikan kepada masyarakat hendaknya mengutamakan nilai kejujuran. Jangan karena kebencian pada lawan politik dilakukan tindakan menghalalkan segala cara. Dewasa ini tampaknya kampanye politik yang dilakukan oleh masing-masing kelompok sudah mulai mengabaikan nilai kejujuran. Model persaingan politik yang dilakukan saat ini sudah masuk pada kategori combative (menyerang lawan dengan menghalalkan segala cara). Padahal sejatinya persaingan politik yang sehat haruslah melakukan model competitive (brsaing secara sehat dengan mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah).
Model kampanye negatif yang muncul akhir-akhir ini, seperti menyebut ada kelompok radikal yang menyusup ke kelompok capres tertentu, ada kertas suara yang sudah dicoblos, ada ulama dikriminalisasi, hingga tidak mau mengakui keberhasilan pemerintah, sesungguhnya kurang arif dalam pendidikan politik masyarakat. Sejatinya pendidikan politik yang sehat dan mencerdaskan adalah dengan model competitive. Model ini mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Boleh-boleh saja ada perbedaan dan persaingan politik, namun jangan sampai menghalalkan segala cara untuk menyerang lawan. Kata kuncinya nilai kejujuran harus tetap dijaga dan diutamakan dalam persaingan politik. Ketika masyarakat mendapatkan informasi politik yang jujur dan obyektif, maka mereka pun akan tercerahkan dan semakin cerdas dalam politik.
Tindakan intoleransi terhadap kelompok lain, karena perbedaan pilihan politik, keyakinan, etnis, budaya dan lain-lain, kini semakin marak di tengah masyarakat. Akibat dari tindakan intoleransi tersebut membuat munculnya suasana disharmoni, dan bahkan konflik antara kelompok satu dengan kelompok lain. Apalagi di tahun politik saat ini potensi konflik sangat mudah terjadi, karena begitu banyak berita bohong dan fitnah yang bertujuan untuk membuat konflik di tengah masyarakat. Tindakan saling hujat, pengerahan demo, saling caci, saling fitnah, mangaku paling Pancasilais dan kelompok lain anti Pancasila kini semakin marak terjadi. Semangat nasionalisme dan kebangsaan yang diperjuangkan para tokoh pendiri bangsa di awal kemerdekaan, kini seolah terkoyak karena kepentingan politik sesaat.
Ujaran kebencian dan permusuhan kini begitu mudah muncul yang membuat kegalauan dan ketakutan luar biasa di tengah masyarakat. Ucapan makar, radikal, dan anti Pancasila, begitu mudah dialamatkan pada lawan politik. Padahal belum tentu mereka yang mengucapkan lebih Pancasilais dibanding kelompok yang tertuduh. Apa sesungguhnya yang salah dalam cara pikir dan budaya masyarakat saat ini sehingga begitu mudah tersulut kebencian dan saling fitnah. Padahal selama ini masyarakat Indonesia terkenal sangat toleran, rukun, pemaaf, dan saling menghargai di tengah perbedaan yang ada. Mengapa kini muncul fanatisme politik yang berlebihan, semangat kedaerahan yang berlebihan, dan menjadikan agama sebagai bungkus kepentingan politik jangka pendek. Fanatisme yang berlebihan itu bisa membuat kemarahan dan kebencian pada orang lain dan kelompok lain yang berbeda warna. Padahal sejak awal para tokoh pendiri bangsa ini sudah mengikrarkan bahwa di tengah perbedaan yang ada kita adalah bersaudara.
Kasus-kasus intoleransi yang terjadi saat ini harus diurai dengan akal sehat dan pikiran yang jernih demi keutuhan bangsa. Tidak boleh ada satu kelompok yang merasa lebih Pancasilais dari kelompok lain, dan menuduh kelompok lain itu anti Pancasila, radikal dan membuat makar. Kalau tindakan intoleransi yang marak saat ini tidak segera diatasi dengan baik, akan bisa mengoyak keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah tentu harus mampu bertindak adil dan jujur dalam mengatasi setiap persoalan yang ada di tengah masyarakat. Jangan ada kelompok yang dibiarkan membuat keonaran, sementara lawan politik dikriminalisasi dan bahkan begitu mudah dituduh berbuat makar. Ini tentu tindakan konyol dan akan membuat prahara bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian kampanye politik tidak hanya sekedar retorika palsu, namun bisa menjadi kampanye yang mencerdaskan bagi masyarakat. (*)
(Dr. Hamdan Daulay, M.A. Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)