Seminar Digipreneur: Kreativitas Muslim Dalam Menghadapi Digital Era: Peluang dan Tantangan

Globalisasi, revolusi Industri 4.0, dan digitalisasi menjadi isu yang tak terpisahkan untuk menggambarkan kehidupan manusia sekarang ini. Ruang dan waktu manusia yang tak berbatas karena teknologi membuat tatanan manusia yang awalnya dianggap mapan pada zona nyaman, masing-masing dituntut harus adaptif. Masyarakat harus mampu mengikuti perkembangan jika tidak ingin dilindas oleh zaman dengan berbagai atribut perubahannya terutama dalam hal teknologi dan informatika.

Menanggapi fenomena ini, Pusat Studi Creative Movement and Digital Humanities Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan Seminar Digipreneur. Berlangsung Rabu (10/11), seminar kali ini mengangkat tema Kreativitas Muslim Dalam Menghadapi Digital Era: Peluang dan Tantangan. Acara yang berlangsung secara online ini dipandu oleh Yanti Dwi Astuti, S.Sos.I., M.A., Dosen Prodi Ilmu Komunikasi.

Dekan Dfishum, UIN Suka, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si. Dekan FISHUM menyambut baik acara ini. “Kita harus mengurai potensi diri agar kelemahan-kelemahan yang ada di dalam institusi juga bisa diurai. Tentu kita bisa berkolaborasi dengan Ibu Nur Kareelawati,”. Beliau juga berharap, kolaborasi ini tidak hanya berhenti pada acara ini, lebih lanjut riset kolaboratif juga bisa dilaksanakan. Apalagi saat ini sangat sulit membedakan kehidupan nyata-maya, perkembangan otomatisasi dan internet of things.

Internet yang memiliki karakteristik daya sebar luas dan aksesable membawa pada kehidupan bisa lebih baik, atau bisa juga sebaliknya. Sehingga kondisi ini manusia dituntut semakin kreatif. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi akademisi. Sebelum membuka acara, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si. juga memberikan semangat dan mengucapkan terimakasih kepada narasumber, moderator, peserta dan panitia.

Sementara itu, Fajar Iqbal, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Pusat Studi Creative Movement And Digital Humanities yang sekaligus merupakan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi juga menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, kajian digital merupakan kajian menarik. “Dunia industri banyak mengalami kemandegan dan stagnasi akibat pembatasan sosial. Mau tidak mau ketidakpastian itu semakin tidak terhindarkan,” jelasnya. Namun pembatasan ini kemudian menciptakan peluang-peluang lain bagi industri digital. “Ekonomi global memang sedang mengalami ketidakpastian, tetapi bukan berarti tidak ada peluang,” imbuhnya.

Dosen Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) Dr. Nur Kareelawati Binti Abd Karim menjelaskan pentingnya menjadi kreatif di era digital. Mahasiswa dituntut mampu menciptakan ide-ide dan beradaptasi dengan perkembangan digital. “The media exercise a strong and complex influence upon the perception and understanding of the world by the public and, consequently, upon shaping the personality of each individual and the interactions of individuals with one another,” jelasnya. Dr. Nur Kareelawati juga menyajikan data hasil penelitiannya tentang Kajian Kreativiti Muslim dalam Penghasilan Idea Kreatif. Dr. Nur Kareelawati melakukan survey kepada para peserta yang mengikuti pelatihan digital kreatif. Peserta cenderung menemukan ide kreatif setelah mendapatkan beberapa materi dalam pelatihan.

Sementara Arief Budiman, S.Sn. Dalam paparannya, menekankan bahwa sebuah keotentikan brand harus dibangun sejak awal kemunculan brand tersebut. “Ketika awal membentuk brand, maka sertakan otentisitas yang memiliki sebuah core values yang tidak dapat diduplikasi oleh brand lain,” tekannya. Disampaikan juga bagaimana membangun sebuah otentisitas brand yang dijual. “Otentisitas itu tidak kalah penting bagi calon costumer ketika menentukan alasan pemilihan brand,” jelasnya. Di akhir pemaparannya, ia menyebutkan bahwa inovasi, kreativitas, dan kolaborasi merupakan panglima bagi para pelaku digipreneur dalam membangun ekosistem sebuah brand.

Dr. Diah Ajeng Purwani, S.Sos., M.Si. dalam paparannya menyebutkan bahwa religiusitas mempengaruhi kesuksesan pengusaha terutama pengusaha wanita muslim pengguna kanal digital. Selain itu, Dr. Diah Ajeng juga menegaskan bahwa personal branding harus melekat pada diri seorang digipreneurs untuk membedakan dan menjual pesan yang dibawakannya. “Sell yourself before you sell your product,” tegasnya. Kegiatan seminar diakhiri dengan sesi tanya jawab oleh para peserta. (Tim Humas)