Ro’fah Ph.D., Sampaikan Materi Kajian Sore Ramadan Bil Jami’ah 1445 H di Masjid UIN Sunan Kalijaga

Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga, Ro’fah, Ph.D., manjadi narasumber pada Kajian Sore Ramadan Bil Jami’ah di Laboratorium Agama/Masjid kampus UIN Sunan Kalijaga, Kamis, 21/3/2024. Di hadapan ratusan jema’ah, pada Kajian Sore menjelang buka puasa kali ini, Ro’fah menyampaikan materinya berjudul “Membangun Penafsiran dan Praktek Agama yang Inklusif.”

Dalam paparannya Ro’fah antara lain menyampaikan, pentingnya Fikih Difabel dalam rangka mewujudkan landasan normatif yang Islami (teologis) untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas, memberikan pedoman praktek keagamaan bagi penyandang disabilitas, dan membantu menciptakan masyarakat Indonesia yang inklusif. Fikih Difabel berisi nilai, prinsip dan pesan-pesan Islami sebagai rekognisi dan positioning Difabel . Memposisikan Difabel dalam teologi Al Maun dengan interpretasi ulang terhadap konsep Yatim. Karena secara substansi Yatim adalah kesendirian, maka posisi Difabel yang dipinggirkan dari masyarakat adalah seperti Yatim. Difabel juga merupakan kelompok miskin, karena miskin juga harus dimaknai sebagai : Tidak terpenuhinya hak dalam berpartisipasi dalam masyarakat . Proses pemiskinan yang dibangun struktur masyarakat ( kemiskinan struktural)

Dijelaskan, karena pada kenyataannya, aksesibilitas lembaga pendidikan maupun tempat-tempat ibadah seperti masjid dan praktek peribadatan Islam masih belum optimal dalam mewujudkan aksesibilitasnya untuk para penyandang disabilitas. Apakah semua masjid di Indonesia sudah bisa dimasuki pengguna kursi roda dengan mudah? Dan apakah masjid masjid di Indonesia sudah mem punya penerjemah bahasa isyarat untuk tuli? Masjid mana yang punya koleksi quran braille? Oleh karena itu melalui Fikih Difabel akan terjawab semua, bagaimana umat Muslim seharusnya memberikan perlakuan penyandang Disabilitas yang manusiawi dan adil, baik dalam hal menuntut ilmu, beribadah, maupun melakukan muamalat, demikian papar Ro’fah.

Lebih lanjut Ro’fah menjelaskan, Fiqh Difabel menjadi upaya perlindungan hak hak sipil disabilitas menuju kehidupan yang harmoni. Pasca diratifikasinya Convention on the Rights of People with Disabilities (CPRD, CRPD melalui UU No. 19 tahun 2011. Muhammadiyah cukup responsif untuk memikirkan dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan permasalahan sosial keagamaan bagi keompok masyarakat Disabilitas dengan meluncurkan Fikih Difabel Muhammadiyah.

Prinsip prinsip yang dipakai Fikih Difabel dalam memelindungi hak hak sipil dan keagamaan kelompk Disabilitas ini adalah prinsip Karamah Insaniyah ( Kemuliaan manusia): Manifestasi dari Tauhid sebagai nilai dasar adalah prinsip memuliakan penyandang Disabilitas sebagai manusia yang merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna. Kondisi disabilitas bukanlah ketidaksempurnaan, dan tidak mengurangi fakta bahwa manusia adalah makhluk terbaik, Inklusifitas dan Hak Azazi: Fiqh Difabel secara ekplisit menggunakan pendekatan hak; penyandang Disabilitass / Difabel adalah pemilih hak dan karenanya masyarakat dan negara punya kewajiban memenuhi hak- hak tersebut. Poin lain yang diangkat dalam Fiqh Difabel adalah perlunya menghindari diskriminasi dan stigma terhadap Difabel, serta memastikan bahwa mereka mendapatkan hak-hak yang sama dalam menjalani kehidupan beragama dan social, imbuh Ro’fah. (Humas)