UIN Sunan Kalijaga Sambut Wacana Instrumen Baru BAN-PT dengan Induksi Mutu
Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar kegiatan “Induksi Mutu: Harmoni Mutu dan Regulasi dalam Mewujudkan Perguruan Tinggi yang Berkuliatas dan Berintegritas pada Selasa (3/12/2024). Kegiatan yang digelar di University Hotel tersebut dihadiri para pejabat di UIN Sunan Kalijaga ,mulai dari level universitas hingga prodi.
Ketua LPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Eva Latipah dalam sambutannya menjelaskan bahwa pihaknya bersama tim telah melakukan penelusuran terhadap berbagai program studi di UIN Sunan Kalijaga. “Sebanyak 16 program studi saat ini sedang mendapatkan treatment berupa reakreditasi, Instrumen Suplemen Konversi (ISK), dan pemantauan. Semua proses ini harus selesai pada 31 Desember 2024,” ungkapnya.
Selain itu, akreditasi internasional juga menjadi salah satu agenda utama dari lembaga ini. “Ada 13 program studi yang diproyeksikan untuk maju akreditasi internasional. Empat di antaranya telah siap untuk diajukan ke ASIIN, sementara 9 program studi lainnya akan didampingi dalam proses penyusunan Self Evaluation Report (SER),” tambahnya.
Prof. Eva juga menyoroti pentingnya adaptasi terhadap berbagai regulasi baru yang akan dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) terkait akreditasi nasional maupuninternasional, mengingat saat ini BAN-PT siap meluncurkan instrument baru. Menurutnya, langkah-langkah ini diperlukan untuk memastikan UIN Sunan Kalijaga mampu bersaing di tingkat global sekaligus mempertahankan mutu pendidikan di tingkat nasional.
Bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan ini, Dewan Eksekutif BAN-PT Prof. Dr. Slamet Wahyudi, S.T., M.T. Ia menyampaikan bahwa BAN-PT telah melakukan uji coba instrumen baru pada sekitar 130 perguruan tinggi unggul untuk menyesuaikan dengan regulasi yang terus berkembang. Salah satu perubahan besar adalah pengakhiran penggunaan instrumen sembilan kriteria pada tahun ini, yang akan digantikan dengan instrumen baru yang berbasis empat kriteria.
Prof. Slamet lebih jauh menjelaskan bahwa untuk mencapai status unggul, program studi perlu melakukan reakreditasi, karena akreditasi internasional tidak secara otomatis setara dengan predikat unggul di BAN-PT. Selain itu, hasil akreditasi internasional tidak dapat langsung diklaim ke PDDikti untuk diakui. Ia merujuk pada Pasal 51 Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa perguruan tinggi yang bermutu adalah yang mampu menghasilkan lulusan dengan potensi aktif dalam mengembangkan diri, yang diukur melalui capaian pembelajaran lulusan (learning outcomes), hasil keluaran (output), dan dampak (outcomes) .Sehingga tidak heran salah satu karakter utama dari status unggul di BAN-PT adalah keberadaan tracer study. “Jika program studi belum melakukan tracer study, kurikulumnya dianggap belum lengkap” jelasnya. Ia juga menyoroti perlunya penelitian untuk menghasilkan jurnal, karena jurnal yang baik seharusnya lahir dari penelitian berkualitas.
Selain itu, ia menegaskan pentingnya menjaga dan meningkatkan mutu melalui analisis data yang tercatat dalam pangkalan data pendidikan tinggi (PDDikti), sehingga akreditasi ke depan tidak lagi memerlukan Rencana Kerja dan Program Pengembangan (RKPP), melainkan data akan diambil langsung dari PDDikti. Ia juga menyoroti pentingnya rasio dosen homebase yang memenuhi syarat. Untuk mencapai kualitas yang sesuai standar, minimal 40 persen dari total dosen homebase harus memiliki kualifikasi S3. Hal ini menjadi salah satu indikator yang akan terus dipantau untuk memastikan mutu perguruan tinggi tetap terjaga.
Prof. Slamet menjelaskan bahwa dalam konteks akreditasi, kesesuaian dosen homebase dapat diiahat dari program studi jenjang doktoralnya, judul disertasi, atau artikel yang terbit di berbagai jurnal ilmiah. Ia menegaskan bahwa istilah linearitas tidak lagi relevan, melainkan yang lebih penting adalah kompetensi dosen yang dibuktikan dengan karya-karya ilmiah yang relevan dengan bidang keilmuannya.
Prof. Slamet menambahkan bahwa UIN Sunan Kalijaga perlu merumuskan standar tersendiri yang sesuai dengan karakteristik dan visi perguruan tinggi. Regulasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini hanya mengatur kompetensi lulusan, luaran, dan proses pendidikan. Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti) hanya menjamin mutu di bidang pendidikan, sementara untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing untuk diatur dan dikembangkan sesuai dengan misi universitas. (tim humas)