Dilihat 0 Kali

UIN SUKA

Kamis, 09 Januari 2025 17:32:53 WIB

Undang-Undang sebagai Instrumen Perubahan Perilaku Tambah Menjadi Nir-Kekerasan

Peraturan perundang-undangan sejatinya menjadi alat mengubah perilaku masyarakat. Undang-Undang Perlindungan Anak diharapkan menjadi alat mengubah perilaku Masyarakat menjadi pelindung anak. Peraturan Menteri (Permen) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, agar tidak terjadi kekerasan di lingkungan sekolah. Peraturan Menteri (Permen) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, agar tidak terjadi lagi kekerasan di lingkungan kampus. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, agar tidak terjadi lagi perkawinan dini. Demikian seterusnya dengan peraturan perundang-undangan lain. Namun faktanya kekerasan terhadap anak bukan saja belum dapat dihapus, justru angkanya semakin tinggi. Demikian juga dengan kasus kekerasan di lingkungan sekolah dan kampus malah semakin jamak terjadi. Tidak berbeda dengan fakta perkawinan dini, maraknya hampir tidak terkontrol.


Hukum sebagai alat pengubah

Meminjam teori system hukum Lawrence Friedman, bahwa minimal ada tiga unsur yang perlu dicermati untuk menggunakan hukum sebagai alat mengubah perilaku. Tiga unsur dimaksud adalah materi hukum (content of law), struktur hukum (structure of law), dan budaya hukum (culture of law). Materi hukum berkaitan dengan materi atau isi dari hukum/undang-undang. Struktur hukum berkait hubung dengan lembaga dan/atau penegak hukum; hakim, jaksa, pengacara, proses dan struktur. Budaya hukum berkaitan dengan budaya hukum masyarakat yang menjadi subjek yang hendak diubah oleh hukum, menyangkut ide, gagasan, nilai-nilai, norma, kebiasaan, dan semacamnya.

Pertama, materi undang-undang atau peraturan pemerintah atau peraturan lain, perlu dicermati apakah sinkron dengan apa yang hendak dirubah. Kedua, Legal-structure menelisik peran aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, hakim, advokat, pengacara dan semacamnya. Ketiga, Legal-culture menganalisis budaya hukum masyarakat. Misalnya bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap hukum, bagaimana sosialisasi hukum sehingga masyarakat mengetahuinya, apa yang menyebabkan masyarakat tidak mengetahui hukum dan sejenisnya. Lebih fokus pada budaya hukum masyarakat, perlu mencatat pandangan socio-legal studies (kajian hukum dan msyarakat), terutama datang dari para ahli pendekatan legal pluralism (pluralisme hukum). Menurut aliran ini, hukum negara bukan satu-stunya acuan berperilaku masyarakat. Hukum dapat juga dari agama, adat, dan hukum lain.


Tawaran solusi

Agar hukum dapat berperan mengubah perilaku masyarakat, perubahan pertama yang niscaya dan harus berjalan adalah mengubah budaya masyarakat agar patuh hukum negara. Perubahan budaya hukum masyarakat dapat berjalan dengan melakukan sosialisasi hukum secara berkelanjutan tanpa henti dan dilakukan oleh struktur hukum secara luas. Strukture hukum bukan hanya penggerak dan/atau penegak hukum yang ada di lembaga penegak hukum, seperti polisi, jaksa dan hakim. Struktur hukum yang bergerak mensosialisasikan hukum adalah seluruh agen berpengaruh dalam masyarakat secara luas. Maksud masyarakat luas adalah seluruh lapisan masyarakat yang ada di kampung, kota, kampus, sekolah dan lembaga-lembaga. Maka struktur hukum pun adalah camat di kantor kecamatan, kepala dan penghulu di KUA, kyai, ustad, tuan guru, tokoh masyarakat di masyarakat, kepala sekolah dan guru di lingkungan sekolah, dosen di lingkungan kampus dan ketua lembaga-lembaga, baik negeri maupun swasta. Peran struktur hukum dalam arti luas dapat berjalan setelah seluruh agen struktur hukum memiliki paradigma dan keyakinan hukum negara wajib dipatuhi. Karena itu dalam rangka meyakinkan para agen struktur hukum, negara harus hadir dengan berbagai program dan kegiatan untuk sosialisasi hukum. Dengan keyakinan tersebut, kyai, ustazd, tuan guru, tokoh masyarakat dan seluruh agen struktur hukum, dalam segala kesempatan, menyampaikan pesan-pesan pentingnya patuh hukum kepada anggota masyarakat. Dengan demikian sosialisasi hukum dilakukan tanpa henti, berjalan terus menerus dengan berbagai jenis program dan kegiatan dan dilakukan di seluruh lapisan oleh tokoh yang diyakini masyarakat. (Tulisan ini sudah terbit di Kedaulatan Rakyat tgl 8 Januari 2025)

 

(Prof. Dr. Khoiruddin Nasution adalah guru besar Hukum Keluarga Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pengajar Fak. Hukum UII Yogyakarta).