0

UIN SUKA

Senin, 03 Februari 2025 09:32:00 WIB

Tadarus Difabel Minggu 17 *Pemeringkatan Universitas Global dan Sate Klatak* : _Mix Method_

*PUSAT LAYANAN DIFABEL LPPM UIN SUNAN KALIJAGA* 

Sahabat inklusi yang mulia...

…“Menurut saya, *meraih Peringkat Universitas Dunia, penting*, namun, *yang paling penting adalah memperbaiki kualitas Universitas* itu sendiri", kata Ivan... *"Peringkatnya tinggi, tapi kualitasnya biasa saja, ya tidak baik”,* Ivan kembali memperkuat argumennya. *Ivan adalah seorang mahasiswa difabel*. Minggu lalu kami ngerumpi kecil, bicara tentang *WUR*, Rangking Universitas Global, yang biasanya ditaburi silang pendapat dan bahkan kritikan...

Para sahabat inklusi di LPPM sudah terbiasa meleleh dalam diskusi dengan banyak tema, termasuk *meng-ghibah-kan secara kualitatif* "para" *Lembaga Internasional Pemeringkatan Global* itu…di UIN Yang *paling fokus mengurusi* pekerjaan ini adalah Pak *Trio Yonatan Teja Kusuma*, dia adalah *Koordinator Pusat Pemeringkatan dan SDGs*. Kami memanggilnya *Pak Jo, Jonatan* (kayaknya saya pernah satu kali memanggil Jannatun, surga). Sebagai Koordinator Pemeringkatan, Pak Jo tidak terpengaruh oleh semua silang pendapat perihal pemeringkatan global itu. Pak Jo terus berjihad sesuai dengan SK nomenklatur jabatan yang melekat pada aktifitas dirinya secara konstitusi UIN...yaitu merawat *Pemeringkatan dan SDGs*…itulah "jalan pengabdian akademik" yang telah digariskan untuk Pak Jo

Saya melihat pemeringkatan sebuah Universitas berperan hampir sama seperti tim sukses dalam pilpres atau pileg… *fungsinya mempercantik _display_ Universitas di mata Global*…Di atas papan _catwalk_ Universitas Global, peringkat sebuah kampus memang *bisa dilihat sebagai kualitas sekunder*, tapi begitu hasil pemeringkatan tersebut dilempar ke publik, berseliweran di medsos, ditulis di koran-koran, maka kualitas sekunder itu *dapat tiba tiba saja berubah menjadi kualitas primer di mata dunia*, yang itu diterima dengan suka cita bersanding duka cita…Maka, pemeringkatan (yang sebenarnya sekunder tadi itu) *adalah kendaraan*…pintu masuk *menuju imajinasi masyarakat global*, di mana kualitas primer terbangun di dalam imajinasi kualitas sekunder yang telah menjadi primer di mata masyarakat global itu (jika diksinya terasa blunder, silahkan?☕ *ngopi dulu*)...saya amati, dalam konteks ini lah sebagian besar kritik telah muncul...

...Diagnosanya dan obatnya adalah, kualitas primer internal dan sekunder eksternal keduanya bisa _mixed_ digarap simultan...Analogi pendekatan *_mix method_* internal-eksternal Universitas dalam membangun kualitas dapat dipotret *Seperti tukang Sate Klatak*, yang terkenal dengan cara pemanggangannya yang unik, bumbu internalnya tak terlihat oleh banyak orang, namun memberi dampak besar. Sate Klatak bisa mencerminkan pendekatan yang khas dalam memperkuat *kualitas internal (pengajaran, riset, pengabdian, fasilitas, pelayanan* di kampus) sambil tetap menjaga kualitas dan reputasi secara *eksternal* yang menggoda. Bunyi bakaran sate, "klatak, klatak" dari hasil cipratan pemeringkatan kembang api yang atraktif telah menarik peminat global untuk datang nyate, bahkan rela ngantri sampe ambyar...*Sate Klatak: enak di dalam, enak di luar...*

*Merawat pemeringkatan, penting* untuk mempercantik _display_ di mata dunia global... *tapi selanjunya* untuk jangka panjang, *upaya penguatan kualitas internal adalah yang paling penting*, untuk merenovasi rongga rayap, *substansi*, yang disisakan tidak tersentuh oleh/akibat residu pemeringkatan global itu...Oleh karenanya Universitas yang berupaya meraih rangking, dapat -pada saat yang sama-, *melakukan kritik* kepada lembaga rangking itu *dengan cara* membangun kualitas internal (*kesejatian diri*) nilai, ciri khas yang kokoh *meskipun pemeringkatan global terus naik turun*...Saya dapat melihat kedua metode itu sedang dirayakan di *UIN Sunan Kalijaga: “Empowering knowledge, shaping the future”* 

*Koordinator Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga*

Salam inklusi…

*Dr. Asep Jahidin* Dosen FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.