Screenshot 2025-11-22 112046.png

Sabtu, 22 November 2025 12:26:00 WIB

0

Pembukaan INCOILS 2025 Resmikan Babak Baru Internasionalisasi Pemikiran Islam Indonesia

Yogyakarta (21–23 November 2025) — Indonesia mengirim pesan tegas ke dunia akademik global: pemikiran Islam Indonesia bukan hanya relevan, tetapi mulai mengarahkan arah wacana keilmuan internasional. Pesan itu mengemuka melalui penyelenggaraan The 5th International Conference on Islam, Law, and Society (INCOILS 2025) di Grand Rohan Hotel, Yogyakarta, yang digelar oleh FORDIPAS bekerja sama dengan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Konferensi ini menghadirkan ratusan peneliti dan civitas akademika Pascasarjana PTKIN dari seluruh Indonesia dan berbagai negara, menjadikannya arena strategis untuk pertukaran ilmu, kolaborasi internasional, dan penyusunan peta jalan baru studi Islam pada level global.

Islam Indonesia sebagai Wacana Global

Dalam sambutan tertulisnya, Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., menegaskan bahwa konferensi ini memiliki signifikansi besar karena memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan diseminasi keilmuan antar komunitas akademik Islam dalam konteks perubahan global yang semakin kompleks. Ia menyebut Indonesia sebagai “laboratorium peradaban” — ruang historis dan kultural tempat fikih, hukum positif, dan dinamika sosial masyarakat demokratis saling menguatkan.

Menurut Menteri, perspektif Islam Indonesia kini dibutuhkan dunia untuk merespons gelombang disrupsi teknologi, krisis lingkungan, dan polarisasi sosial global. Islam Indonesia menawarkan model keilmuan yang normatif sekaligus humanis, tradisional sekaligus modern, teologis sekaligus ilmiah.

Menteri Agama juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada FORDIPAS PTKIN dan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga atas keberhasilan menghadirkan para cendekiawan dunia dan menghidupkan kembali forum strategis lintas-negara ini. Ia menyebut UIN Sunan Kalijaga memainkan peran sentral dalam mengonfigurasi ulang arah studi Islam di tingkat global.

Dalam sambutan tertulisnya, Menteri Agama menggarisbawahi tiga arahan strategis agar INCOILS menjadi motor perubahan keilmuan Islam:

1️ Pemikiran Islam harus melampaui dikotomi tradisi vs modernitas melalui pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner.
2️ Jaringan riset dan kolaborasi akademik internasional perlu diperkuat untuk menghadirkan solusi bagi persoalan kemanusiaan.
3️ Konferensi harus mendorong ilmuwan menghasilkan ilmu yang aplikatif — tidak berhenti pada artikel ilmiah, tetapi menghasilkan riset inovatif dan kebijakan akademik.

Konferensi ini mempertegas posisi Indonesia dalam peta keilmuan dunia dengan menghadirkan akademisi kelas dunia sebagai keynote speakers, antara lain:

  • Prof. Michael S. Northcott — University of Edinburgh, Scotland
  • Dr. Stéphane Lacroix — Sciences Po Paris, France
  • Prof. Anna M. Gade — University of Wisconsin–Madison, USA
  • Prof. Noorhaidi Hasan — Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Para ilmuwan tersebut memperdebatkan isu agama, hukum, dan keberlanjutan lingkungan melalui dialog sejajar bersama akademisi Indonesia — lanskap ilmiah yang satu dekade lalu nyaris mustahil dibayangkan.


Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, M.M., Ph.D., menegaskan bahwa INCOILS adalah barometer baru ketangguhan akademik PTKIN.

“Konferensi ini merupakan satu-satunya konferensi dalam lingkup enam PTKIN yang secara serius mampu menjadi benchmark dan memberikan tantangan akademik positif bagi forum akademik nasional yang selama ini menjadi rujukan utama di lingkungan Kementerian Agama. Bukan hanya dari sisi keseriusan panitia, tetapi juga dari tema besar konferensi dan isu-isu ilmiah yang diangkat.”

Ketua FORDIPAS, Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag., menegaskan bahwa INCOILS merupakan komitmen kolektif untuk memperkuat jejaring riset dan memperluas kontribusi intelektual Indonesia di panggung global.

Sementara itu, Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Moch. Nur Ichwan, M.A., menekankan rasa terima kasih atas kepercayaan menjadikan UIN Sunan Kalijaga sebagai tuan rumah penyelenggara FORDIPAS dan INCOILS.

“FORDIPAS penting untuk menjaga jejaring dan sinergi antardirektur Pascasarjana PTKIN se-Indonesia. Sedangkan INCOILS merupakan wadah penting untuk mengonsolidasikan kekuatan akademik kita, memperkuat tradisi riset, dan menghadirkan kontribusi intelektual yang relevan bagi masyarakat luas.”

Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A., mengajak seluruh akademisi untuk meningkatkan riset, publikasi, dan kerja sama internasional melalui program visiting professor, joint research, dan joint publication.

“Kita memiliki lebih dari 1400 profesor di lingkungan PTKIN. Pertanyaannya adalah: sejauh mana ilmu telah kita kembangkan? Melalui konferensi ini, mari kita dorong kerja sama riset yang lebih luas dan publikasi akademik internasional.”

Sekretaris Direktur Jenderal Pendidikan Islam,Prof. Arskal Salim, Ph.D, menyoroti urgensi isu lingkungan dalam kerangka Islam, Law, and Society.

Ia menawarkan empat cara memperluas peran hukum agama dalam merespons krisis lingkungan:
maqasid syariah dengan hifz al-bi’ah (perlindungan lingkungan), penerapan nilai keseimbangan Qur’ani, metode fikih berbasis maslahah, dan kolaborasi lintas ilmuwan serta pembuat kebijakan.

Salah satu gagasan paling progresif pada konferensi ini muncul dari sesi Kurikulum Cinta (Compassion-Based Curriculum) — gagasan keilmuan berbasis empati, humanisme, dan kemaslahatan universal. Paradigma ini menjadi tawaran Indonesia kepada dunia: keilmuan Islam masa depan harus melahirkan ilmuwan yang unggul secara intelektual sekaligus berbelas kasih.

Dengan tema besar “Religion, Law, and Environmental Sustainability,” INCOILS 2025 menandai pergeseran besar dunia akademik Islam. Indonesia kini tidak lagi sekadar menjadi konsumen pengetahuan atau peserta diskusi global, tetapi telah menjelma sebagai produsen pengetahuan dan rujukan intelektual dunia. Keilmuan Islam Indonesia tidak hanya dipelajari, tetapi dijadikan referensi bagi rekonstruksi pemikiran Islam di berbagai belahan dunia.

Konferensi ditutup dengan komitmen untuk menindaklanjuti hasil forum melalui publikasi ilmiah, kebijakan akademik, serta riset transnasional sebagai kontribusi nyata bagi kemanusiaan dan keberlanjutan masa depan.