Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta kembali menjadi simpul penting percakapan akademik berskala internasional. Tahun ini, Pascasarjana menjadi tuan rumah pertemuan para direktur pascasarjana PTKIN se-Indonesia dalam rangkaian Forum Direktur Pascasarjana PTKIN (FORDIPAS) serta The 5th International Conference on Islam, Law, and Society (INCOILS 2025).
Pembukaan kegiatan berlangsung pada Sabtu (22/11/2025) di Hotel Grand Rohan Yogyakarta, dan secara resmi dibuka oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Prof. Dr. Kamaruddin Amin. Hadir pula Direktur Diktis Kemenag, Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, serta Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan.
Dalam sambutannyaa, Prof. Kamaruddin Amin menyampaikan refleksi tajam mengenai wajah Pascasarjana saat ini. Ia mengenang kembali era 1990-an, masa ketika Pascasarjana dianggap sebagai ruang intelektual yang sakral, prestisius, dan menghasilkan alumni yang diakui keilmuannya.
“Saat itu, kita belajar pemikiran Islam dari karya-karya besar Harun Nasution sejak jenjang sarjana. Melihat mahasiswa Pascasarjana saja sudah memberi getaran akademik yang luar biasa,” ujarnya.
Prof. Kamaruddin juga menggambarkan bagaimana pada masa itu kemampuan bahasa para mahasiswa Pascasarjana, baik Arab maupun Inggris sangat kuat. Kemampuan tersebut, menurutnya, menjadi bagian dari pesona akademik yang membentuk wibawa intelektual Pascasarjana dan menginspirasi banyak kalangan.
Refleksi ini bukan nostalgia kosong. Pasalnya Pascasarjana memiliki mandat besar, yakni melahirkan sarjana yang bukan hanya diakui otoritas akademiknya oleh kampus, tetapi juga oleh publik.
Berbicara mengenai arah pengembangan Pascasarjana PTKIN ke depan, Sekjen Kemenag menegaskan beberapa agenda strategis yang perlu menjadi komitmen bersama. Pertama, membangun otoritas akademik yang diakui publik, yaitu memastikan Pascasarjana benar-benar menjadi pusat rujukan ilmu dan melahirkan scholar yang otoritatif serta dipercaya masyarakat dalam berbagai isu keagamaan.
Kedua, menghadirkan ruang akademik yang khidmah dan otentik, karena tradisi pembimbingan ilmiah bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi proses pembentukan kualitas intelektual yang dapat diteladani oleh mahasiswa. Ketiga, menguatkan hilirisasi ilmu dan penelitian, dengan mendorong perubahan orientasi dari sekadar menghasilkan output akademik menuju outcome yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat, sehingga setiap program studi dan penelitian mampu berkontribusi langsung pada kebutuhan dan perkembangan kehidupan sosial.
Pascasarjana, menurutnya, tidak boleh berhenti pada produksi karya ilmiah, tetapi wajib memikirkan bagaimana ilmu itu bekerja di masyarakat. “Setiap program studi harus dirancang secara praksis agar hilirisasi ilmu berjalan efektif. Kita tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi memastikan ilmu itu berdampak,” tegasnya.
Dalam paparannya, Kamaruddin juga menyoroti persoalan ketenagakerjaan nasional yang menunjukkan bahwa dari 145 juta penduduk bekerja, masih terdapat 7,8 juta pengangguran, dan satu juta di antaranya adalah lulusan sarjana. Meski demikian, ia menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak seharusnya menjadi kekhawatiran bagi alumni PTKIN. “Alumni kita seharusnya tidak ada yang menganggur. Ruang aktualisasi ilmu tidak akan pernah habis,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa banyak peluang kontribusi yang dapat dikembangkan, seperti lulusan tafsir yang dapat mengoptimalisasi masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat, lulusan zakat dan filantropi Islam yang memiliki potensi besar menjadi amil profesional dengan kelas setara banker atau akuntan, hingga lulusan ilmu-ilmu agama yang dapat berperan dalam berbagai sektor sosial-ekonomi tanpa meninggalkan integritas spiritualnya.
Pernyataan Sekjen Kemenag memberi pesan tegas bahwa Pascasarjana bukan hanya institusi pendidikan, tetapi generator perubahan sosial.
Refleksi ini menjadi resonansi yang kuat di ruang-ruang INCOILS 2025, sekaligus menjadi tantangan bersama bagi seluruh PTKIN di Indonesia untuk memperkuat peran, kualitas, dan kontribusi Pascasarjana dalam menjawab kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Sehingga ini menjadi ruang strategis untuk mengurai isu-isu terkini, merespons berbagai tantangan akademik, dan merumuskan inovasi yang relevan dengan kebutuhan zaman. Melalui presentasi-presentasi panel yang disampaikan para akademisi dan peneliti, forum ini menghadirkan beragam novelty, gagasan, pendekatan segar, dan temuan ilmiah yang dapat memperkaya khazanah keilmuan sekaligus memberikan arah pengembangan ke depan.
Seluruh gagasan tersebut tidak berhenti pada tataran diskusi, tetapi dibawa kembali ke institusi masing-masing untuk dikembangkan dan diimplementasikan dalam program akademik, penelitian, dan pengabdian. Dengan demikian, Pascasarjana PTKIN dapat terus bergerak adaptif, responsif, dan produktif dalam menjawab tantangan serta kebutuhan masyarakat di era yang terus berubah.(humassk)