Hidupkan Kampus Peduli Penyiaran, KPI Pusat Gandeng COMTC FISHUM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerja sama dengan Center for Communication Studies and Training (COMTC) Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan acara Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Acara ini berlangsung di Conference Room FISHUM, 12/6/2023. Diseminasi tersebut difokuskan pada studi kasus mengenai kualitas program siaran Infotainment di stasiun televisi.

Pada sambutannya sekaligus membuka acara, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Iswandi Syahputra, M.Si., menyampaikan bahwa media penyiaran, khususnya televisi, masih menjadi media dominan di Indonesia, bahkan di Asia.

Televisi masih dipercaya sebagai tempat beriklan bagi perusahaan komersial. Tingkat kepercayaan masyarakat pada televisi lebih tinggi daripada media digital, dan akses masyarakat terhadap televisi lebih mudah dan terjangkau dibandingkan dengan media penyiaran digital. Untuk itu, beberapa saran disampaikan oleh Prof. Dr. Iswandi yang pernah menjabat sebagai Komisioner KPI Pusat 20102013, antara lain mengawasi kualitas sinetron, infotainment, dan variety show, termasuk pengawasan siaran religi. “KPI perlu memperkuat otoritasnya sebagai regulator penyiaran, terutama dalam pengaturan isi siaran dan pencabutan konten siaran yang tidak memenuhi standar.”

"Kualitas siaran TV cermin dari kualitas perilaku khalayak. Kualitas pengelola TV cermin dari kualitas KPI.” ujarnya. Hal ini disampaikan seiring dengan posisi KPI yang menjadi titik tengah antara kepentingan industri dan kepentingan publik. KPI berperan dalam mencapai kepuasan kedua pihak tersebut. Dalam konteks ini, KPI berfungsi sebagai mediator antara apa yang diinginkan dan yang dipuaskan.

Prof. Dr. Iswandi Syahputra, M.Si., menambahkan, sebagai lembaga regulator penyiaran yang independen, KPI perlu memiliki kewenangan khusus dalam memberi izin konten siaran dan memantau siaran Over The Top (OTT) kategori Video on Demand (VOD). Hal ini merupakan refleksi dari peran negara dalam melindungi kepentingan warga negara dari serbuan konten yang tidak sesuai.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Ubaidillah, mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada UIN Sunan Kalijaga yang telah menjadi bagian dari KPI Pusat. Baik melalui partisipasi kampus maupun kontribusi para alumni yang telah memberikan banyak bantuan berarti bagi KPI.

Dalam diseminasi ini, tim pemantau siaran dan hasil riset terkait indeks kualitas siaran menyampaikan temuan-temuan mereka. Sayangnya, meskipun temuan tersebut telah disampaikan kepada lembaga penyiaran, namun kualitas siaran televisi dari tahun ke tahun belum mengalami peningkatan yang signifikan.

Untuk itu, Ubaidillah menjelaskan, bahwa riset dan pengawasan terkait penyiaran harus terus dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan kajian akademik dan masyarakat serta menjadi acuan anugerah penyiaran, dan aturan-aturan yang dikeluarkan. Kerja sama dengan kampus, seperti UIN Sunan Kalijaga, memiliki peran yang penting dalam hal ini. Ia berharap adanya masukan yang beragam dari kampus tersebut guna memperbaiki kualitas penyiaran di Indonesia.

Acara dilanjutkan dengan diseminasi riset yang dipandu moderator Rika Lusri Virga, S.IP., M.A. Pemaparan pertama disampaikan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Dr. Mochamad Sodik, M.Si.

Dekan FISHUM. Dr. Mochamad Sodik menekankan pentingnya keselarasan antara siaran yang baik, akhlak yang baik, dan budi yang baik. Ia menyatakan bahwa sebagai bangsa yang baik dan negara yang baik, kita perlu menjalankan prinsip berbangsa dan bernegara melalui siaran yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Komitmen kebangsaan harus diimplementasikan melalui siaran yang mendukung kedamaian, anti-kekerasan, dan KPI sebagai lembaga regulator penyiaran memiliki peran penting dalam mengawal siaran yang halal dan baik.

Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Evri Rizqi Monarshi, dalam pemaparannya, menegaskan komitmennya dalam mewujudkan tayangan yang sehat dan berkualitas sesuai amanat Undang-Undang, demi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

“Dalam konteks televisi dan radio, yang menggunakan frekuensi milik publik, penting bagi KPI untuk melakukan pengawasan terhadap konten yang disiarkan. Salah satu aspek yang sering terlewatkan adalah perlindungan anak dan remaja.” demikian tuturnya.

Amin Shabana, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, menyampaikan potret mengenai Indeks Kualitas Program Infotainment tahun 2023. Dalam pernyataannya, ia menyoroti kekhawatiran yang sama yang telah berlangsung selama bertahun-tahun terkait tayangan infotainment.

Data mengenai Indeks Program Infotainment Periode I tahun 2023 menunjukkan angka 2,80, yang sama dengan tahun 2022. Hal ini mengindikasikan bahwa program infotainment masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Dari 9 stasiun televisi yang memproduksi tayangan infotainment, rata-rata indeksnya tetap 2,80, seperti tahun sebelumnya, tanpa adanya perkembangan yang mencolok. Sedangkan angka 3 merupakan standar deviasi minimal untuk menandakan tayangan yang berkualitas.

Meskipun KPI mengundang lembaga penyiaran untuk melakukan evaluasi tahunan, tidak ada perubahan yang dilakukan oleh mereka. Hal ini disebabkan karena mereka lebih cenderung mempertimbangkan pasar dan data Nielsen, yang mengharuskan mereka mematuhi aturan tertentu. Untuk itu KPI berharap dapat mengundang stasiun televisi untuk ikut serta dalam sekolah SP3S (Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), sehingga mereka dapat memahami aturan yang berlaku dan meningkatkan kualitas program infotainment secara khusus.

Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Komisioner KPID DIY, Noviati Roficoh. Pihaknya menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas program siaran. Adapun yang dapat dilakukan adalah meningkatkan tingkat literasi masyarakat dan juga pelaku produsen media. Adanya aduan dari masyarakat menunjukkan kepedulian dari masyarakat, untuk itu KPI juga harus bersemangat dalam mewujudkan komitmen untuk menghasilkan kualitas tayangan yang baik. Dalam konteks produksi konten, Noviati menyebutkan bahwa di Yogyakarta terdapat lebih dari 60 Production House (PH), sementara secara nasional terdapat lebih dari 7000. “Disini KPI memiliki peran penting dalam menjembatani kerja sama antara Production House dengan lembaga penyiaran.” ujarnya. Sebagai contoh, Noviati menyebutkan film "Tilik" yang merupakan salah satu karya dari PH lokal di Yogyakarta. Kualitas tayangan yang berkualitas ini dapat menjadi pertimbangan KPI untuk dapat memfasilitasi PH agar mengisi ruang pada lembaga penyiaran. Noviati berharap semakin meningkatnya peran masyarakat akan mendorong perbaikan kualitas siaran.

Dr. Bono Setyo, Direktur COMTC, yang juga Pengendali Lapangan, memberikan apresiasi terhadap dukungan yang luar biasa dari pimpinan, Rektor, Dekanat, dan Dosen terhadap kolaborasi dengan KPI yang telah terjalin lama, utamanya sejak konferensi penyiaran yang diselenggarakan tahun lalu.

Dalam pemarapan riset diseminasinya, Dr. Bono menyampaikan diseminasi tahun ini difokuskan pada tiga kategori yang masih rendah, yaitu infotainment, sinetron, dan variety show. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar konten tersebut masih belum memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Banyak tayangan yang mengeksploitasi privasi dan konflik pribadi, sementara kurang memberikan nilai edukatif.

Dr. Bono Setyo menyoroti beberapa contoh, seperti adanya ghibah dalam acara infotainment, serta wawancara yang memprovokasi dan memperburuk konflik di depan publik. Bahkan, terdapat adegan mistis dalam salah satu tayangan yang menggunakan kartu tarot untuk meramal kehidupan rumah tangga selebriti.

Untuk meningkatkan kualitas siaran, Dr. Bono Setyo merekomendasikan adanya program-program literasi masyarakat yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan yang berkualitas, sehingga siaran yang tidak bermutu akan ditinggalkan.

Kolaborasi antara KPI Pusat dan UIN Sunan Kalijaga merupakan langkah dalam menghidupkan semangat kampus yang peduli terhadap bidang penyiaran. Dengan melibatkan keahlian akademik dan pengalaman dari kedua belah pihak, diharapkan dapat menciptakan perubahan yang positif bagi penyiaran di Indonesia. (Weni/Ihza/Revi)