UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gelar Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional
Upacara Memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 116
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional di halaman Gedung Prof. KH. Saifuddin Zuhri, 20/5/2024. Upacara ini dipimpin langsung oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. H. Al Makin, dan diikuti oleh seluruh civitas akademika yang meliputi Dosen, Tenaga Kependidikan, perwakilan Mahasiswa,penjaga keamanan, dan lain sebagainya.
Dalam sambutannya, sosok nomor satu di UIN tersebut menyampaikan pandangannya tentang sejarah kebangkitan cinta tanah air di Indonesia yang bersumber dari dua hal: pertama, dari pribumi, dan kedua, dari tekanan internasional.
Disampaikan Prof. Al Makin, Pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1900, terdapat dua jaringan internasional yang berpengaruh: Jaringan Eropa dan Timur Tengah/Arab. Jaringan Eropa, para priyayi baru yang bukan keturunan bangsawan, namun mendapatkan pendidikan Belanda, baik di Indonesia maupun di Belanda, mendirikan organisasi dan menulis di koran-koran. Tokoh-tokoh seperti Mas Marco Kartodikromo, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Raden Mas Noto Soeroto, Raden Rifai, dan Raden Mas Ramayuda berperan penting dalam menyebarkan gagasan cinta tanah air melalui tulisan mereka. Hatta, misalnya, sangat rajin menulis di koran Lokomotif. Karena tulisan-tulisan merekalah, cinta tanah air tersebar luas dan Indonesia akhirnya meraih kemerdekaan.
Jaringan internasional yang kedua adalah Timur Tengah. Menurut Prof. Almarhum Azyumardi Azra dan Michael Laffan, orang-orang dari Minangkabau, Padang, dan Jawa yang bermukim di Makkah bergaul dengan orang-orang Mesir dan menyebarkan gagasan cinta tanah air. Berdirinya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah tidak lepas dari konteks ini.
Selain itu, cinta tanah air juga muncul dari daerah-daerah di Indonesia dalam bentuk yang sangat asli. Salah satu contoh yang disampaikan adalah mitos Syeikh Jumadil Kubro, seorang wali sakti yang muncul di Blitar, Wonosobo, Surabaya, Rembang, dan Bojonegoro. Tokoh popular lainnya adalah Samin Surosentiko yang melawan Belanda tidak dengan perang fisik, tetapi dengan tidak membayar pajak dan mengajarkan nilai-nilai kebajikan seperti tidak iri, tidak dengki, tidak mengambil milik orang lain, tidak dendam, dan menerima hidup apa adanya.
Prof. Al Makin juga menegaskan bahwa Indonesia berdiri di atas tulisan dan perjuangan lokal dari tokoh-tokoh seperti Si Singa Maharaja, Syeikh Jumadil Kubro dan Samin Surosentiko Dalam konteks masa kini, ia mengajak seluruh civitas akademika untuk bekerja sebaik-baiknya sesuai kemampuan, menekankan kejujuran dan ketenangan diri.
"Semoga Hari Kebangkitan Nasional ini mengingatkan kita pada perjuangan nasional yang terdiri dari tiga unsur, yaitu internasional (Eropa, Arab) dan unsur lokal dari masing-masing daerah. Semoga kita semua diberi petunjuk dan tetap diberi rahmat oleh Allah SWT. Mari kita ciptakan damai dalam diri kita masing-masing," tutup Prof. Al Makin dalam sambutannya. Tim Humas)