UIN Sunan Kalijaga Berkolaborasi untuk Melahirkan Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail yang Kontributif bagi Kompleksnya Problem Peradaban Era Kini

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berkolaborasi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Kementerian Agama menyelenggarakan Seminar "Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail" di University Hotel pada Rabu (31/7/2024) sampai dengan Jumat (2/8/2024). Opening ceremony diadakan pada Kamis (1/08/2024), dihadiri oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. H. al Makin beserta jajaran pimpinan UIN Sunan Kalijaga , Senat, Dekan dan Direktur Pascasarjana, Wakil Ketua Umum PBNU, Kepala Kanwil Kemenag DIY, serta anggota PWNU dan PCNU di Yogyakarta.

Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin, dalam sambutannya menyampaikan ucapan selamat datang kepada delegasi PBNU, Kemenag, Kanwil DIY, dan seluruh delegasi pondok pesantren di Yogyakarta. Beliau mengungkapkan rasa syukur atas kepercayaan yang diberikan kepada UIN Sunan Kalijaga sebagai tempat diskusi penting ini, yang menjadi ajang pertemuan dan tukar pikiran. Prof. Al Makin juga menyoroti peran besar ulama dalam menjaga kokohnya negara ini dan menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk berperan dalam memberikan fatwa yang berlaku di dunia internasional sebagaimana peran yang dilakukan oleh Universitas Al Azhar di Mesir yang memiliki peran secara sosial, nasional, dan politik.

Menutup sambutannya Al Makin berharap UIN Sunan Kalijaga dapat berkontribusi dengan baik,, berdiskusi dengan tenang, dan menghasilkan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia dan dunia.

Dr. Ahmad Bahiej, Kepala Kanwil DIY yang baru dikukuhkan, menekankan pentingnya kolaborasi antara PBNU, Kemenag, dan UIN Sunan Kalijaga dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Kolaborasi tersebut melibatkan banyak pihak karena kompleksitas permasalahan di masyarakat memerlukan kerja sama antara pemerintah, praktisi, dan akademisi.

Keynote speaker K.H. Zulfa Musthofa menyampaikan bahwa seminar ini dihadiri oleh pihak pesantren, kampus, dan falakiyah, karena semuanya memiliki irisan dengan istinbath hukum. Zulfa menjelaskan pentingnya kontekstualisasi dalam pengambilan hukum Islam sesuai dengan kompleksitas masalah yang dihadapi masyarakat saat ini. Beliau juga menekankan bahwa ulama harus bersikap tawasuth, bermanhaj, dan dinamis dalam berfatwa.

Seminar "Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail" secara resmi dibuka oleh K.H. Zulfa Musthofa dan diharapkan dapat menghasilkan sumbangsih yang bermanfaat untuk masyarakat Indonesia dan dunia.

Kegiatan Pengembangan Akademik Kolaboratif kali ini yang meliputi Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dengan narasumber KH Ahmad Fahrur Rozi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama; Bahtsul Masail Diniyyah Pedoman Penetapan Awal Bulan Hijriyah, disampaikan KH. Sarmidi Husna, Katib PBNU

Gus Fahrur Rozi dalam paparannya antara lain menjelaskan bahwa, istinbath merupakan proses mengeluarkan hukum dengan menggunakan akal dan pikiran, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, serta bagian dari ijtihad. Nahdlatul Ulama sebagai Ormas Islam melalui Bahtsul Masail telah menerapkan berbagai metode penetapan hukum sejak 1989 dan mengalami perkembangan tahun 1992 di Munas Lampung dengan menetapkan 3 metode bahtsul masail dalam penetapan hukum, yakni Qauli, Manhaji, dan Ilhak. Bahtsul Masail dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengkaji berbagai problem manusia yang semakin kompleks melalui metode-metode yang telah disusun. Contoh, kompleksitas jual beli saham yang menimbulkan perdebatan karena sifatnya yang fluktuatif. Sementara jika merujuk pada kitab klasik, jual beli seperti itu tidak diperkenankan karena bentuk dari benda yang diperjualbelikan tidak terlihat, tidak ada yang diserahterimakan.

Gus Fahrur berpendapat bahwa jual beli saham itu boleh. Saham adalah hal yang baru sehingga harus definisikan dengan cara yang baru pula. Menurut beliau, melihat realita hari ini dengan pesatnya perkembangan teknologi, jual beli tidak lagi hanya terbatas barang, tetapi dalam bentuk nilai. Hari ini tampak bagaimana ramainya transaksi jual beli di marketplace dan sepinya pasar tradisional serta tutupnya berbagai gerai offline. Namun demikian, jual beli demikian bukan sebuah masalah, karena kesepakatan akad jual beli sudah berubah hanya dengan menekan tombol “yes” dalam gawai dan representasi barang yang dibeli dapat dilihat melalui foto yang tepat agar disertakan sifat-sifatnya. Begitu juga dengan polemik vaksin. Seperti vaksin meningitis karena adanya perbedaan hukum antar lembaga. Untuk itu, pemerintah harus bijak dalam menetapkan sebuah keputusan hukum agar terhindar dari ketidakpastian hukum.

Sementara narasumber kedua Dr. Muhajir, S.Pd.I, M.S.I. menyoroti dua metode istinbath hukum, yaitu qauli dan manhaji. Disampaikan bahwa 2 Ormas besar Islam di Indonesia acap kali berbeda disebabkan karena perbedaan metode dalam mengambil sumber hukum. Sebagai contoh, Muhammadiyah yang menentukan 1 Ramadhan dengan metode hisab, lain halnya dengan Nahdlatul Ulama yang memanfaatkan metode rukyatul hilal. Beliau berharap pemerintah dapat menetapkan aturan yang mengikat untuk menghindari perpecahan di kalangan umat Islam.

Adapun KH. Sarmidi Husna, KATIB PBNU sebagai Pimpinan Sidang dalam kegiatan Bahtsul Masail menjelaskan bahwa Bahtsul Masail pertama kali digunakan secara formal melalui muktamar pada tahun 1926 dan dilakukan setiap tahun sebelum akhirnya diubah menjadi lima tahun sekali setelah masa penjajahan. Pada Muktamar ke-26 di Yogyakarta, disepakati adanya Lajnah Bahtsul Masail yang terdiri dari tiga komisi: Komisi Waqiyah yang menentukan halal dan haram, Komisi Mauduiyah yang membahas konsep-konsep, dan Komisi Qonuniyah yang mengkaji Peraturan seperti Kepres dan sejenisnya.

Adapun dalam bahtsul masail yang digelar di Yogyakarta membahas terkait Sidang Isbat yang biasa dilakukan pemerintah untuk 3 Bulan Hijriyah yang meliputi penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, sementara 9 bulan lainnya tidak dilakukan isbat. Hal ini karena di dalam 3 bulan tersebut terdapat ibadah wajib dan ibadah kolektif yang dilakukan oleh umat Islam. Setelah terjadi diskusi yang panjang, keputusan sidang memberikan usulan kepada pemerintah untuk melakukan isbat, jika tidak maka PBNU akan mengisi kekosongan tersebut dengan melakukan Ikhbar.

Adapun diskusi berikutnya mengenai metode rukyatul hilal dengan menggunakan alat optik, kamera, alat astronomi atau olah citra yang dalam hal ini diperbolehkan dengan syarat telah memenuhi ketentuan Imkan Rukyat. Lantas jika hilal yang sudah dapat dilihat di siang hari lalu mendung dan bulannya menghilang di sore hati, maka rukyatul hilal dilaksanakan di sore hari dan apabila mendung sehingga kondisi bulan menghilang maka dengan cara istikmal.

Pembahasan Perkum Nomor 14 Tahun 2024 adalah tema lainnya yang diangkat dalam bahtsul masail yang melahirkan 2 keputusan, yakni: Pengelolaan Harta, Benda dan Wakaf Perlu adanya kepercayaan antara Lembaga pada setiap levelnya. Untuk hal tersebut, PBNU sudah menyediakan aplikasi SIWAKNU untuk pengelolaannya. Adapun dalam hal pengelolaan pesantren, PBNU akan melakukan pendataan dan akreditasi pesantren untuk mengetahui kekuatan, kelemahan dan hambatan yang dijumpai untuk dapat ditindaklanjuti. (Tim Humas)