Pusat Studi Pancasila UIN Sunan Kalijaga Seminarkan Kepemimpinan Nasional Berkeadilan-Berkemajuan

Pusat Studi Pancasila dan bela Negara UIN Sunan Kalijaga menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Kepemimpinan Nasional Yang Berkeadilan dan Berkemajuan,” Bertempat Di Gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH, kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jum’at, 12/4/19. Forum yang dihadiri ratusan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini menghadirkan Narasumber; Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Dr. Phil. Sahiron, Ph.D., dan Dr. Sri Yunanto dari Majelis Dakwah Kebangsaan.

Dalam paparannya Prof. Yudian Wahyudi antara lain menyampaikan, untuk melahirkan pemimpin yang didambakan, yang bisa menjaga NKRI dan Pancasila, yang bisa mengayomi seluruh masyarakat Indonesia yang majemuk, yang bisa menghadirkan kesejukan bagi semua agama yang ada di negeri ini, maka umat Muslim harus mau menerima fakta bahwa sepeninggal Rosulullah, legitimasi tertinggi bagi umat Muslim bukan lagi al Qur’an dan Sunah dalam koridor pemahaman masing-masing, tetapi adalah Ijma’/konsensus/kesepakatan bersama/perjanjian bersama. Umat Muslim di Indonesia harus menghormati konsensus bersama, termasuk dalam memilih pemimpin yang diterima oleh semua Agama. Hal ini untuk mendapatkan kemasyahatan bersama dan untuk menghindari konflik besar yang bisa mengganggu NKRI.

Jadi Hukum Allah yang tertinggi yang mengatur kehidupan sosial adalah Ijma’/kesepakatan bersama termasuk juga hukum kenegaraan. Oleh karena itu Muslim di Indonesia terikat oleh hukum kenegaraan, karena kita diladeni oleh Negara dan Pemerintahan Republik Indonesia. Sebagai perbandingan, Tunisia adalah negara yang berdekatan dengan Arab Saudi, merupakan negara yang 500 tahun lebih awal memiliki 98% penduduk Muslim dibanding Indonesia. Namun hingga kini Pemerintah Tunisia hanya mengijinkan 1 sekolah Islam yang boleh berdiri di sama. Umat Muslim di Indonesia adalah paling beruntung dibanding umat Muslim di negara-negara lain. Indonesia memiliki ribuan pesantren dan sekolah Islam Negeri yang difasilitasi oleh Pemerintah Indonesia. Juga memiliki Kementerian Agama yang merupakan satu-satunya kementerian yang diberi kewenangan terbesar di dunia.

Prof. Yudian Wahyudi mengajak umat Muslim untuk bersyukur kepada Allah SWT, diberikan tempat bernaung di Negara Pancasila, yang memberikan kebebasan untuk berekspresi, menimba ilmu setinggi tingginya, beribadah dan beramal saleh, tanpa gangguan yang berarti bahkan difasilitasi. Prof. Yudian mengajak dalam Bahasa Fiqih “Mari berlomba meraih kebahagiaan dunia dan akherat, mari beribadah kepada Allah melalui Negara Pancasila,” demikian ajak Prof. Yudian.

Menurut Prof. Yudian, Umat Muslim di Indonesia perlu memahami pesan moral dari peristiwa Isra’ Mi’raj, Allah memerintahkan Rosulullah untuk melaksanakan Shalat 5 waktu. Berwudlu dengan air bersih dan bersujud mendekat tanah. Itu artinya umat Muslim harus selalu dekat dengan tanah-air. Itu esensinya umat Muslim hendaknya mencintai tanah air. Umat Muslim di Indonesia harus menjadi paling nasionalis, kata Prof. Yudian.

Sementara itu dalam paparannya, Dr. Sahiron menyampaikan tentang kajian fiqih konsep negara bangsa dan kepemimpinan menurut Islam. Menurut Dr. Sahiron, Islam mengakui konsep Negara Bangsa, seperti Firman Allah “Kami jadikan umat manusia berbangsa-bangsa agar saling kenal mengenal.” Maka dalam lingkup NKRI sebagai negara bangsa, itu tidak menyalahi fiqih Islam. Justru konsep HTI yang berpandangan bahwa satu-satunya sistem pemerintahan yang diterima Islam adalah Khilafah itu tidak ada dalam Islam. Karena tidak ada satupun ayat dalam al Qur’an maupu Hadis yang memerintahkan Khilafah Islamiah ala HTI. Seperti misalnya: HTI memakai dasar Al Baqarah : 30 sebagai acuan sistem pemerintahan Khilafah, tidak bisa dibenarkan. Karen ayat ini adalah ayat tentang penciptaan Nabi Adam AS, sehingga tidak cocok bila dijadikan dasar konsep sistem pemerintahan.

Al Qur’an dan Sunah memerintahkan, setiap komunitas harus ada yang mempimpin. Dari lingkup terkecil (keluarga), lingkungan, sampai komunitas negara-bangsa. Perintah al Qur’an dan Sunah, hadirnya kepeminpinan adalah untuk mengadirkan keadilan, kemaslahatan dan mengembangkan peradaban.

Sementara bagaimana memilih pemimpin, Rasulullah sudah mencontohkannya. Menurut Dr. Sahiron, Rosulullah adalah seorang Republikan bukan Khalifah. Rosulullah selalu melakukan komunikasi dengan para sahabat setiap memutuskan semua persoalan umat, hingga dicapai kesepakatan yang diterima semua pihak. Saat hijrah di Madinah, Rasulullah juga mempersatukan umat yang majemuk dari berbagai suku dan agama (Islam dan berbagai agama lainnya). Maka dalam kepemimpinan Rasulullah lahirlah kesepakatan yang dinamakan Piagam Madinah.

Melalui Piagam Madinah ini Rosulullah berhasil mempersatukan dan memperlakukan secara adil semua suku dan agama yang ada. Itu artinya Rosulullah adalah seorang Republikan. Dan inilah yang menginspirasi berdirinya NKRI. Jadi Piagam Madinah dan NKRI itu sama, sebagai contoh negara-bangsa. Jadi membela/mempertahankan NKRI dan Pancasila merupakan Sunah Rosul, dengan landasan fiqihnya Ijtiba’ fil Rosulullah agar tidak terjadi perang saudara.

Dr. Sahiron juga menyampaikan tentang bagaimana memilih pemimpin yang ideal, dengan mandasarkan kisah Ratu Bilqis dengan Nabi Sulaiman. Dari kisah tersebut bisa diungkap bahwa pemimpin yang baik adalah: Selalu mengedepankan musyawarah dan mufakat, mengedepankan diplomasi ketimbang konflik apalagi perang, aktif mewujudkan perdamaian dunia, cerdas, teliti, memiliki mental yang kuat, tidak temperamen, visioner, mau turun ke bawah dalam upaya mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata, serta memangkas kesenjangan. (Weni/Doni)