Soal Baha'i, Rektor UIN Yogya: Apresiasi Menag Menyapa yang Berbeda

Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Al Makin mengapresiasi Menteri Agama yang memberikan ucapan selamat kepada umat beragama Baha'i. Menurutnya, Menag telah mengajarkan sikap reaching, menyapa yang berbeda, khususnya yang selama ini terpinggirkan.

"Apa yang dilakukan oleh Menteri Agama kepada komunitas Baha’i, merupakan tindakan reaching out, mencoba memperkenalkan minoritas kepada publik, dan itu merupakan tindakan rendah hati sekaligus keteladanan yang baik dari Pejabat Negara, yang berusaha mengayomi agama, dan semua warga negara tanpa terkecuali," ujar Prof. Al Makin saat berbicara pada diskusi panel, di Yogyakarta, Jumat (30/7/2021).

Diskusi ini mengangkat tema tentang ”Konstitusi, Minoritas dan Agama serta Peran Negara: Tinjauan Sosiologi, Hukum dan Politik.” Selain Prof. Al Makin, hadir sebagai narasumber: Masmin Afif (Kepala Kanwil Kemenag DIY), Prof. Purwo Santoso (Rektor Universitas NU Yogyakarta), Achmad Munjid, (Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta) dan Hakimul Ikhwan, (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Yogyakarta).

Acara ini diikuti jajaran Kanwil Kemenag DI Yogyakarta, serta masyarakat umum melalui kanal Zoom Kanwil DIY.

Menurut Prof. Al Makin, reaching out menjadi salah satu prasyarat dalam berdialog agar benar-benar memiliki nilai manfaat yang besar untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain reaching out, dialog juga harus dilandasi sikap membuka diri untuk mendidik umat. "Dialog sejatinya adalah untuk mengerti atau memahami umat lain. Apa yang dilakukan oleh Menteri Agama terhadap komunitas Baha'i harus kita lihat dalam konteks tersebut; dan ini sangat baik. Harus kita apresiasi dan dukung penuh," ujarnya.

"Kita harus terbiasa orang lain mengajarkan kita tentang ajarannya. Sehingga pemahaman kita utuh terhadap ajarannya. Termasuk Baha’i, untuk mengetahui, kita harus mencoba mendengarkan mereka," sambungnya.

Prasyarat dialog berikutnya adalah rendah hati atas kebenaran orang lain, sehingga tidak merasa sudah benar sendiri. Selain itu, diperlukan juga komitmen untuk membela kepentingan orang lain.

"Ini sulit, karena seringnya kita membela diri sendiri, jarang membela orang lain," sebut Prof. Al-Makin.

Terakhir, dialog juga membutukan kritik terhadap tradisi sendiri. Ini merupakan sikap dan tindakan yang sangat berat untuk dipraktikan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.

"Di sini, saya melihat apa yang dilakukan oleh Menteri Agama, merupakan kearifan, kerendahan hati, dan tindakan reaching out, menyapa yang liyan – yang tidak hanya perlu diapresiasi, tapi juga diteladani oleh kita semua," tandasnya. (Weni/Sumber;Moh Khoeron– Kemenag.go.id)