Kolaborasi ComTC-Fishum UIN Suka dengan KPI Pusat Gelar Seminar Series Penyiaran Indonesia
Foto bersama ComTC dan KPI Pusat, bergaya dengan salam komunikasi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bakal menjadi tuan rumah dalam agenda nasional, yakni Konferensi Penyiaran Indonesia pada tahun 2022 mendatang. Acara ini diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerja-sama dengan Center of Communication Studies and Training (ComTC) Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga. Untuk mempersiapkan sejak dini agar agenda konferensi mendatang meraih kesuksesan, baik kesuksesan penyelenggaraan maupun karya-karya akademik dan praktisi di bidang komunikasi dan penyiaran, ComTC dan KPI berkolaborasi menyelenggarakan seminar series hingga perhelatan besar ini terselenggara pada 2022 nanti. Seminar series 1 diselenggarakan di Prime Plasma Hotel Yogyakarta, 11/12/2021.
Hadir sebagai narasumber pada seminar series 1 yang mengangkat tema “Pemetaan Topik dan Permasalahan Media dan Komunikasi Era Digital,” ini antara lain; Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., M.A., Ketua Senat UIN Suka, Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A., Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Ph.D., Komisioner KPI Pusat, Umri S.Sos., M.Si., Sekretaris KPI Pusat, Andi Andrianto, M.I. Com., Dekan Fishum, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si., Ketua ComTC yang juga Dosen Ilmu Komunikasi (Candidat Doktor), Drs. Bono Setyo, M.Si., dan Dosen Ilmu Komunikasi, UIN Suka, Niken Puspitasari, S.IP., M.A. selaku moderator. Agenda kali ini juga menghadirkan Dr. Alem Febri Sonni dari Universitas Hasanuddin selaku penyelenggara konferensi Penyiaran Indonesia yang pertama pada tahun 2019 lalu, yang akan berbincang kiat sukses penyelenggaraan konferensi penyiaran Indonesia.
Agenda diawali dengan penyampaian laporan Umri, yang antara lain menyampaikan bahwa, KPI berkeinginan melahirkan banyak buku-buku populer berdasar hasil riset tentang penyiaran yang bisa dinikmati masyarakat luas sebagai bacaan yang menyehatkan pikiran dan memperkaya wawasan masyarakat sebagai pemirsa siaran televisi di Indonesia. KPI memiliki jaringan kolaborasi 12 perguruan tinggi yang secara kontinyu menyelenggarakan riset tentang kualitas siaran televisi. Hasil hasil riset kolaboratif akan didiskusikan dalam konferensi penyiaran Indonesia sebagai agenda tahunan. Agenda konferensi yang pertama sukses diselenggarakan di Universitas Andalas. Agenda konferensi yang kedua seharusnya terselenggara pada 2020 atau 2021. Tetapi karena masih Pandemi Covid-19, belum bisa terlaksana. Atas dukungan Rektor UIN Sunan Kalijaga, agenda konferensi yang kedua akan diselenggarakan pada 2022 mendatang. Pihaknya berharap melalui seminar series akan dapat dipetakan isu-isu antara lain; Potret Ekosistem Penyiaran Indonesia, SDM Penyiaran Digital, Siaran Televisi Digital, Pola Pengawasan Penyiaran Digital KPI, dan seterusnya. Selanjutnya dapat merumuskan topik-topik yang akan didiskusikan dalam konferensi mendatang. Hingga dapat melahirkan banyak buku-buku populer tentang penyiaran Indonesia yang mencerahkan masyarakat.
ProfAl Makin yang menyampaikan arahannya melalui Zoom di rest area menuju Jakarta antara lain menyampaikan, sebagai tuan rumah dalam konferensi penyiaran Indonesia pada tahun 2022 mendatang, UIN Sunan Kalijaga memiliki kepentingan pada tiga hal. Yakni; kepentingan politik, media dan agama. Menurutnya tidak ada perguruan tinggi yang bisa membahas tiga hal ini secara komprehensif selain di kampus UIN Sunan Kalijaga. Misal tentang kritik siaran agama, UIN Suka-lah yang punya otoritatif. Karena UIN memiliki tiga basis sekaligus (pesantren, NU dan Muhammadiyah). Tentang isu media mainstream bersaing dengan media sosial, UIN Suka-lah yang memiliki kiat khusus untuk mendiskusikannya, sehingga dua-duanya memiliki porsi yang pas untuk bisa sama-sama memberi pencerahan kepada masyarakat. UIN Suka juga memiliki program moderasi agama yang selaras dengan core-value UIN Suka, yang sangat memahami bagaimana seharusnya agama itu berperan melalui penyiaran di Indonesia. Selama ini peran siaran agama belum menyentuh keimanan dan belum dapat mengasah hati para pemirsa televisi. Tentang isu agama dan politik, UIN Suka memiliki banyak karya riset tentang hubungan keduanya, dan bagaimana seharusnya agama berperan di ranah politik. Masyarakat perlu norma, etika, moral dalam berpolitik, dan itu agama seharusnya dapat berperan dalam menghadirkan politik yang bermartabat. Selama ini agama hanya dipakai untuk pencitraan, belum memunculkan esensi agama dalam berpolitik. Pihaknya berharap, konferensi penyiaran Indonesia di kampus UIN Suka mendatang dapat melahirkan banyak buku yang memberi pencerahan dalam tiga hal diatas, berdasarkan hasil-hasil riset yang dilakukan UIN Sunan Kalijaga selama ini.
Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Prof Siswanto Masruri menyampaikan, sampai saat ini penyiaran Indonesia masih menyisakan dampak negatif berupa penyakit zahiriah. Yakni penyakit yang diderita masyarakat Indonesia akibat salah melihat, salah mendengar, salah mengucap, salah merasakan, salah mencium dan salah mempersepsi. Agar itu bisa dikikis maka lembaga penyiaran dan masyarakat perlu banyak mengasah sisi – sisi kemanusiaan. Lebih lebih menyongsong era pertelevisian digital. Agama harus dapat menemukan bahasa yang tepat, sehingga agama bisa benar benar berperan sebagai motivatif, inovatif, sublimatif dan integratif yang membimbing masyarakat Indonesia dapat melalui jalan Sirotol Mustaqim, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan dengan komunikasi yang baik, hal-hal yang rumit menjadi simpel dan terang benderang, demikian harap Prof. Siswanto Masruri.
Moch. Sodik berharap, melalui seminar series dapat secara intensif memikirkan tema-tema. Terutama tema-tema agama. Pihaknya masih prihatin. Di era 4.0, siaran agama masih menjadi komoditas dan proses pembodohan masyarakat. Pihaknya juga berharap bagaimana mendorong media televisi dapat memperkuat siaran agama yang otoritatif, humanistik dan mencerahkan.
Sementara itu Hardly Stefano mengungkapkan, era digital telah mengubah landscape media, hingga melahirkan disrupsi. Platform penyiaran juga berubah. Tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Ekosistem penyiaran menjadi dinamis. KPI tidak bisa lagi bersikap keras melarang. Ini tantangan tersendiri buat peran KPI dalam mendorong lembaga penyiaran untuk memproduksi konten-konten siaran yang bermutu. Oleh karena itu KPI harus selalu update strategi dalam mendorong konten-konten siaran yang bermutu. “Salah satu strategi itu ya bekerja-sama dengan perguruan tinggi. Melakukan berbagai riset, sehingga dapat menghadirkan buku-buku tentang penyiaran yang dapat memberikan pencerahan bagi lembaga penyiaran maupun masyarakat luas. KPI juga mengubah strategi komunikasi menjadi soft regulations,”kata Hardly. (Weni/Nurul)