Pembinaan Pegawai dan Syawalan di Kampus UIN Suka, Meningkatkan Kesadaran Atas Keragaman, Tradisi dan Seni
Jajaran Pimpinan Berfoto Bersama dengan Para Pemuka Agama
UIN Sunan Kalijaga menggelar Pembinaan Pegawai dan Syawalan dengan turut mengundang pemuka agama lintas iman, sebuah tradisi Syawalan yang sejak tahun lalu diinisiasi oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga,Prof. Dr. Phil Al Makin, M.A. Acara berlangsung di Gedung Prof. Amin Abdullah atau gedung multipurpose UIN Sunan Kalijaga, Rabu (11/5/2022), dengan dihadiri sivitas akademika, para pemuka dan cendekiawan agama mulai dari Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, serta tamu undangan dari berbagai instansi, dan kolega.
Tidak hanya diisi dengan refleksi pemuka agama mengenai perayaan Idulfitri, acara Pembinaan Pegawai dan Syawalan ini juga dimeriahkan oleh penampilan seni dari perwakilan komunitas jamaah lintas agama, antara lain penampilan Keroncong oleh Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, penampilan Vokal Grup Intergenerasi GPIB Marga Mulya menyanyikan sebuah lagu berjudul Katong Samua Satu, dan penampilan Wilis Rengganiasih, S.Sn., M.A. menginterpretasikan pesan Buddha dalam Sekar Macapat Sinom Logondhang Laras Pelog Pathet Barang dengan tarian meditatif, dibersamai lantunan gamelan yang dimainkan oleh Bayu Nugroho Setyo Adi.
Prof. Al Makin dengan semangat menjadikan UIN Sunan Kalijaga sebagai rumah dan tempat yang nyaman bagi semua agama, tradisi, dan mazhab mengawali sambutannya dengan mengajak semua hadirin untuk ikut berkontribusi dalam moderasi beragama. Dengan cara mendengarkan dan memperhatikan versi kekhusyukan dan tradisi agama lain dijalankan. “Moderasi dan toleransi tidak bisa dilaksanakan sendirian hanya dengan modal berbicara dan berkhotbah. Mulailah dengan modal mendengar, mengenali perbedaan sekaligus persamaan tujuan hidup, doa, makna, dan kehidupan menurut masing-masing keyakinan dengan sepenuh pengertian, toleransi yang sesungguhnya.” ujar Prof. Al Makin.
Jika mengamati sejarah manusia, sesungguhnya masyarakat Indonesia terhubung dan tidak bisa menghindari dari bertemunya agama-agama, terutama masyarakat Indonesia sangat religius dan selalu menempatkan agama pada posisi penting dalam ekonomi, sosial dan politik. Dengan hadirnya globalisasi, memungkinkan kita untuk saling memberi teladan dan mengambil pelajaran dari satu agama ke agama lain, tidak hanya arsitektur pura, vihara, masjid, gereja, kapel yang saling terinspirasi dan mengadopsi bentuk-bentuk cantiknya.
Cinta kasih sudah sangat kita rindukan dan ucapkan, tentu tradisi Kristiani menginspirasi kita semua. Yoga dipraktekkan siapa saja, di Amerika, Eropa dan di Indonesia banyak pusat-pusat Yoga, tanpa memandang iman atau mazhab, denominasi, sekte atau aliran. Yoga sudah universal. Meditasi dipraktekkan semua pemeluk agama, meditasi menjadi milik manusia semuanya. Bermeditasi tidak harus menjadi Buddhis secara teologis. Bank Syariah, industri halal, makanan halal, dinikmati siapa saja tidak hanya milik Muslim.
Tradisi angpao tidak harus Khonghucu atau Buddha, tetapi Muslim saat lebaran juga memberi dan menikmati angpao menurut tafsirnya sendiri. Sebagaimana Natal dan tahun baru Masehi dirayakan siapa saja, tanpa melibatkan iman mana, atau pergi ke tempat ibadah siapa. Ajaran dan tradisi agama menjadi universal. Semoga Indonesia sebagai tempat bertemunya banyak tradisi agama dunia dan juga kepercayaan khas Nusantara memperkaya ini dan memberi arti baru tentang keragaman, kebhinekaan, dan perbedaan.
“Mari kembali pada jati diri, membaca lagi Sang Hyang Kamahayanikan (doa dan petunjuk pencerahan tertua di Nusantara), Sutasoma, Negarakertagama, Kakawin, Babat, Serat, dan khazanah Nusantara. Idulfitri ini mari rayakan dengan segala imannya, paling tidak di kampus UIN Sunan Kalijaga.,” demikian Prof. Al Makin mengakhiri sambutannya.
Baca juga: Perayaan Syawalan di UIN Suka Tokoh Semua Agama Gelorakan Kebersamaan dalam Keragaman Agama
Acara kemudian dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat penghargaan atas dedikasi dan kerja sama beberapa pihak dalam rencana pembangunan Kampus Terpadu Pajangan UIN Sunan Kalijaga. Pihak-pihak tersebut adalah, Kepala Kanwil BPN/ATR DIY, Drs. Suwito, SH., M. Kn., Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Drs. Krido Suprayitno, SE, M.Si., Kepala Kantor Pertanahan/ATR Bantul, Iskandar Subagyo, SH, M.Hum. dan Lurah Guwosari, Masduki Rahmad, SIP.
Dalam kesempatan kali ini enam pemuka agama dari agama Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Protestan dan Penghayat kepercayaan menyampaikan ungkapan Selamat Merayakan Idulfitri untuk Umat Muslim dan Refleksi Syawalan. Dari Pemuka Agama Buddha disampaikan oleh sesepuh Saṅgha Theravāda Indonesia, Bhikku Sri Pannavaro Mahathera, antara lain menyampaikan, sebulan penuh umat Muslim melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Betapa mulianya ibadah puasa umat Muslim karena dilakukan semata-mata karena Ketaqwaan kepada Allah. Puasa sebulan penuh dapat menaklukkan hawa nafsu, meluruhkan angkara, dan sangat bermanfaat untuk membersihkan hati, sehingga Idulfitri menandai umat Muslim menjadi kembali suci. Mewakili umat Buddha, Bhikhu Sri Pannavaro menyampaikan pihaknya ikut membersamai umat Muslim selama bulan Ramadan secara ritual. “Dengan kebersamai itu, Mugi Rahayu Sagunging Dumadi, diberi keselamatan dunia dan akhirat untuk semua umat beragama di Indonesia,” demikian ungkap Bhikhu Sri Pannavaro.
Dari Agama Hindu diwakili Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia–DIY, I Nyoman Warta, menyampaikan, sebulan penuh umat Muslim melaksanakan ibadah Puasa Ramadan. Selama sebulan penuh, umat Hindu juga ikut membersamai umat Muslim melaksanakan ibadah puasa. Setidaknya ikut merasakan betapa berat saudara kita umat Muslim menahan lapar, menahan diri, mengendalikan hawa nafsu dari semua godaan dunia. I Nyoman Warta mengajak melalui kebersamaan dalam Syawalan di kampus UIN Suka untuk merawat kebersamaan, memadamkan api yang membara dalam hati, menyemai moderasi beragama, sehingga energi baik akan datang dari semua arah untuk kebahagiaan, kedamaian dan kemajuan dalam rumah bersama Indonesia. “Beragama bukan sekedar identitas, tetapi perbuatan dan perilaku. Kita semua bersaudara. Mari merawat kebersamaan, agar damai dan bahagia bersama dunia dan akhirat di rumah kita Indonesia,” kata I Nyoman Warta.
Dari Umat Muslim diwakili Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Suka, Dr. Muqowim. Disampaikan Dr. Muqowim, puasa Ramadan menjadi salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas diri. Puasa sebagai self kontrol untuk tidak melakukan segala hal yang negatif, mengendalikan keakuan dan meningkatkan kesadaran kekitaan. Seringkali kita masih saja mengedepankan keakuan, memandang orang lain dari sisi negatif, membuat kita terpecah belah dalam konflik. Maka dengan berpuasa akan mengasah kesadaran kekitaan dengan identitas yang berbeda-beda. Kesadaran seperti ini akan menumbuhkan kebersamaan dalam keragaman sebagai satu bangsa, dan bersama dalam agama yang berbeda-beda dengan rendah hati merawat keragaman Indonesia, agar dapat hidup rukun dalam perbedaan, hingga menjadi bangsa yang disegani bangsa-bangsa lain. Syawalan menjadi cermin bahwa kita umat beragama di Indonesia yang berbeda-beda dapat melakukan itu semua.
Dari Agama Katolik diwakili Dr. Yohanes Harsoyo. Disampaikan Dr. Yohanes Harsoyo, perayaan Idulfitri dan Syawalan setelah kewajiban berpuasa Ramadan selama satu bulan bagi umat Muslim adalah momen yang membahagiakan juga bagi umat agama lain. Dalam keluarga besarnya, dan mungkin juga dialami oleh keluarga-keluarga yang lain yang menganut agama yang berbeda-beda, Idulfitri dan Syawalan menjadi momen yang menyatukan. “Kami selalu ikut merayakan Idulfitri dan Syawalan dalam keluarga besar kami. Dan itu menjadi momen yang mengharukan. Demikian juga di tempat saya mengajar (Universitas Sanata Dharma), ada saja momen-momen kecil kegiatan mahasiswa, dimana mereka yang berbeda-beda agama, mampu menyingkirkan perbedaan, menyatu dalam kekompakan untuk mensukseskan kegiatan bersama yang dampaknya luar biasa untuk kemaslahatan masyarakat. Inilah sesungguhnya jiwa bangsa Indonesia,” kata Yohanes Harsoyo.
Dari Agama Protestan diwakili Pendeta Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat/GPIB Marga Mulya, Pendeta Boydo Hutagalung. Setiap perayaan Idulfitri dan Syawalan menjadi pembelajaran yang mendalam bagi Pendeta Boydo. Demikian juga puasa Ramadan adalah pembelajaran yang mendalam bagi umat Protestan. Bahwa puasa merupakan perjuangan/laku spiritualitas untuk mengendalikan diri dan ego, yang esensinya menjadi bagian dari kasih sayang antar sesama umat manusia. Dengan berpuasa kita akan memiliki rasa kasih sayang yang dalam antar umat manusia. Dengan kasih sayang yang dalam kita akan dekat dengan sang Pencipta, Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih Indonesia yang telah memberikan kekayaan spiritual dari agama yang berbeda-beda, yang bisa memperdalam pengamalan kebaikan semua agama, kata Pendeta Boydo.
Dari Penghayat Kepercayaan disampaikan oleh Drs. Sukamto (Persatuan Warga Sapta Darma). Disampaikan, Hari Raya Idulfitri dan Syawalan menjadi momen penting bagi Penghayat Kepercayaan untuk menggelorakan nilai-nilai luhur bangsa, seperti: gotong royong, silih asah, silih asih, silih asuh, tepo seliro, musyawarah dan seterusnya, Jika itu dapat dihayati semua pemeluk agama yang berbeda-beda di Indonesia, maka akan dapat tercipta masyarakat Indonesia yang Aman, Tentrem, Karta-Raharjo. (Tim Humas)