Prof. Al Makin Turut Berkontribusi Hadirkan Semangat Konsili Vatikan II
Rektor Al Makin saat menjadi narasumber dalam Sarasehan Perayaan Syukur 60 Tahun Berkah Pembaharuan Konsili Vatikan II
Prof. Dr. Phil Al Makin S.Ag, M.A., menghadiri perayaan syukur anugerah pembaharuan Konsili Vatikan II dan menjadi salah satu pembicara dalam Sarasehan Perayaan Syukur 60 Tahun Berkah Pembaharuan Konsili Vatikan II, bersama dengan Mgr. Dr. Petrus Boddeng Timang, Romo Dr. CB Mulyatno, Pr., Romo Prof. Dr. FX. Mudji Sutrisno, SJ., FX Hadi Rudyatmo, MY Esti WIjayati, Romo Dr. St. Gito Wiratmo, Pr., Yustinus Prastowo dan Dr. YCT Tarunasayoga. Sarasehan ini diselenggarakan pada Seminari Tinggi Santo Paulus, Jl.Kaliurang Km7, Kentungan, Yogyakarta, Sabtu, 15/10/2022.
Sarasehan ini merupakan prakarsa Ikatan Alumni Filsafat Sanata Dharma Yogyakarta dan bertujuan untuk menghadirkan kembali semangat Konsili Vatikan II yang pernah mengubah dengan drastis cara gereja Katolik memandang dunia dan cara hidupnya di dalam dunia, terutama dalam hidup bersaudara bersama umat beragama lain.
Pada kegiatan tersebut, Prof. Dr. Phil Al Makin S.Ag., M.A., mengawali sambutannya dengan menyebutkan bahwa Konsili Vatikan II merupakan anugerah, yang tidak hanya bagi umat Katolik atau di dalam gereja tapi pada semua umat manusia.
Setelah konsili vatikan II, tepatnya setelah 1965 hampir semua pemimpin agama di dunia dan itu bisa dirasakan di Indonesia banyak terinspirasi, tentunya dokumen konsili vatikan II itu sangat besar. Sampai hari ini dokumen itu masih diterjemahkan dan dikontekstualkan di dunia yang berubah. Di Masa saat ini, di masa kedaulatan negara negara setelah merdeka nya bangsa Asia dan bangsa Afrika dari kolonialisme Eropa.
Di satu sisi umat manusia mengalami perkembangan dan pertumbuhan sehingga menguasai planet bumi bahkan menghancurkan spesies lain baik hewan maupun tumbuhan. Ini sisi lain negatifnya era globalisasi dan era industrialisasi maka kembali semangat konsili vatikan sangatlah relevan terutama saat ini dunia sudah sengat menyatu. Di era digital saat ini penuh dengan era kompetisi dan rivalitas. Konsili vatikan ini berkah tidak hanya untuk umat khatolik, tetapi juga diluar khatolik bahkan yang tidak beragama baik yang mempunyai gereja yang mempunyai masjid, pure, wihara atau tidak mempunyai tempat ibadah.
Karena bagi kita, yang membaca dari luar, konsili ini merupakan pengakuan reformasi baik dari dalam gereja maupun mengarah diluar gereja dan terbukti umat beragama itu tidak bisa mandiri, harus bersinggungan, harus bersahabat dan harus bersama sama dengan umat agama lain bahkan umat yang tidak beragama maka menciptakan perdamain, persaudaraan itu dilakukan dengan iman yang berbeda dan itu merupakan keharusan.
“Saya kira kita sangat beruntung dan harus bersyukur karena dunia saat ini betul-betul membutuhkan tauladan, contoh, dan contoh, itu bisa kita jumpai hampir semua umat beragama dan tidak beragama pada sosok Paus Fransiskus saat ini,” kata Prof. Al Makin.
Pertama laku beliau yang secara simbolik mencuci kaki diluar Katolik bahkan termasuk para imigran muslim yang ada di Eropa ini mempunyai impact yang luar biasa bagi kita. Artinya sikap keterbukaan beliau itu tidak hanya dogma tidak hanya teori tetapi betul-betul dilakukan. Dan menurut saya kita harus mensyukuri adanya tauladan karena kita saat ini sedang krisis tauladan baik di dunia maupun di Indonesia
Dan kalau kita pikir-pikir juga, kita juga sangat beruntung berkah dari gereja Katolik. Indonesia sangat menikmati dan sangat beruntung. Sejarah umat Katolik Indonesia hampir semua Romo itu menjadi Romo bagi bangsa.
Kita mengenal Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J. waktu itu bersahabat dengan Soekarno begitu juga seperti Munawir Sjadzali, Menteri Agama Republik Indonesia dan mempunyai gagasan gagasan yang saling menguatkan
Tata cara Ini banyak sekali Romo Katolik yang menjadi Romo tidak hanya bagi umat Islam tetapi juga bagi para anak-anak muda muslim seperti Romo Magnis Suseno dan Romo Mudji itu sendiri. Coba kita lihat para aktivis LSM, NGO (Non Government Organization) di Indonesia para aktivis politik muda di Indonesia dan anak-anak muda yang sangat idealis. Rata-rata mereka bersahabat dilindungi dan juga mengikuti romo. Ini adalah anugerah juga bahwa Konsili Vatikan II tahun 1965 ternyata di Indonesia itu sudah diwujudkan dalam perilaku nyata para romo di Indonesia. Saya kira orang Indonesia, saya sebagai seorang muslim saya banyak belajar oleh para romo.
“Konsili itu menunjukkan kelenturan gereja kelenturan dogma agama dan juga kelenturan para pemimpin agama. Hal ini tentunya menginspirasi para tokoh terutama di Indonesia untuk melakukan hal yang sama terutama setelah perjuangan kemerdekaan Indonesia kemudian perubahan politik sosial dan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu. Sepertinya para tokoh muslim di Indonesia merespon secara langsung maupun tidak langsung pada Konsili Vatikan 2 minimal secara spirit.” ujarnya.
Rektor Al Makin juga menambahkan bahwa tentu saja tidak semua memahami karena itu merupakan ekonomoni yang ke-21 dihadiri oleh 2500 di seluruh dunia menghasilkan banyak sekali dokumen. Ada 16 dokumen 9 pernyataan dan banyak sekali yang tidak mudah dipahami tetapi terjemahan didalam laku, terjemahan dalam bahasa yang sederhana ini sudah menginspirasi. Bagi kita dan terutama saya karena saya dididik secara Islam dan cukup ketat dari pesantren dan IAIN, tapi saya sangat beruntung sempat di seminari sini dan juga di Kotabaru dan juga di Mrican. Saya merasa sangat beruntung.
Bagi Prof. Al Makin, melihat dari sejarahnya yang panjang, Katolik ini adalah tempat belajar bagi banyak Agama karena usia dan karena pengalaman. Islam itu dilahirkan di timur tengah dan timur tengah terutama bagian Arab bagian barat dan Utara banyak terdapat tradisi gereja Timur di bagian Suriah, bagian Damaskus, Libanon, kemudian Israel dan sekaligus Islam mewarisi banyak tradisi tua Babilonia sumeria Mesir Yunani dan hampir semua tempat-tempat suci ini dicatat di dalam Perjanjian Lama. Untuk di Indonesia juga sama.
Para khalifah waktu itu para khalifah Umayyah, Muawiyah Bin bin Abi bin Abi Sufyan bersahabat bahkan menikah seorang umat gereja Timur salah satu putranya yaitu Yazid bin muawiyah itu pernikahan dari muawiyah bin Abi Sufyan dengan istrinya dari gereja Timur. Begitu juga Khalifah Al Mansur dari Dinasti Abbasiyah itu juga sangat dekat relasinya dengan gereja Timur dan juga Yahudi dan lain-lain. Maka gereja Timur di dalam sejarah Islam itu tidak hanya sahabat, tetapi juga kolaborator dalam menerjemahkan banyak dokumen Yunani, Syria, Haramain ke dalam.
Muhammadiyah didirikan tahun 1912 secara organisasi bukan secara ajaran. Nahdlatul Ulama didirikan tahun 1926 secara organisasi. Sebelumnya ada Sarekat Islam, jami'atul Khair dan kemudian organisasi-organisasi Islam tumbuh. Hal ini tentunya terinspirasi oleh warga keorganisasian Katolik. Sampai saat ini Perguruan Tinggi Muhammadiyah di daerah timur masih inklusif. Banyak menerima Umat Katolik atau orang Kristen menjadi mahasiswa dan dosen disana.
“Semangat inklusivitas, semangat pluralisme itu juga diinspirasi langsung atau tidak langsung oleh semangat Konsili Vatikan II, sehingga banyak tokoh-tokoh intelektual muslim seperti Gusdur, Nurcholish Madjid, Mukti Ali, Munawir Sajali, dan seterusnya yang menyadari adanya Konsili Vatikan II, sampai terjadi bahtsul Masail Nahdlatul Ulama tahun 2019. Bahwa Kewargaan antara Muslim dan non muslim itu tidak bisa dibeda-bedakan. Semuanya sejajar. Terima kasih atas kesempatan ini, saya merasa sangat senang dan terhormat,” demikian tegas Prof. Al Makin. (Tim Humas)