Penetapan Logo Halal
Oleh: Dr. Shofiyullah Muzammil, M.Ag. (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, juga pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa AL-ASHFA).
Berdasarkan pasal 37 UU no 33 tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal (JPH), yang mengamanatkan BPJPH untuk menetapkan logo halal, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Dr M. Akil Irham, telah menetapkan surat keputusan nomor 44 Tahun 2020 tentang logo Halal baru.
Logo halal yang selama ini beredar dan digunakan untuk semua produk makanan dan minuman yang telah mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa adalah dihasilkan dari MUI.
Sejak dikeluarkannya SK Kepala BPJPH tentang penetapan logo Halal tersebut, maka per 1 Marer 2022 logo bulat berwarna hijau dengan tulisan Arab Halal Majelis Ulama Indonesia secara bertahap dinyatakan tidak berlaku.
Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia tergolong tertinggal dalam pengembangan sistem halal dibanding negara tetangga, (Malaysia). Thailand, yang mayoritas beragam Budha juga melesat lebih maju dalam industri halalnya dibanding Indonesia.
Langkah-langkah terobosan (breaktrhrough) yang dilakukan oleh BPJPH Kementerian Agama ini cukup signifikan dan menjanjikan bagi terbentuknya ekosistsm halal di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Berbagai program kreatif dan inovatif dilakukan oleh BPJPH dibawah kepemimpinan Dr Akil Irham ini guna menjalankan amanah UU no 33 thn 2020. Pada tahun 2024 semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib bersertifikasi halal. Dua tahun bukan waktu yang lama untuk mengejar target sebesar dan seberat itu.
Negara yang memiliki puluhan ribu pulau dengan lebih dari seperempat milyar penduduknya ini plus puluhan bahasa, dialek, suku dan agama serta aliran kepercayaan ini sungguh suatu suatu pekerjaan yang tidak mudah untuk tidak disebut mustahil. Indonesia bukan negara Islam meski berpenduduk mayoritas beragama Islam.
Istilah halal selama ini lekat dengan salah satu hukum Islam. Diperlukan pola komunikasi yang intensif, massif, arif, dan produktif, dalam mengedukasi masyarakat yang super majemuk ini terhadap produk halal. Kesalahan pola dan bahasa komunikasi bisa berakibat kontra produktif terhadap sosialisasi dan desiminasi serta internalisasi nilai-nilai halal pada masyarakat.
Halal sebagai produk ajaran agama harus dikemas dalam bahasa masyarakat lintas agama.Halal harus menjadi kebutuhan bersama semua anak bangsa untuk hidup sehat berkualitas dan bermartabat. Halal adalah lifestyle. Halal adalah worldview. Halal adalah the way of life.
Halal bukan monopoli milik orang Islam. Halal adalah milik semua orang apapun agama dan kepercayaannya yang menghendaki hidup sehat -bersih- produktif dan berkualitas.Semoga upaya pemerintah ini sejalan dengan ridlo dan maunah dari Allah subhanahu wa taala sebagai bagian upaya membumikan halal di muka bumi nusantara tercinta ini, Aamiin.