UIN SUKA UNTUK BANGSA. UIN SUKA MENDUNIA

Memasuki usia yang ke-69, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) menghadapi banyak tantangan. Di antara tantangan yang sangat signifikan harus disikapi adalah tantangan ideologis dan tantangan akademis.

Pertama, tantangan ideologis berkaitan partisipasi publik yang begitu “liar” menawarkan dan mewartakan pandangan dan pemikiran yang bertentangan dengan spirit keindonesiaan di tengah pasar bebas gagasan. Setiap orang maupun kelompok berlomba-lomba mereaktualisasi berbagai corak ideologi yang beririsan dengan beragam kepentingan. Baik kepentingan dalam konteks merawat ingatan masa lalu maupun ambisi masa depan. Bahkan, untuk memperkuat landasan kepentingannya, ada berbagai cara insinuasi yang digunakan oleh beberapa kelompok transnasional memoles ingatan kolektif tentang masa lalu maupun masa depan yang dikonstruksi.

Kedua, tantangan akademis berkaitan ini tumbuhnya kesadaran banyak lembaga pendidikan yang berlomba-lomba memperbesar lingkup dan iklim pembelajarannya. Di antara contoh yang paling nyata adalah banyaknya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang semula berstatus Sekolah Tinggi Negeri Agama Islam (STAIN) maupun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Melalui perubahan iklim pembelajaran tersebut tentu beriringan dengan komitmen kuat yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pendidikan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendukungnya.

Spirit baru

Menghadapi sekian tantangan tersebut, UIN Suka pun berikhtiar menumbuhkan spirit baru dengan menancapkan tiang pancang akademik yang terepresentasi dalam taglin “UIN Sunan Kalijaga Untuk Bangsa, UIN Sunan Kalijaga Mendunia”.

Secara sosiologis, taglin ini menjadi ruang ekspresi UIN Suka untuk menggerakkan roda akdemik melalui pendekatan citizenship mobility dan vertical mobility. Melalui citizenship mobility, UIN Suka menginternalisasi khazanah keindonesiaan yang beragam dalam sistem pembelajaran yang egaliter dan kosmopolitan. Dalam skema ini, berbagai lapisan masyarakat yang tersebar di segala penjuru tanah air dihadirkan sebagai bagian civitas akademika yang sama-sama terlibat untuk meraih cita-cita dan membangun peradaban Indonesia.

Di samping itu, UIN Suka berupaya membumikan spirit moderatisme ke berbagai lapisan civitas akademik agar tak diterpa gelombang ultra-konservatisme yang dewasa ini sangat marak melingkupi berbagai perguruan tinggi. Setidaknya, skema citizenship mobility menjadi laboratorium sosial yang digunakan oleh setiap tenaga pengajar dan peserta didik untuk mengasah pengalaman keindonesiaan yang selama ini dikenal sebagai negara yang toleran.

Adapun vertical molibity menjadi basis aksiologis UIN Suka untuk memasuki kancah global dengan berbagai terobosan akademik yang bisa diakui dunia. Dalam hal ini, UIN Suka membangun kerjasama dengan berbagai pihak luar negeri yang bisa menopang iklim tri darma yang meliputi riset, pembelajaran, dan pengabdian. Bahkan, untuk menunjang skema ini, UIN Suka melakukan berbagai experimental sciences yang teramu dalam paradigma integrasi-interkoneksi dan kebijakan keterjalinan (joint) antara UIN Suka dengan berbagai pihak agar posisi UIN Suka menjadi setara.

Dalam kaitan ini, dua skema besar yang dilakukan UIN Suka menjadi penanda lahirnya spirit baru dalam menghadapi berbagai tantangan. Bahkan, dalam konteks lebih luas, dua skema ini menjadi sebuah modal sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai peluang dan perubahan di era digital.

Spirit kearifan

Namun demikian, di tengah kuatnya semangat pimpinan UIN Suka melakukan berbagai terobosan melalui proyeksi “UIN Sunan Kalijaga Untuk Bangsa, UIN Sunan Kalijaga Mendunia” bukan berarti melupakan kearifan lokal yang menjadi jejak arkeologis UIN Suka yang bersumber pada tradisi nusantara.

Meskipun UIN Suka selalu berupaya membangkitkan kejayaan UIN Suka yang dulu tercatat sebagai PTKIN terdepan dalam memproduksi pengetahuan dan keagamaan yang bermanfaat bagi peradaban Indonesia dan peradaban dunia, namun ada berbagai upaya lain pula yang dilakukan untuk merangkul masyarakat sekitar.

Oleh karena itu, memasuki usia ke-69 pimpinan UIN Suka mendesain berbagai program pendampingan dan keguyuban yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar. Setidaknya, melalui program ini UIN Suka yang dikelilingi oleh masyarakat Sapen menjadi sebuah atmosfer yang tak hanya mercusuar keluar tapi redup ke dalam.

Semoga, di hari jadi UIN Suka yang ke 69 menjadi momentum “reinkarnasi” Sunan Kalijaga yang mempertemukan berbagai irisan kebudayaan lokal, nasional, dan internasional yang hingga kini tak lekang dimakan zaman.

Oleh :Fathorrahman Ghufron

(Wakil Katib PWNU Yogyakarta. Wakil Dekan bidang kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga)

*Artikel ini pernah dimuat di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat September 2020

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler