Tantangan Bonus Demografi Lansia

Keberadaan lansia di Jepang, Cina dan Amerika sangat dihormati dan diberi penghargaan. Kelompok lansia (lansia) dipuja karena kearifan yang dimilikinya dan mereka tidak ditolak oleh kaum mudanya. Lansia dianggap sebagai tokoh anggun yang berada dipuncak kejayaan hidup. Bukan dianggap sebagai generasi lemah atau uzur.

Pertumbuhan lansia dunia berjalan cepat dan pesat, tak terkecuali Indonesia. Menurut Suryani (2007), pertumbuhan lansia yang cepat akibat adanya transisi demografi yaitu perubahan tingkat kelahiran dari tingkat kelahiran tinggi menjadi angka kematian rendah. Angka harapan hidup sekitar 273,65 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2025 diprediksi dapat mencapai 73,7 tahun. Meningkat 4,7 tahun dari angka harapan hidup saat ini yang hanya 69, 0 tahun, meningkat 8,5%.

Data Susenas 2018, populasi lansia sebanyak 24,49 juta atau 9,27 persen dari penduduk Indonesia. Susenas juga memproyeksikan, tahun 2045 atau satu abad Indonesia merdeka populasi lansia di angka 63,31 juta atau 20% dari penduduk Indonesia. Tahun 2050, jumlah lansia menjadi 74 juta atau sebanyak 25% dari penduduk Indonesia. Sebaran Lansia Kemenkes RI dalam enam tahun terakhir mencatat, sebaran penduduk lansia terbesar berada di Yogyakarta yakni 13,4%, Jawa Tengah 11,8%, Jawa Timur 11,5%, Bali sebanyak 10,3% dan Sulawesi Utara sebanyak 9,7%. Sementara Papua menjadi provinsi terendah dengan angka lansia 2,8%. Dari 24,49 juta penduduk lansia di Indonesia 6 juta di antaranya mengalami berbagai permasalahan sosial. DIY menjadi provinsi yang memiliki usia harapan hidup tertinggi di Indonesia.

Dalam catatan BPS 2020 yakni 74,82 tahun, sementara secara nasional 71, 25 tahun. Kabupaten Kulonprogo menempati urutan pertama di DIY yakni 75, 20 tahun. Fakta tersebut menjadikan DIY memasuki provinsi aging society atau berpenduduk tua. Di Gunungkidul misalnya, dari jumlah penduduk sebanyak 722.479 jiwa, sebanyak 169.748 jiwa atau 23,5% penduduknya berusia lansia. Di bumi Handayani, berdasar data BPS Gunungkidul (2019), ada 15.945 jiwa lansia terlantar. Sedangkan di Kabupaten Kulonprogo yang terlantar 5.205 jiwa dari populasi lansia sebanyak 82.927 jiwa.

Penanganan Lansia

Secara biologis tubuh lansia akan mengalami perubahan, sel-selnya menua dan mulai melemah ketahanannya. Pada fase ini diikuti dengan penurunan kualitas fisik, mental, moral, kesehatan dan potensi. Pada periode ini juga ditandai melemahnya kekuatan otot dan tulang. Penurunan fisik lainnya adalah pendengaran dan penglihatan. Dari segi kesehatan, umumnya lansia dikelilingi penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, dan kolestrol. Lansia sebagai populasi berisiko memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan. Pertama, risiko biologi. Karena terjadinya berbagai penurunan fungsi biologi akibat proses menua. Kedua, risiko sosial dan lingkungan yang harus dihadapi lansia adalah hilangnya pendapatan (ekonomi). Sedang ketiga, risiko perilaku atau gaya hidup seperti berkurangnya aktivitas fisik dan konsumsi makanan tidak sehat. Sehingga memicu terjadinya penyakit dan kematian. Bonus demografi lansia membutuhkan penanganan khusus baik dilevel keluarga sebagai pengampu lansia itu sendiri, lembaga sosial (masyarakat) maupun dari pemerintah. Kualitas hidup lansia butuh dukungan fisik, psikis dan sosial. Bantuan dan perlindungan bagi lansia diperlukan di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum. Agar para lansia tidak merasa sebagai orang yang habis manis sepah dibuang diperlukan pelayanan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Ke depan, semoga ikhtiar menuju desa dan kota ramah lansia tidak sebatas slogan belaka.

*Dimuat di SK Kedaulatan Rakyat, Selasa, 6 April 2021

Oleh : Siti Solechah, Pengajar Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah & Komunikasi, Mahasiswa Doktoral UIN Sunan Kalijaga

Kolom Terpopuler