Dialog Moderasi Beragama dalam Upaya Persatuan Islam di Indonesia dan Dunia Di Kampus UIN Suka

Iran Corner UPT. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan Konsulat Kebudayaan Iran di Jakarta menyelenggarakan Dialog Moderasi Beragama Dalam Rangka Menciptakan Persatuan Islam di Indonesia dan Dunia, bertempat di ruang teatrikal UPT. Perpustakaan Kampus UIN Sunan Kalijaga, Rabu, 27/11/19. Forum ini menghadirkan dua pembicara , Kandidat Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Alimatul Qibtiyah, Ph.D., yang juga menjabat sebagai Ketua LPPA Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dan Komisioner Komnas Perempuan, dan Wakil Ketua Lesbumi PBNU/Budayawan, Kyai Djadul Maula, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Kali Opak, Piyungan. Forum ini dimoderatori Thoriq Tri Wibowo, Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya.

Dalam pembukaan acara, Pimpinan Iran Corner, Marwiyah, S. Ag., SS., M. LIS., menyampaikan, Radikalisme, ekstrimisme dan terorisme adalah antitesis dari Islam rahmatan lil ‘alamin. Islam seharusnya mempersatukan, bukan mengkotak-kotakan ataupun memecah belah. Padahal, perbedaan bukan hanya pemberian Tuhan melainkan juga sebagai rahmatnya. Tidak mau dan tidak mampu menerima perbedaan adalah cerminan perilaku beragama yang eksklusif, bukan inklusif.

Menurut Marwiyah, terus menerus menggelorakan moderasi Islam melalui dialog di Indonesia sangatlah penting agar Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, bisa menjadi laboratorium perdamaian. Hal tersebut tidaklah berlebihan karena Indonesia yang mana merupakan negara multikultural, masyarakatnya dapat hidup harmonis berdampingan. Indonesia memegang teguh prinsip bhinneka tunggal ika yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi memiliki tujuan yang sama. Keragaman di Indonesia dipayungi oleh Pancasila sebagai dasar negara yang disepakati oleh seluruh agama, suku, golongan dan kelompok yang ada di Indonesia.

Pada forum kali ini masyarakat diajak untuk Belajar moderasi Islam di Indonesia dengan guru terbaik, yakni dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya adalah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Kiprah dan kontribusinya untuk bangsa Indonesia juga dunia sudah tidak perlu diragukan lagi. Melalui dua guru ini, pihaknya berharap masyarakat akan mendapatkan pencerahan bahwa moderasi beragama sesungguhnya sudah diterapkan oleh Baginda Rosulullah Muhammad SAW.

Pada forum ini, Alimatul Qibtiyah antara lain menyampaikan, Indonesia bisa menjadi contoh penerapan kehidupan beragama yang harmonis yang akan menyumbang perdamaian dunia. Hal ini akan terwujud bila masyarakat Indonesia bisa bersikap moderat baik di ruang nyata serta ruang maya. Oleh karena itu masyarakat Indonesia perlu memahami kecerdasan digital yang berarti kecerdasan dalam memanfaatkan informasi, media dan teknologi untuk keperluan menjaga moderasi beragama.

Menurut Alimatul Qibtiyah, kajiannya, banyak sekali menemukan persoalan gagap digital yang menjangkit umat beragama, dampaknya adalah mudahnya seseorang menyebarkan berita bohong (hoaks) yang dapat mengancam integritas bangsa. Alim menuturkan bahwa kecerdasan digital inilah yang sangat diperlukan umat beragama di era ini agar terhindar dari perpecahan antarumat beragama.

Sementara itu, Kyai Djadul memaparkan aspek-aspek kebudayaan yang membuat beragama menjadi lebih indah. Ia menceritakan banyak sekali ajaran-ajaran ulama lokal terdahulu serta tradisi pesantren yang sarat akan makna. Tradisi yang dimaksud adalah tradisi kearifan dalam menerima perbedaan seperti yang dicontohkan oleh ulama terdahulu. Di akhir penyampaian materinya, Ia menyampaikan bahwa melihat nilai-nilai yang terkandung pada kearifan lokal akan membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam berinteraksi antara sesama umat beragama dalam rangka menciptakan keharmonisan kehidupan era kini dengan tantangan yang semakin kompleks. (Weni/Nurul)