Gelar Pentas Tadarus Puisi XXIII, Teater Eska UIN SUKA Tampilkan ‘QAF’: Work in Progress Metaevolusi

Bulan Ramadan kali ini, Sabtu (16/4) Teater Eska menggelar pementasan Tadarus Puisi di Gelanggang Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tadarus Puisi ini merupakan Tadarus Puisi ke-23 Teater Eska yang berjudul QAF, Work in Progress Metaevolusi. Maksudnya ialah Tadarus Puisi ini tidak hanya sekadar menjadi ruang bagi refleksi diri, namun sekaligus menjadi ruang eksplorasi dan eksperimentasi dalam mendalami gagasan maupun artistik pemanggungan sebelum menuju Pentas Produksi ke-35.

Naskah “QAF” ini ditulis oleh Khuluq NW selaku sutradara dalam pementasan tersebut. Sedangkan untuk referensi, naskah ini disusun berdasarkan teks Hikayat Akal Merah karya Suhrawardi al-Maqtul, serta dibaca menggunakan konsep theosofi “Idrak Al-Ana’yah” dalam Hikmah Al-Isyraq-nya yang menjelaskan bagaimana tahap-tahap seseorang untuk memperoleh pengetahuan (kesadaran akan diri) yang benar, yang mana hanya dapat dicapai lewat hubungan langsung (al-idlafah al-isyraqiyah) tanpa ada halangan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui.

Khuluq NW menuturkan, dengan sesuatu yang disebut kesadaran diri, senafas dengan pengetahuan langsung tentang dirinya sendiri, seperti kesadaran tentang rasa sakit (akan keterbelengguan) adalah sama dengan pengetahuan tentang sakit yang dialami. Berarti bahwa kesadaran diri tersebut tidak dilahirkan oleh ide tentang kesadaran melainkan oleh kesadaran itu sendiri.

Yang berarti, manifestasi wujud dari Cahayanya Cahaya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap aku secara esensial sama dengan aku yang lain. Yang mungkin membedakan antara satu dengan yang lain hanyalah tingkat kesadaran masing-masing. Sehingga, membuat manusia mampu mengenal dirinya dan bertemu kembali dengan esensinya.

“Tema ini kami pilih sebagai bentuk upaya dalam menjawab persoalan manusia modern yang seringkali terjebak dalam formalisme hubungan antara subjek-objek tanpa melibatkan kesadaran diri dan perasaan yang dialami secara langsung. Sementara, dengan melibatkan kesadaran diri, manusia akan dapat terbebas dari keterjebakan-keterjebakan itu. Maka, dengan begitu sangat dimungkinkan bagi manusia untuk bebas dari dikotomi-dikotomi baik-buruk atau salah-benar, yang mana kemudian membuatnya mampu menyikapi segala sesuatu dengan lebih arif dan bijak”, ujar Khuluq NW.

Inilah gambaran singkat pementasan “QAF” tersebut:

“Avatar-avatar kini terlempar ke suatu dunia yang penuh dengan keterhubungan, namun keterhubungan itu penuh dengan kedustaan-kedustaan. Keadaaanya itu membuat mereka mengalami kebingungan yang tak berujung. Mereka pun berusaha untuk mencari tahu mengapa mereka dilemparkan ke sana. Tapi mereka tidak tahu harus mencari tahu ke mana dan kepada siapa. Mereka terus saja berjalan sampai akhirnya mereka bertemu dengan seorang Peretas yang mencoba membantu mereka untuk memahami situasi yang tengah dialaminya kini. Akhirnya, mereka kini mulai berjalan sesuai dengan arahan. Apakah mereka bisa melalui semua tahapan untuk sampai pada tujuan dan menemukan jawaban dari pertanyaan yang mereka ajukan? Atau malah sebaliknya, mereka tidak mendapatkan sesuatu apapun dalam perjalanannya setelah mengikuti arahan. Kisah ini akan dimulai sejak diaktifkannya simulasi ruang-waktu perjalanan.” (Eska/Nurul/Ihza)