Kaji Implementasi Beragama di Era Moderen, LSQH UIN Sunan Kalijaga Adakan Bedah Buku

LSQH (Lembaga Studi Qur’an Hadis) UIN Sunan Kalijaga berkolaborasi dengan Komunitas Dialog Damai Damai (KDD) menyelenggarakan Bedah Buku The Lost Art of Scripture karya Karen Amstrong pada Sabtu (6/8/2022) secara virtual pada aplikasi Zoom. Acara ini dimoderatori oleh Rahmatullah sebagai Ketua KDD. Acara ini merupakan agenda rutin implementasi, betapa pedulinya LSQH dan lembaga yang tergabung pada KDD pada kehidupan keagamaan pada masa kini. Turut hadir Dr. Budhy Munawar Rachman dari LSAF STF Driyarkara, Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, Prof.. Syafa’atun Almirzanah, Ph.D., sebagai pembedah, dan Dr. Andreas Jonathan ( PSAP UKRIM) sebagai penanggap. Serta segenap partisipan yang hadir secara virtual. Tujuan dari acara ini adalah mendiskusikan peranan dan posisi holy scripture dalam kehidupan masa kini yang diterpa isu fundamentalisme dan sekularisme serta mendiskusikan aspek neurosains dan psikologis dalam membaca kembali kitab suci.

Sesi dibuka oleh pembedah buku Dr. Budhy Munawar Rachman yang mengawalinya dengan menyampaikan penilaiannya mengenai buku Karen Amstrong yang mengkaji fenomena eksistensi agama dengan pendekatan historis sehingga blueprint dari tulisan tersebut bersifat holistik dan komprehensif. Lebih lanjut Dr Budhy menyampaikan mengenai biografi singkat Karen Armstrong dan perjalanan karirnya menempuh pendidikan di Biara hingga keluar dari Biara dan menjadi seorang penulis dengan genre religious studies. Karen Amstrong menulis berbagai macam buku mulai dari agama Abrahamik seperti Islam, Kristen, dan Yahudi sampai ajaran Buddhisme dan Agama- Agama Asia Timur. Keistimewaan Karen Amstrong sendiri walaupun dirinya bukan merupakan akademis yang ketat, tetapi tulisannya mampu menarik perhatian awam untuk ikut menyelami studi agama-agama.

Menurut Dr. Budhy, dalam buku ini, karena Amstrong menunjukkan keprihatinannya pada pembacaan kitab suci yang sangat literalis yang berkorelasi sebagai sebab musabab munculnya sebuah kekerasan di era modern, hal ini diperparah oleh kooptasi dari kelompok fundamentalis yang menjadikan kitab suci sebagai alat motivator tindakan ekstrim bahkan koersif. Selain itu konsentrasi Karen Amstrong juga pada penafsiran yang terlalu logis dan sekularistik yang menghilangkan sisi sakral dan mistis dari sebuah ajaran agama tambah Dr Budhy.

Karen Amstrong sebagaimana yang diungkapkan Dr Budhy merupakan seorang filsuf perenial yang berfokus pada sisi psikologi dan etika sehingga dalam mengungkapkan saran implisit dari bukunya ini adalah untuk menciptakan perilaku yang welas asih atau compassion dan juga reflektif dalam mendalami ajaran agama. Selain itu, pemikiran Karen Amstrong juga tentang bagaimana penggunaan otak kanan dan kiri secara seimbang dalam melakukan pembacaan ayat suci pada masa moderen untuk menciptakan titik temu atau Common Sense agama-agama dalam menjalin kehidupan penuh dengan keharmonian.

Dr. Andreas Jonathan sebagai Penanggap pertama menyampaikan bahwa karya Karen Amstrong menunjukkan pesan agama yang Welas Asih, merefleksikan pribadinya, dan memberikan pemahaman seimbang tentang ayat suci. Semua itu menjadi jalan yang tepat dalam memahami agama di era ini. Dr Andreas mempertanyakan apakah pemahaman literal menjadi sebuah yang nisbi dalam pemahaman ayat agama. Selain itu, bagaimanakah justifikasi pemahaman literal sebagai sebuah asas penyebab di zaman ini. Padahal pada zaman dahulu juga terjadi kekerasan yang sama. Dr Andreas juga menambahkan bahwa kekerasan ini dikarenakan pemahaman parsial mengenai ayat kekerasan dalam kitab suci. Perlunya juga memahami kajian literal untuk mencegah pemahaman menyimpang dari kitab suci, pungasnya Dr. Adreas.

Prof. Syafaatun Almirzanah, Ph.D , sebagai penanggap kedua menyebutkan urgensi dalam pemahaman secara welas asih dan seimbang antara otak kanan dan otak kiri sangatlah penting. Sebagai seorang tasawuf yang memaknai agama secara mistisme Prof.. Syafa mengungkap pemahaman ini membuat perspektif kita menjadi sangat luas. Sebagaimana dalam pemahaman Ibn Arabi dimana pemahaman tentang kitab suci haruslah dinamis sesuai dengan perkembangan zaman untuk bisa menemukan pesan yang menarik dari dalamnya. Selain itu, Prof.. Syafa juga menjelaskan mengapa kita sedang berada pada tahapan Losing The Art of The Scripture adalah karena kita gagal melakukan transformasi dalam menghidupi kitab suci tapi untuk justifikasi kebenaran.

Prof..Syafa membahas lebih dalam bagaimana justifikasi mengenai kooptasi kaum fundamentalis mengenai aksinya melalui aspek neurosains bagaimana otak yang memproses reselien terhadap yang dianggap asing. Tetapi pada hakikatnya kita mampu mengontrolnya dengan sense dari bagian otak yang lain sehingga tidak ungkapkan produk rasisme danxenophobiaadalah genetik ungkapnya.

Sebagai penutup Dr Budhy mengakhiri sesi presentasinya ini dengan menyampaikan lesson learn yang didapatkan dari karya Karen Amstrong. Yakni; bagaimana menginspirasi, bagaimana untuk mengedukasi kelompok- kelompok keagamaan yang menolak tidak bisa memahami paham keagamaan untuk bisa memahaminya dan juga mengedukasi kelompok fundamental untuk mengembangkan jiwa toleren dan moderat. (Firman/Nasrul/Weni)