Kerja sama dengan FISHUM UIN Suka, KPI Selenggarakan FGD Perkembangan Televisi Digital dan Penguatan Konten Lokal
Berpindahnya TV Analog ke TV Digital atau diistilahkan dengan Analog Switch Off (ASO) beberapa waktu lalu, membuka luas siaran televisi di Indonesia. Saat ini, konten yang bisa dinikmati oleh masyarakat semakin banyak. Namun, terbukanya akses dan banyaknya konten yang bisa ditonton oleh masyarakat semakin mempersempit ruang bagi konten lokal. Tantangan ini sebaiknya perlu kita ansisipasi, mengingat konten lokal menjadi salah satu penguatan kearifan lokal.
Menanggapi hal ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan Forum Group Discussion (FGD). Berlangsung Rabu, 2/2/2023, FGD kali ini mengangkat tema “Perkembangan Televisi Digital dan Penguatan Konten Lokal,”. Acara ini bertempat diInteractive Center (IC) lantai 1 FISHUM UIN Sunan Kalijaga.
Hadir dalam forum kali ini antara lain Agung Suprio, Ketua KPI Pusat, Dekan FISHUM, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si., beserta jajaran Dosen, narasumber Aswar Hasan selaku Komisioner KPI Pusat, Dewi Nurhasanah, S.Th.I., M.A. selaku Ketua KPID DIY, Deddy Risnanto selaku Sekretaris Kompas TV, dan Dr. Bono Setyo, M.Si. Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISHUM UIN Sunan Kalijaga. Acara ini dimoderatori oleh Peri Umar Farouk.
Agung Suprio, Ketua KPI Pusat dalam sambutan sekaligus membuka acara menjelaskan bahwa acara ini sebagai respon dari perkembangan televisi.
Tema kali ini tentang perkembangan televisi digital dan penguatan konten lokal. UU CIPTAKER mengamanahkan agar Indonesia beralih dari sistem penyiaran analog ke digital. Sejak 2 November 2022 hingga sekarang beberapa daerah sudah beralih dari analog ke digital,” tuturnya.
Agung Satrio menjelaskan bahwa siaran televisi yang sudah bermigrasi ke digital, lebih jernih dan beragam. Di Jakarta misalnya, dari 18 siaran TV, setelah pindah menjadi digital menjadi 48 siaran TV. Begitu juga dengan kota-kota lain. Pihaknya berharap, kalau warga Singapura yang nonton tv digital di Singapura, mereka juga bisa menikmati siaran tv dari Indonesia.
Ditengah banyaknya revisi, timbul pertanyaan Dimanakah tempat konten lokal? Karena di Jakarta misalnya sebagian besar isinya bukan konten lokal. KPI dalam hal ini berupaya mengatasi masalah ini melalui kebijakan mengisi konten lokal minimal 10% dari total kontennya bagi semua stasiun televisi, kata Agung.
Menyambut baik acara ini, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si. Dekan FISHUM UIN Sunan Kalijaga, mengapresiasi para peserta yang sudah hadir. Akademisi perlu mengambil peran dalam FGD kali ini. Mengingat, siaran televisi menjadi salah satu sumber informasi yang dikonsumsi masyarakat. UIN Sunan Kalijaga ingin menjalin rumah bersama. Mengapa ini penting? Karena kita menyadari, bahwa era sekarang merupakan era kolaborasi yang harus dikuatkan. Konten lokal, menjadi bagian penting untuk menguatkan narasi keadilan, kebebasan, dan demokrasi , terutama menjelang 2024,” tuturnya.
Dr. Mochamad Sodik menambahkan bahwa FISHUM UIN Sunan Kalijaga siap untuk ikut membangun kearifan lokal melalui siaran televisi, mengingat Yogyakarta merupakan provinsi yang istimewa terutama kearifan lokalnya. “Dari ruangan ini, kita ingin memperkuat sehingga narasi kebebasan bisa diisi dengan kebaikan, kita yang di UIN khususnya ingin mengembangkan Islam rahmatalil’alamin. Di dalam konteks ini kami sangat gembira, dan kami sangat terbuka untuk menjalin kerja sama,” imbuhnya.
Awar Hasan (Komisioner KPI Pusat) menjelaskan bahwa dalam implementasi penguatan konten lokal di DIY, KPI bekerja sama dengan berbagai kampus di Yogyakarta. Perlu ada riset tentang konten apa yang diminati masyarakat Jogja saat menonton televisi. Riset itu akan menjadi rekomendasi bagi kami dalam menentukan kebijakan. Poin ini juga disampaikan oleh Dewi Nurhasanah, S.Th.I., M.A. selaku Ketua KPID DIY. Di DIY sendiri implementasi tv digital sudah sejak 3 Desember 2022 kemarin. Menurutnya, KPID DIY berusaha semaksimal mungkin dengan mengupayakan implementasi regulasi minimal 10% minimal menyiarkan konten lokal. Di DIY konten lokal juga wajib berbahasa jawa. Ini bagian dari upaya tetap melestarikan kebudayaan dan kearifan lokal.
Deddy Risnanto dari Kompas TV menjelaskan bahwa konten lokal merupakan konten yang menarik dan berdasarkan data nielsen, konten lokal ternyata memiliki penggemarnya. Strategi yang dilakukan adalah dengan membuat konten lokal mendapatkan slot dengan jangkauan nasional dan waktu yang ideal. "Konten lokal itu menarik, mengenalkan Indonesia kepada Bangsa Indonesia adalah hal yang dapat dilakukan karena Indonesia memiliki beragam budaya dan tradisi yang dapat dijadikan konten lokal. Proses pembuatan Gudeg mungkin tidak terlalu banyak menarik perhatian warga Yogyakarta karena hal itu sudah umum, tapi jika disiarkan di daerah lainnya, hal tersebut akan menjadi menarik." Paparnya.
Deddy menambahkan, bahwa Lembaga penyiaran merupakan Industri. Dalam hal ini sebaiknya KPI tidak hanya lembaga negara yang mengeluarkan ijin siaran, namun juga menjembatani antar industri penyiaran. Sehingga, program tidak saling bertabrakan. Lalu, bagaimana konten lokal menjadi konten yang menarik? “Saya berharap KPI harus selangkah lebih maju,” jelasnya. Kompas TV sendiri terus menyesuaikan diri, Kompas bergenre berita namun Kompas juga berusaha membawa konten lokal menjadi konten nasional.
Sementara itu, sebagai narasumber terakhir, Dr.Bono Setyo, M.Si. Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISHUM UIN Sunan Kalijaga menjelaskan tentang Peluang dan Tantangan TV lokal di Era Digital. “Di Era digital ini, dalam teori ekologi digital, media seperti makhluk hidup. Media bisa tumbuh salah tiganya antara lain ada kapital, jumlah pemirsa (penonton), yang ketiga adalah kualitas konten,” jelasnya. Konten yang bagus bisa menarik perhatian pemirsa untuk menonton tayangan kita. Konten lokal bisa terus menggali ide genre konten diminati pemirsa namun tetap membawa nilai-nilai kearifan lokal. (tri/ihza)