Khutbah Idul Adha: Semua Bisa menjadi Ibrahim
Khutbah Salat Idul Adha oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan dilanjutkan penyembelihan hewan kurban.
UIN Sunan Kalijaga menggeralar Shalat Idul Adha di Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga pada Senin, (17/6/2024). Bertindak sebagai imam pada Idul Kurban kali ini Ust. Wahyu Hamami, S.Ag., sementara Ust. Ahmad Muzadi bertindak sebagai bilal. Adapun untuk khutbah Idul Adha akan disampaikan langsung oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Phil, Al Makin.
Dalam Khutbahnya Prol Al Makin menyampaikan pentingnya sosok teladan. Kita membutuhkan teladan, panutan, tokoh yang bisa diikuti dengan mudah. Hari ini kita membutuhkan sosok Ibrahim. Alquran mengabadikan nama Ibrahim berkali-kali, salah satunya dalam Q.S As saffat ayat 102-110, Ibrahim menyampaikan kepada anaknya, Ismail terkait adanya perintah untuk menyembelihnya. Ismail menjawabnya tanpa beban penuh keihlasan, bahwasanya itu sudah perintahNya, tidak ada pilihan bagi orang yang sabar kecuali melaksanakannya. Kita memerlukan Ibrahim, kita memerlukan ismail, sosok yang sabar, lapang dada , tenang, Ikhlas, jujur, berintegritas, menjalani yg harus dijalani, tidak terpengaruh oleh hoaks, tidak menunjukan diri, tetapi memasrahkan diri sepenuhnya.
Al Makin mengajak kepada jama’ah shalat ied untuk bersama-sama menghidupkan sosok Ibrahimdan puteranya, Ismail. Bahwasanya Ibrahim bukan seorang raja, bukan seorang panglima, bukan seorang pejabat, bukan gubernur, bukan pula seorang Menteri, melainkan hanya seorang ayah dari Ismail. Alquran mengabadikan namanya untuk dijadikan teladan, menjadi figur yang bisa diikuti oleh semua bangsa, semua manusia karena keikhlasan, kejujuran, tampil apa adanya, tidak goyah, melaksanakan yang harus dilaksanakan, bahkan mengorbankan yang dicintainya.
Disampaikan bagaimana kepopuleran Ibrahin di Babilonia, Mesir, Kan’an, dan wilayah sekitarnya, Ibrahim yang notabene hanya seorang ayah mampu mengalahkan kepopuleramn Hammurabi, seorang raja gagah perkasa, menaklukan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, memiliki panglima, memiliki pasukan, dan memiliki bawahan. Ternyata untuk menjadi teladan dan panutan tidak perlu menjadi pemimpin, tidak perlu berkalungkan jabatan, tetapi cukup menjadi orang baik, bijak, dan iklas. Kita semua bisa jadi Ibrahim, para dosen, mahasiswa, pegawai, bisa jadi Ibrahim, Kita semua bisa menjadi sosok yang memiliki kejernihan hati, tidak ada iri dengki, tidak ada prasangka.
Ketika Ibrahim dan Ismail telah berserah diri, diserahkan puteranya sesuai dengan perintahNya, kemudian Allah menggantinya dengan sembelihan. Itulah keikhlasan, melepas yang kita miliki, melepas yang paling berharga, melepaskan dan melupakan yang sudah diberikan, memasrahkan bahwa apa yang kita miliki sejatinya milik Sang Pencipta.
Lantas bagimana korelasinya dengan hari ini? Menurut Prof Al Makin, pengerbonan besar dan berat yang saat ini diharapkan oleh bangsa dan dunia bukanlah pengorbanan hewan, melainkan pengorbanan diri sendiri. Hal itu bisa dilakukan dengan menurunkan ego , mengorbakan perasaan dan kepentingan sendiri, mengorbankan reputasi dan harga diri, Dengan merendahkan diri sendiri kita memberi jalan, menghargai orang lain, dan kita bisa hidup bersama-sama.
“Kita membutuhkan teladan, contoh, panutan. Itu semua tidak harus raja, panglima, gubernur, pjabat, tetapi kita semua harus menjadi panutan, bisa menjadi teladan, bisa menjadi Ibrahim, bisa menjadi Ismail dengan ketulusan hati, keikhlasan, melaksanakan yang menjadi kewajiban” pungkas Al Makin menutup khutbahnya.
UIN Sunan Kalijaga pad Idul Adha kali ini menyembelih 2 ekor sapi dan 7 ekor kambing yang didistribusikan ke masyarakati, mahasiswa, dan sohibul bait. (Tim Humas)